Assalamualaikum, apa
kabar? Ada gosip apa hari ini?
Gosip pula! Gak level
lagi laa yang begituan ya. Kali ini apa yaa yang akan kita suguhkan?
Hmm? 🤔
Terlepas dari gosip,
sewaktu aku di SMA, selain kurus ceking dan penampilan gak ada menarik-menariknya,
aku terkesan cukup cuek (istilah zaman dulu) dalam segala hal. Gak usah kita
bahas ya, nanti berujung curhat. Namun, seseorang yg dulu pernah singgah di
hati, mengatakan padaku, dulu aku banyak dilirik cowok, tapi gak ada yang
berani karena aku sedikit pendiam. Bah! Batinku menjerit! Dilirik dari mana?
Dari Hongkong?!
Sudahlah! Gak perlu kita
bahas ya. Geli. 🤭
Jadi, ada event antalogi
cerpen di tahun lalu, 2021 bulan Mei, dari penerbit Al Qalam Media Lestari yang
mengambil tema Kisah Kasih Di Masa Putih Abu-Abu. Entah siapa yang
langsung memasukkan namaku di grup WA tersebut. Terkaget-kaget dan
terheran-heran aku dibuatnya. Yaa, meskipun aku lagi gak di Siborongborong.
Tapi, terpaksalah aku peras otak untuk nyari idenya. Tulisanku yang agak
lari-lari dari genre romansa dan percintaan manalah sanggup mikir tentang kisah
kasih.
Lucunya, aku mendapat
peringkat juara harapan 2 dan mulai masuk proses cetak dengan nama buku
antalogi ROMANSA KELABU.
Bingung? Jelas! Belum
lagi ditambah ada insiden kecil di penerbit tersebut. Meskipun, akhirnya si PJ
bertanggung jawab, tapi aku sudah gak perduli lagi karena masalah dibiarkan
berlarut-larut. Saat itu pun terlalu banyak event yang kuikuti. Apalagi diikuti
dengan berbagai masalah intern dalam negeri. Maklum laaa, emak-emak di dunia
ini secara gak langsung punya tugas bendahara negaranya sendiri. Hingga
akhirnya, aku pun melupakan tulisan di event ini.
Lalu, suatu hari yang
cerah dan indah juga ditemani kicauan burung nan merdu (lebai dikit!), di akhir
Januari 2022 kemarin, aku yang lebih menunggu kedatangan paket novelku, malah
bertambah bingung dengan kedatangan paket yang lain yang sebesar kotak sepatu.
Dan bertambah bingung setelah membongkar isinya yang ternyata dari penerbit Al
Qalam Media Lestari yang sempat terabaikan.
Makin bingung setelah
melihat selembar piagam yang menyatakan aku sebagai juara 2. Dilengkapi dengan
tropi juga. Tanda tanya memenuhi isi otakku. Apa ini? Tulisan yang mana?
Antara penasaran dan
kepo, mah, beda tipis. Aku pun dengan was-was membaca judul buku antalogi itu. HAMPARAN
AKSARA?
Kemudian, aku membuka
daftar isi dan mulai mencari namaku juga judul tulisannya.
Jeng jeng jeng jeeeeng! 😱
Ternyata oh ternyata ....
Itu adalah tulisan yang sudah cukup lama. Akhirnya kubaca lagi dengan pikiran, bagaimana
bisa menjadi juara 2?
Ya sudahlah!
Seperti tadi yang
tertulis di paragraf sebelumnya, isinya tentang masa putih abu-abu. Bukan masa
putih abu-abuku ya, jangan sampai aku bercerita tentang masa SMA milikku, nanti
berujung curhat.
Baeklah! Kita langsung
saja baca tulisannya ya. Setidaknya mengurangi mata lelah gegara baca cuap-cuap
yang gak jelas ini. Tulisanku di dalam antalogi HAMPARAN AKSARA ini
berjudul RE-WRITE. Kita langsung cekidot aja, yuuuk ....
