Sabtu, 23 Oktober 2021

Mendongeng 10 Hari

Ini lanjutan dari menulis dengan pikiran malas. Setidaknya begitulah yang terjadi. Selain mepet waktu dan lagi banyak-banyaknya kerjaan, aku ikut event ini karena satu alasan ajah, terus mengasah kemampuan menulisku!

Kadang-kadang banyak waktu senggang malah membuat pikiran mandek dan kosong ide. Tetiba mepet waktu, banyak ide seliwiran di kepala bahkan di depan mata.

Kenapa begitu?

Meneketehek!

Baiklah! Mengurangi bacot, bagusnya kita lanjut saja. Apa-apa saja, nih, tulisan di hari selanjutnya yaa? Yuk ah, melipir ....

 

 

Hari Ke-6

 



PELIHARAAN

 

"Huii! Lagi ngapain, Buk?"

"Biasalah, Buk."

"Waah, panen piaraan ya." Si ibu tetangga tersenyum.

"Piaraan pula!" Si anak tersinggung.

"Makanya, sering kau keramas. Jadi nggak banyak kali piaraan kau." Si Emak malah makin menyinggung.

 

 

Hari Ke-7

 



KOPER MISTERIUS

 

"Apa itu?"

"Sudah lama di situ, tapi kok nggak ada yang tahu."

"Langsung dibuka saja, Pak. Tidak usah menunggu kepolisian."

"Tolong semua mundur. Kalian menghalangi pemeriksaan."

"Minggir semua!"

Pak Supri, menyipitkan matanya di depan layar monitor. Kasak-kusuk di ruang kedatangan pagi ini membuat seluruh pegawai kantor bandara riuh, sejak mulai ada laporan tentang koper coklat di bawah kursi tunggu. Semakin riuh dengan datangnya beberapa personil kepolisian dan tim gegana.Ruangan telah ditutup sejak subuh tadi. Kru televisi dilarang masuk dan hanya menunggu.

Sudah tiga hari Pak Supri mengamati koper itu dari ruang monitor. Tidak ada yang mengambil. Pertama terlihat olehnya, ada seorang gadis kecil yang menunduk dan meletakkan benda itu di sana. Dua hari tidak ada perubahan dan pria paruh baya itu mulai menceritakan kecurigaannya kepada Feri, rekan sejawat.

Dari ruangan monitor, Pak Supri jelas melihat Feri yang memberi penjelasan kepada tim kepolisian. Sedangkan tim gegana mulai berusaha membuka koper coklat itu.

Jantung Pak Supri semakin berdebar dengan usaha tim gegana yang kesulitan. Bukan mereka yang di sana saja yang penasaran akan isinya, justru dialah yang dari awal terusik rasa ingin tahunya. Namun, hatinya tidak bernyali seperti Feri.

Kehebohan terjadi di dalam layar monitor. Mulut Pak Supri pun jadi melongo. Koper coklat itu kosong. Tidak ada apapun di sana.

"Kok bisa nggak ada ya? Kemana isinya?" Pak Supri berbisik sendiri.

"Di sini."

Suara lirih itu memaksa Pak Supri menoleh ke kiri dan pupil matanya seketika membesar.

Di sampingnya berdiri sosok anak kecil yang berbau anyir dan hitam legam.

 

 

Hari Ke-8

 



KARAMNYA KAPAL DEDEMIT

 

Maaf ya, 🙏 ini bukan plesetan kapal van der wijck, cuma kebetulan saja sama-sama kapal.

 

Suatu malam yang cerah, langit penuh bintang kejora. Kapal berlayar di tengah lautan. Makin lama makin jelas bentuk rupanya. Itulah kapal api yang sedang berlayar. Asapnya yang putih membumbung di udara.

 

Pasti ada yang baca sambil nyanyi nih. 😂

 

Okeh! Lanjuuut!

 

Kapal itu mengalami kebocoran. Air mulai masuk ke dek 1. Para ABK, anak buah kapal pun telah siap sedia dengan situasi berbahaya.

 

"Segera tutup pintunya! Beralih ke dek 2!"

 

"Siap, Kapten!"

