Sabtu, 01 April 2023

ATAS NAMA JANDA


“Apa seburuk itu?”

 

Aku hanya tertegun di sisi gawai. Sesenggukan Kakak membuatku terdiam lama, tak bisa berkata apa-apa. “Kan, bukan mau kakak.” Akhirnya aku berucap lirih agar suasana tak terlalu hening.

 

Benar kata suamiku. Seharusnya tak perlu ada acara kumpul sepupu seperti kemarin itu. Kalaupun ada, tak perlu diadakan di rumah Kakak.

 

“Gimana kita duduknya? Kemana ni kursinya?”

 

“Namanya datangi rumah janda, yaaa, tau sendiri laa.”

 

Mereka tertawa.

 

Sungguh! Ketika mendengar suamiku bercerita tentang kejadian malam itu, darahku pun mendidih. Entah apa hubungan kursi dengan janda. 😤

Dan ketika kuceritakan lagi padamu, Kak, tak kulihat reaksi Kakak. Kakak hanya tersenyum simpul.

 

Namun, hari ini, Kakak menangis di seberang sana.

 

“Sehina itukah status Kakak, Nah?”

 

Aku hanya diam. Tak mampu berkata-kata.

 

“Mendengar perkataan itu dari mereka, rasanya ....”

 

Kakak makin terisak. Dan akhirnya kutahu, inilah jawaban atas senyum simpulmu tanpa tahu isi gemuruh di dada. Padahal acara malam itu sudah lewat beberapa hari lalu. Ternyata Kakak begitu lama memendam rasa tak enak akan kata-kata tersebut.

 

Dulu Kakak meringis senyum ketika mendengar lagu MENJANDA dari Rita Effendy.

 

“Kok, bisa ada lagu janda ya?” Matamu menatapku nanar. “Pasti berat ya?”

 

Itu Kakak ucapkan saat masih memiliki suami. Aku tahu, Kakak pasti berpikir tentang bagaimana kehidupan menjadi seorang janda. Apakah karena itu, begitu lama Kakak mempertahankan rumah tangga yang sudah tak sehat lagi? Kakak takut akan komentar orang, cibiran orang, bahkan perlakuan orang terhadap Kakak bila hal itu terjadi.

 

Dan ternyata, dengan berat hati Kakak pun akhirnya  mengambil keputusan pisah. Aku juga tahu trauma yang Kakak hadapi. Setahun, dua tahun, bukan, selama beberapa tahun ini Kakak menutup diri dan berusaha membentengi diri sendiri. Aku juga tahu, keadaan susah dan sulit Kakak simpan sendiri.

 

Ku seka air mata yang hampir tumpah.

 

Status Kakak rawan celaka. Dan bapak kita sungguh telah buta karena membiarkan Kakak hidup sendiri tanpa wali. Apalagi di saat anak-anak Kakak pergi merantau.

 

Lalu, lelaki itu datang. Lelaki yang katanya ingin menikahi Kakak, tak kunjung serius dengan ucapannya. 

Tak bertanggung jawab! 

Pengecut!

Meskipun kami tak begitu setuju Kakak menikah, tapi kami tetap menghargai keputusan Kakak jika menikah dengannya.

 

Dan kemana lelaki itu? Kalau tak mencintai Kakak jangan beri kakak kami harapan. Kakak kami memang tak memiliki pekerjaan juga tak memiliki keahlian, tapi bagi kami, Kakak seseorang yang berharga untuk selalu kami jaga. Jika penjagaan itu pindah ke pundakmu, kami menghormati itu.

 

Jadi, di mana dia sekarang?

 

“Hanah.”

 

Aku tersadar saat masih mendengar isak Kakak. “Hmm?”

 

“Jangan katakan ini sama yang lain ya?”

 

Aku menggumam tak jelas. Ingin sekali memaki abang sepupu yang mengatakan itu. Ingin juga memaki lelaki yang seharusnya sudah menikahi Kakak. Atau, ingin memaki mulutku sendiri yang tanpa sadar kembali menceritakan apa yang didengar suamiku perihal kejadian malam itu.

 

Aku tahu, Kakak adalah perempuan yang kuat. Dan kuharap terus kuat.