RE-WRITE
"Bukan
salahku! Lalu, mengapa pandanganmu seperti itu?"
Mata itu menatapku hampa hingga
menusuk relung hati. Aku pun berlari menjauh.Kemudian, hening dan sunyi.Aku
menoleh ke belakang. Berdiri tertegun. Tidak ada siapapun di sana.
Mata Dian menyipit, membiasakan pandangan di
lampu kamar.Lagi-lagi dia ketiduran.Sekali lagi mimpi itu pun datang,
menggambarkan siluet seseorang. Wanita itu memijat pelipis. Pikirannya
melanglang buana, mencari sesuatu tentang apa yang hilang dari mimpi tadi.
Dian
beranjak dan melangkahmenuju lemari tua di sudut kamar. Pelan tangannya
membuka laci paling bawah.Buku kusam bertuliskan Trio Detektif dengan
kertas yang mulai menguning.Ada amplop merah muda di antara halamannya.Belum
sempat jemari wanita itu membukanya, figura lama di dinding dekat jendela
terjatuh dan pecah.
Jantung Dian berdegup kencang.Tidak ada angin dan
jendela tertutup rapat.
Tangannya menepis serpihan kaca, ada tiga lembar foto lama.Wanita
itu mempertajam penglihatan yang mulai buram. Wajah menyeringai di foto itu
sama dengan wajah menyeringai yang berdiri tepat di sampingnya.
***
"Akhirnya aku menemukanmu."
Dian terkejut dan mundur.Seringai itu?
"Lama tidak bertemu. Aku merindukanmu,
Dian."Jemari dinginnya menyentuh lengan Dian.
Kemudian, segalanya mulai berbeda.Ruangan itu
berputar dan menampilkan berbagai warna. Mendadak, mereka sudah berada di kamar Dian
dengan nuansa sembilan belas tahun yang lalu.Aroma tua dari barang-barang sekitarserta
cat dinding kusamnya menyadarkan kebingungan wanita itu.
"Ap...."
"Temukan aku!"Jemari dingin itu kini
menangkup pipi Dian.
Mereka terlihat sebaya sekarang.Dalam sekejap
keduanya sudah berada di balik rak buku di sudut perpustakaan sekolah.
***
Bunga kuning dari pohon akasia tampak berguguran
ditiup angin.Dian duduk sendiri di bawahnya.Antara kagum dan bingung, dirinya
kini merasakan kembali seragam putih abu-abu yang telah lama tersimpan.Dia
tidak tahu kepada siapa rasa terima kasihnya diperuntukkan. Apakah Tuhan?
Ataukah lelaki itu?
"Hei!Ngapain di sini sendirian?"
Astaga! Rini! Masih langsing, cantik,
bersih kulitnya! Di umur ke depan, dia hidup sederhana. Kulit mulai kusam dan
sudah mulai montok karena anak dua!
"Ditunggu di kantin, kok nggak
nongol-nongol."
Amelia! Masih imut, kurus! Nanti dia
bakalan gendut karena mendapatkan suami tukang makan. Ya, Tuhan! Kau pertemukan
aku lagi dengan mereka!
Mata Dian mulai berkabut.Ini anugerah. Tentu
saja! Sampai dia tidak tahu lagi akan berkata apa. Air matanya menetes begitu
saja.
Rini dan Amelia langsung duduk di samping
sahabatnya itu.
"Ada masalah lagi ya?Apa orang
tuamu ribut lagi tadi malam?"Rini mengusap air mata Dian.
Wanita itu hanya menunduk.Tahun ini adalah
saat-saat paling berat.Mengingat orang tua yang mementingkan ego, isaknya
semakin kuat terdengar.Mengapa di saat seperti ini aku datang?Aku tidak
ingin merasakan lagi perasaan sakit itu.
***
Dian menelusuri setiap sudut perpustakaan.Sehari
ini di sekolah, tidak dia temukan lelaki yang membawanya ke masa ini. Wanita itu kemudian mencoba
mencari di setiap ruangan laboratorium. Menurut Dian, dari penampilan lelaki
itu, tampak jelas dia seorang kutu buku, pelajar biasa yang tidak terlalu
menonjolkan diri.