 

Namun, siapa sangka, ternyata ada ledakan di lambung kiri kapal.

 

"Kapal mulai oleng, Kapten!" Suara ABK lain yang bertugas di dek 8 menginformasikan keadaan di atas sana melalui walkie talkie.

 

"Turunkan jangkar! Bawa penumpang ke haluan! Segerakan tim sekoci!"

 

"Siap, Kapten! Laksanakan!"

 

Suasana riuh teramat riskan yang terjadi di dek 8. Satu persatu sekoci diturunkan. Wajah-wajah penuh ketakutan dan kecemasan. Tidak ada lagi canda, tawa dan ceria.

 

Lalu....

 

"Cepat dibenahi! Sudah mulai pagi!"

 

"Sebentar lagi dong, Buu."

 

Tiba-tiba pintu terbuka dan lampu menyala.

 

"Ya ampuuun! Berantakan amat." Wanita itu memungut benang-benang yang berhamburan, kain perca yang awut-awutan. Cuma sekoci yang tersusun rapi, berbaris lima dan bertingkat pula.

 

 

Hari Ke-9

 



IRAMA MALAM

 

Hujan baru saja reda. Rasanya nelangsa meringkuk di sisi gudang di samping pohon kelapa. Beginilah jadinya kalau terlambat pulang.

 

Aku kedinginan dan ingin tidur, tetapi, suara jangkrik dan kodok itu sangat mengganggu.

 

Eh, tunggu dulu! Lalu, kenapa tiba-tiba ada suara 'ciap-ciap' seperti suaraku?

 

 

Hari Ke-10

 



PAYAH BILANGLAH POKOKNYA!!

 

 

Alkisah ini cerita tentang seorang wanita, sebut saja Melati, yang ingin putus dari pacarnya, sebut saja Kumbang. Namun, Melati tidak menemukan cara jitu sebagai alasan.

 

"Dek. Kiriman Abang sudah datang. Sekali-sekali Abang yang traktir makan, masak kamu saja yang traktir Abang. Besok kita ke Genit Plaza ya. Kamu tunggu di depan gedung kampusmu saja."

 

Itu percakapan mereka kemarin dan paling absurd yang Melati dengar selama delapan bulan mereka pacaran atau selama wanita muda itu hidup di dunia ini.

 

Begitulah.

 

Ingin tertawa, tetapi takut muntah. Ingin memaki, nanti disumpahi cepat mati. Mungkin karena itu, dia memilih diam dan menggerutu.

 

Hari H pun tiba. Mereka duduk sebentar di meja paling pojok sebelum memesan menu, lalu, Kumbang bertanya tentang pesanan kekasih tercintanya yang begitu manis meski tersenyum sinis.

 

Setengah jam berlalu. Entah salah di mana, saat itu tempat makan yang mereka kunjungi sangat ramai setelah mereka duduk di sana. Melati melihat pacar salah kaprahnya sedikit berlari menuju meja mereka.

 

Di mana pesanannya? Mengapa Si Tolol ini nggak membawa baki berisi pesanan mereka? Melati tampak bingung.

 

"Dek, uang Abang kurang. Bisa tolong ditambahi?"

 

Sehari kemudian, mereka pun putus.

 

======

 

Itu tadi tulisanku di suatu event menulis di Instagram. Sederhana, bukan? Bahkan bermalas-malasan saja sudah bisa mendatangkan ide, apa lagi tidak malas. Jadi, kalau bisa jangan malas-malas ya.

 

Masih ada event-event lain, sih. Hanya saja, karena aku sedang mempersiapkan naskah novel, jadi blog agak terlupakan sejenak.

 

Baiklah, manteman. Terima kasih banyak bagi yang mampir juga memberi kritik saran untuk semua tulisanku. 🙏🏻

 

Ditunggu komentarnya eaaaa!! 🤗

(FLASHBACK) DARI TANAH TANDUS

  Blurb: “Kak Ineee. Kepala Rubi pusing, Kak.” “Bertahanlah, Rubi! Bukan sekarang saatnya!” Ine dan Rubi, dua gadis kecil yang ter...