 

Saat ini, aku pun bertanya. Apakah menjadi janda seburuk itu?

 

Persepsi atau stigma tentang janda dalam lingkungan masyarakat relatif lebih banyak buruknya daripada sisi positifnya.. Di mana posisi janda masih dianggap aib yang harus dibatasi ruang geraknya. Menjadi janda bukanlah sebuah kondisi yang nyaman bagi hampir semua perempuan.

 

Fenomena janda terjadi di seluruh dunia. Baik janda akibat perceraian ataupun janda ditinggal mati pasangan. Namun, pola kehidupan di Indonesia, pemikiran dan pandangan masyarakatnya kurang menghargai terhadap hak-hak orang lain. Janda juga merupakan anggota masyarakat yang memiliki hak untuk hidup berdampingan dengan individu atau keluarga lain serta memiliki kebebasan untuk berkreasi. Namun, akibat dari konstruk budaya yang membebankan kesalahan pada janda dan fenomena tersebut tak dianggap sebagai proses kehidupan, maka kebebasan janda terbelenggu.

 

Semakin maju zaman dan pendidikan tak membuat stigma status janda membaik. Seorang janda sering diperlihatkan sebagai wanita penggoda, perempuan murahan yang tak punya harga diri, rendah, lemah, tak berdaya dan membutuhkan belas kasih alias kesepian. Lebih parah lagi dianggap sebagai penggoda suami orang, ‘gampangan’, mudah dibawa ke ranjang, bahkan tak memiliki etika dan batas-batas kesusilaan. Akhirnya, di masyarakat dalam kondisi sosial budaya seringkali mendapat ketidakadilan.

 

Menjadi janda itu sangat rentan dari segala permasalahan dan pandangan masyarakat sehingga banyak dari mereka yang sedikit berlebihan dalam menanggapi status itu. Bahkan, sangat banyak yang mengasumsikan bahwa seorang janda adalah makhluk yang paling rendah. Baik perkataan dan perlakuan anak muda maupun orang dewasa, tanpa mereka sadari sangat menyakitkan hati janda.

 

Padahal mereka tak pernah tahu, apa yang dialami dan apa yang dirasakan perempuan tersebut sebelum mendapat predikat JANDAnya.

 

Banyak hal yang harus dihadapi seorang perempuan ketika menjadi janda. Perubahan ekonomi, kondisi psikis dan trauma yang dialami. Tak hanya sampai di situ, seorang janda tak akan pernah mudah memulai hubungan yang baru. Mengingat banyak di antara janda tersebut yang mengalami trauma oleh sebab perceraiannya.

 

Tak ada perempuan di dunia ini yang ingin rumah tangganya hancur berantakan. Kita tak pernah tahu apa yang menjadi alasan ketika seorang perempuan memutuskan untuk berpisah. Oleh karena itu, hargai dan hormati perempuan yang berstatus janda. Pikirkan juga perasaan anak-anak yang berstatus janda. Janganlah kita menambah rasa sakit pada perempuan yang sudah sakit dan kecewa karena perpisahan.

 

Tak semua janda mudah untuk diperdaya. Bahkan sebenarnya yang terpedaya di sini adalah para lelaki, yang selama ini terbuai oleh male chauvinisme yang membalut budaya patriarki dan meyakini cerita-cerita bernuansa stigma atas status dan keberadaan para janda.

 

Mereka adalah para perempuan kuat yang tak punya pilihan lain selain menjalani hidupnya sendiri bersama anak-anaknya.

 

Untuk para janda, hargai diri kalian sendiri. Jangan menganggap status yang melekat pada diri merupakan status yang hina. Menjadi janda bukanlah hal yang diinginkan oleh kalian, kan?

 

Semoga kita semua bisa bersikap bijak dalam menilai, karena janda juga manusia.

 

===






Terima kasih telah mampir dan membaca kisah ini. 🙏🏻

Wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.


(FLASHBACK) DARI TANAH TANDUS

  Blurb: “Kak Ineee. Kepala Rubi pusing, Kak.” “Bertahanlah, Rubi! Bukan sekarang saatnya!” Ine dan Rubi, dua gadis kecil yang ter...