Langkah
wanita itu terhenti. Ada suara tawa dari samping lab
fisika.Dian merasakan perasaan yang aneh.Seakan-akan dia pernah melakukan hal
ini sebelumnya. Walau merasa aneh, tetap saja
kakinya berjalan menuju suara. Di depannya ada lima orang
laki-laki berdiri mengerumuni seseorang.
"Hei!"Dian berlari kecil ke arah
mereka.
Lelaki dengan tubuh tinggi dan berisi, menoleh
kaget.
"Sial! Kak Diana! Bubar, Woi!"
Mereka langsung berlarian hingga meninggalkan keriuhan di sepanjang
koridor. Siapa yang berani melawan Dianasari Dewi, pemenang
karate tingkat nasional antar pelajar seluruh Indonesia.
Dian
mendengus kasar sambil berkacak pinggang. Kemudian, matanya teralihkan. Lelaki
itu, entah siapa namanya, terlihat lesu.Ada bekas sayatandi pelipis kanannya. Mungkin terkena benda tajam, pikir wanita itu. Namun, seingat
Dian, ketika mereka bertemu kemarin, wajahnya tidak ada bekas luka apapun. Yang
terpenting, lelaki itu telah dia temukan.
"Apa mereka melukaimu?"Dian sekilas
melirik dada kanan lelaki itu."Galuh?"
Lelaki di depannya terlihat kikuk.
Temukan aku!
Kata-kata itu terus mengiang di kepala Dian.Iya,
ini sudah kutemukan!
Bukan!
Mata
wanita itu membias. Hah?! Apa maksudmu dengan 'bukan!'?
***
Sudah hampir sebulan Dian berada di masa
sekolahnya.Dia semakin dekat dengan Galuh.Awalnya mungkin masih sulit untuk
lelaki itu akrab dengan Dian yang tomboi dan humoris, namun, berkat Rini dan
Amelia, sikap kikuknya mulai berkurang.Bahkan, ada beberapa kegiatan Dian yang
selalu dihadiri oleh Galuh.
Dian duduk sendiri di bawah pohon akasia.Hari ini
tidak ada jadwal latihan karate dan dia malas untuk pulang ke rumah. Selama tiga hari, wanita itu
dihantui mimpi yang sama. Ditambah keadaan rumah yang semakin panas.Hatinya
gundah.
Rini melambai dari kejauhan dan Dian membalas
sambil tersenyum.Tidak lama kemudian, Galuh muncul dengan membawa seplastik
gorengan dari kantin.
"Lapar."Dian tertawa sumringah setelah
gorengan itu sampai di depannya. Sambil mengunyah dan bercerita, lesung pipinya
terlihat di sebelah kiri.
Galuh tidak berkedip menatap Dian sampai Rini
menyikut lengan pemuda itu.
"Bagus ya, nggak tunggui aku!"Jeritan
Amelia terdengar dari pintu samping gedung sekolah.
Mereka semua tertawa. Lalu, Rini
mengeluarkan tustel dari tas. Ingin mengabadikan kebersamaan mereka.
Seorang teman klub Amelia lewat dan wanita itu
meminta tolong untuk mengambil foto mereka berempat.
"Senyum yang paling manis ya.Chees"
***
Dian baru saja menghempaskan tubuhnya ke ranjang
ketika keributan itu terjadi lagi.Tangannya menutup telinga.
Temukan aku, Dian.
Suara itu bercampur dengan suara benda pecah dan
pintu dibanting.Dian berlari ke luar. Nico sudah berdiri di depan pintu kamar
dan menatap kakaknya dengan pandangan yang sangat sulit diartikan. Kemudian,
dengan langkah mantap, pemuda itu melangkah ke luar rumah dengan menyandang
ransel.
"Nico!"Dian mengejar adiknya, namun,
hanya mendapati punggung yang semakin menjauh.
Mata wanita itu memanas.Kedua orang tuanya
berdiri bersamaan di teras dengan wajah bersalah. Sekali lagi, bagaimana pun
upaya mereka tidak akan mampu membuat kedua orang tuanya bersatu kembali. Pada
akhirnya, kita hanya akan menyesali sesuatu yang tidak pernah kita lakukan, bukan? Dian mengusap air mata di pipi.
Mencoba menahan lara untuk yang kedua kali.
"Sayang, kami nggak bermak...."
Belum sempat jemari mamanya menyentuh
kepala wanita itu, seketika tangan
Dian menepis dengan
kasar. Dia pun langsung berlari menuju kamar.Mengunci pintu dan duduk di
sisi ranjang, menangis
sejadi-jadinya.
Seharusnya aku tidak di
sini.Menyaksikan kejadian ini lagi. Merasakan sakit ini lagi.Apakah ada
hal yang harus aku lakukan agar mereka tidak berpisah?
Dian mendongak saat merasa ada tangan yang
mengusap lembut kepalanya. Galuh sudah duduk bersila di depan, mencoba mengusap
pipi lembut wanita itu dari air mata.
"Galuh. Bagaimana bi...."
Tangan dingin itu menyentuh bibir
Dian."Galih. Aku Galih."
Apa?!
***
Sudah seminggu Nico pergi dari rumah.Berita
kecelakaan Nico yang dia dapat dari wali kelasnya tadi membuat kedua orang tua
mereka akur kembali ketika Dian tiba di rumah sakit.Apakah ini
anugerah?Apakah kembaliku yang membuat perubahan nasib ini?
Perubahan?
Dian berdiri kaku di samping ranjang Nico.Masa
itu, di hari ini, adiknya tidak kecelakaan, tetapi ada perkelahian antar
pelajar dan pemuda itu meninggal tertusuk benda tajam. Sementara itu, di
hari ini juga resminya perpisahan orang tua mereka. Lama merenung, akhirnya
Dian beranjak ke luar.
"Sayang, mau ke mana?"
"Ada urusan, Ma."
Dian berlari kencang melewati jalan tikus menuju
sekolah.Sehari sebelum kecelakaan Nico, Rini memperlihatkan hasil foto mereka
di bawah pohon akasia.
Kemudian, sehari sebelum Rini membawa hasil foto itu, Galuh
memberinya buku Trio Detektif edisi terbaru, tentu saja dengan amplop
merah muda di dalamnya,
tetapipemuda itu bukan Galuh.Tidak ada bekas luka di pelipisnya.
Napas Dian tersengal di depan lab fisika.
Kosong.Wanita itu pun berlari menuju perpustakaan. Beberapa mata siswa yang
lain menatap bingung dengan tingkahnya. Seperti biasa, Galuh duduk di sudut
ruangan.Pemuda itu tersenyum ketika melihat Dian mendatanginya.
Tanpa bicara, Dian mengemasi seluruh buku Galuh
dan menyeret pemuda itu menuju halaman samping gedung sekolah.
"Jelaskan tentang ini!"Dian
memperlihatkan foto mereka. Telunjuknya tepat di bagian pelipis pemuda itu.
Mata Galuh terlihat gusar dan rahangnya mengeras.
"Jelaskan padanya.Aku ingin dia
tahu tentangku."
Namun, Galuh tidak ingin Dian tahu tentang Galih, saudara
kembarnya yang penyakitan.
***
Punggung pemuda itu terlihat ringkih di atas
kursi roda. Dia sibuk memberi makan ikan di kolam ketika Dian tiba di sana.
"Akhirnya kamu menemukanku."
Dian berjalan pelan menuju ke arahnya.
"Pergilah ke rumahku.Temukan
jawabannya di sana."
Galuh mengatakannya dengan wajah
datar, lalu pergi begitu saja setelah mengambil tas dari tangan Dian.
Sekarang, Dian menatap kagum ciptaan Tuhan di
depannya.Benar-benar mirip Galuh, dengan koplo di kepala, Galih terlihat sangat
tampan.Pemuda itu tersenyum.Wajahnya tampak pucat.
"Memangnya kamu sakit apa?" Begitu
banyak yang ingin diungkap Dian, tetapi tiba-tiba hanya pertanyaan itu yang terucap.
Galih meraih dan menggenggam jemari
Dian."Sudah kamu baca bukunya?"
Dian mengangguk. Sementara itu, suasana
berubah, mulai berputar dan menampilkan berbagai warna.Tampak seperti adegan
film, dirinya sedang menolong Galih dari anjing gila.Saat itu mereka masih SMP,
Dian pulang dari tugas kelompok. Kemudian, tampak juga percakapan Galuh dan
Galih ketika mereka akan memilih SMA yang sama dengannya. Juga di empat bulan pertama
masuk sekolah, Dian membantu Galih kembali dari gangguan senior mereka. Namun,
tidak sampai setahun, kondisi Galih drop.Pemuda itu berhenti sekolah
ketika kelas dua. Mereka sempat bertemu di depan ruangan klub karate, hanya
saja, Dian tidak mengenalinya.
Potongan kejadian itu berakhir sampai pada
kepergian Galih yang disaksikan semua keluarganya.Dian menatap Galih yang
sedang tersenyum memandangnya.
"Aku menunggumu." Tangan Galih kemudian melepas
pelan jemari Dian.
Dian terkejut dan terus menatap Galih yang
semakin menjauh dan menghilang.
Tiba-tiba saja wanita itu sudah berada di tengah
jalan saat pulang dari kampus.Dian berlari kecil menyeberangi jalan dan
sekilas mobil itu membuat tubuhnya melayang menghempas tiang lampu jalan.
KRAAK!
Tubuh
itu pun terjatuh di sisi parit dengan bunyi yang memilukan. Darah
berceceran di sekitar kepala serta beberapa orang yang tadinya berteriak kini mulai
berkerumun.
Di antara kerumunan, tampak Galih tersenyum pada
Dian yang mulai berdiri dan menyambut rentangan tangan pemuda itu.
===TAMAT===
Bagaimana? Gak ada
romantis-romantisnya ya? Paling gak, tulisan kali ini gak ada unsur gore-gore.
Standar laa, gaya anak remaja biasa. Hanya saja, aku jarang memakai situasi
zaman dan keadaan sekarang. Aku lebih memilih situasi sekitar tahun 90-an
hingga ke 2005.
RE-WRITE ini bercerita tentang Diana yang
pernah mengalami trauma mendalam tentang arti hidup dan kehidupan. Masa remaja
yang suram menjadikan gadis itu seorang pribadi yang tertutup dan memilih hidup
sendiri sejak kedua orang tuanya berpisah dan ditinggal pergi oleh sang adik.
Namun, pada suatu ketika, Diana bertemu dengan Galon, eh, Galuh, eh, Galih.
Pemuda itu datang dan membawanya ke masa lalu dan mengubah takdir mereka.
Sebenarnya ide ini untuk
bahan novelku yang gak jadi. Tapi, berhubung tiba-tiba sudah nongol saja di
grup WA kemarin, jadinya eksekusi dua hari sebelum tanggal tenggat waktu.
Yaah! Begitulah cerita
tulisanku kali ini.
Terima kasih udah mampir
di mari dan menyimak tulisanku. Semoga kisah ini pun dapat dinikmati dan
membuat kita semua selalu melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang.
Wassalamualaikum!
Ini tipe cerpen remaja yang saya suka pas zaman SMA. Zaman SMA emang paling seru!
BalasHapusDuuuh, jangan2 kita seangkatan, mbaa 🤭
HapusKeren banget dirimuuu mba
BalasHapusbisa mengkreasikan cerita dgn super duper menarik
Wahh, pantesan sering juaraa nih.
bisa dipilemkan juga lho naskahnya.
(nurul bukanbocahbiasa(dot)com)
Walaah, mbaa, Alhamdulillah kalo ada sutradara yang tertarik sama tulisanku ini 😅
HapusWah, jadi inget drakor yg pernah aku tonton. Tentang kekasih yang datang di masa lalu untuk mengubah masa depan. Di dunia nyata, apakah mungkin? 😁
BalasHapusHanya terjadi di pilem2, mbaa 😭
HapusMasyaAllah.. sy suka banget ceritanya.. agak serem tapi menarik trus penasaran tapi agak ngeri 😆😆 semangat mbaa
BalasHapusMakasih udah mampir, mbaa 🤗
HapusSuka🤩🤩
BalasHapusAku suka yang begini justru, nggak gore-gorean
Alhamdulillah, nambah penggemar 😅
HapusWah, ceritanya mirip dengan komik-komik misteri yang suka saya baca zaman dulu Mbak.. Keren sih Mbak, bisa buat alur semacam ini. Lanjutkan Mbak buat novelnya :)
BalasHapusMakasih udah mampir di mari ya, mbaa 🤗
HapusPenyampaian ceritanya menarik. Akhirnya tokoh utama tetaplah tinggal kenangan. Jadi ingin belajar membuat cerpen seperti ini. Ajari dong Mbak.
BalasHapusNulis aja dulu, mbaa, 👏👏👏
BalasHapusKeren... Salut, sering menang lomba ya mba
BalasHapusMakasih, mbaa, udh mampir 🤗
HapusWah selamat ya mbak.keren bisa menang lomba
BalasHapusBaca ini jadi merasa terpanggil aku, nama tokohnya sama seperti namakuu
😅
HapusGak apa dung minjem nama mba Dee 🤭
Sekarang masih aktif nulis cerpen, Mbak? Saya dulu penulis cerpen juga. Sejak kerja malah mandeg nulis fiksi. Padahal kerjanya penulis. 🤭
BalasHapusBiasa tuh, mbaa, kan, ada saat-saat jenuh juga.
Hapusaku juga pernah kayak gini, diumumin pemenang lhah dari tulisan yang mana ..kocak tapi mengesanka, semoga kita semua istiqomah dalam bidang kepenulisan
BalasHapusInsyaa Allah, mbaa,
HapusAamiin ya Rabb 🤲
bagus mbak, keren nih mbak, jadi juara dua, yuk jadikan novelnya mbak, siap menanti novelnya
BalasHapusMasih mikir kalo diubah ke novel, mbaa 😅
Hapuswah keren nih ceritanya. kapan ya aku bisa nulis cerpen kayak begini?
BalasHapusYuk, yuk, pasti bisa, mbaa 👏👏👏
HapusPantes sih mba jadi juara 2, ide cerita sama plot twist nya juarak.
BalasHapusAlhamdulillah, mungkin kebetulan, mbaa 😭
HapusSelamaaat Kak, juara di event ini. Meski sempat lupa ..Akhirnya terbit buku dan tiba pialanya. Sukses terus ya
BalasHapusAku suka cerpennya, ya ampun namanya sama denganku lagi hihi
Endingnya enggak diduga, bagus nih pantesan juara
🤭
HapusBeruntung nama mbaa Dian masuk dalam cerita ya 😅
Pantesan menang, ceritanya ngalir banget
BalasHapusAyo mbak teruskan lagi bikin cerita-cerita lainnya
Makasih, mbaa, udah mampir di mari 🤗
HapusWow, Trio Detektif pernah kubaca tu Mbak. Cerpen ini bagus banget alurnya maju mundur dan endingnya nggak nyangka juga. Keren Mbak...lanjut menulisnya.
BalasHapusIya, mbaa, makasih ya, udah mampir di mari nih 🤗
BalasHapusIya, mbaa, makasih ya, udah mampir di mari nih 🤗
BalasHapusKeren mbaaaak, semangat nulis selalu ya.
BalasHapus