“Apa seburuk itu?”
Aku hanya tertegun di sisi gawai. Sesenggukan Kakak
membuatku terdiam lama, tak bisa berkata apa-apa. “Kan, bukan mau kakak.”
Akhirnya aku berucap lirih agar suasana tak terlalu hening.
Benar kata suamiku. Seharusnya tak perlu ada acara kumpul
sepupu seperti kemarin itu. Kalaupun ada, tak perlu diadakan di rumah Kakak.
“Gimana
kita duduknya? Kemana
ni kursinya?”
“Namanya
datangi rumah janda, yaaa, tau sendiri laa.”
Mereka
tertawa.
Sungguh! Ketika mendengar suamiku bercerita tentang kejadian malam itu, darahku pun mendidih. Entah apa hubungan kursi dengan janda. 😤
Dan ketika
kuceritakan lagi padamu, Kak, tak kulihat reaksi Kakak. Kakak hanya tersenyum simpul.
Namun,
hari ini, Kakak
menangis di seberang sana.
“Sehina
itukah status Kakak, Nah?”
Aku
hanya diam. Tak mampu berkata-kata.
“Mendengar perkataan itu dari mereka,
rasanya ....”
Kakak makin terisak. Dan akhirnya kutahu, inilah
jawaban atas senyum simpulmu tanpa tahu
isi gemuruh di dada. Padahal acara malam itu sudah lewat beberapa hari lalu.
Ternyata Kakak begitu lama memendam rasa tak enak akan kata-kata tersebut.
Dulu
Kakak meringis senyum ketika mendengar lagu
MENJANDA dari Rita Effendy.
“Kok,
bisa ada lagu janda ya?” Matamu menatapku nanar. “Pasti berat ya?”
Itu
Kakak ucapkan saat masih memiliki suami. Aku tahu, Kakak pasti berpikir tentang bagaimana
kehidupan menjadi seorang janda. Apakah karena itu, begitu lama Kakak
mempertahankan rumah tangga yang sudah tak sehat lagi? Kakak takut akan
komentar orang, cibiran orang, bahkan perlakuan orang terhadap Kakak bila hal
itu terjadi.
Dan ternyata, dengan berat hati Kakak pun akhirnya mengambil keputusan pisah. Aku juga tahu
trauma yang Kakak hadapi. Setahun, dua tahun, bukan, selama beberapa tahun ini
Kakak menutup diri dan berusaha membentengi diri sendiri. Aku juga tahu,
keadaan susah dan sulit Kakak simpan sendiri.
Ku seka air mata yang hampir tumpah.
Status Kakak rawan celaka. Dan bapak kita sungguh telah
buta karena membiarkan Kakak hidup sendiri tanpa wali. Apalagi di saat
anak-anak Kakak pergi merantau.
Lalu, lelaki itu datang. Lelaki yang katanya ingin menikahi Kakak, tak kunjung serius dengan ucapannya.
Tak bertanggung jawab!
Pengecut!
Meskipun kami tak begitu setuju Kakak menikah, tapi kami tetap menghargai keputusan
Kakak jika menikah dengannya.
Dan kemana lelaki itu? Kalau tak mencintai Kakak jangan
beri kakak kami harapan. Kakak kami memang tak memiliki pekerjaan juga tak memiliki keahlian, tapi bagi
kami, Kakak seseorang yang berharga untuk selalu kami jaga. Jika penjagaan itu
pindah ke pundakmu, kami menghormati itu.
Jadi, di mana dia sekarang?
“Hanah.”
Aku tersadar saat masih mendengar isak Kakak. “Hmm?”
“Jangan katakan ini sama yang lain ya?”
Aku menggumam tak jelas. Ingin sekali memaki abang sepupu
yang mengatakan itu. Ingin juga memaki lelaki yang seharusnya sudah menikahi
Kakak. Atau, ingin memaki mulutku sendiri yang tanpa sadar kembali menceritakan
apa yang didengar suamiku perihal kejadian malam itu.
Aku tahu, Kakak adalah perempuan yang kuat. Dan kuharap terus
kuat.
Saat ini, aku pun bertanya. Apakah menjadi janda seburuk
itu?
Persepsi atau stigma tentang janda dalam lingkungan
masyarakat relatif lebih banyak buruknya daripada sisi positifnya.. Di mana
posisi janda masih dianggap aib yang harus dibatasi ruang geraknya. Menjadi
janda bukanlah sebuah kondisi yang nyaman bagi hampir semua perempuan.
Fenomena janda terjadi di seluruh dunia. Baik janda akibat perceraian ataupun janda ditinggal mati pasangan. Namun, pola
kehidupan di Indonesia, pemikiran dan pandangan masyarakatnya kurang menghargai
terhadap hak-hak orang lain. Janda juga merupakan anggota masyarakat yang
memiliki hak untuk hidup berdampingan dengan individu atau keluarga lain serta
memiliki kebebasan untuk berkreasi. Namun, akibat dari konstruk budaya yang
membebankan kesalahan pada janda dan fenomena tersebut tak dianggap sebagai
proses kehidupan, maka kebebasan janda terbelenggu.
Semakin maju zaman dan pendidikan tak membuat stigma
status janda membaik. Seorang janda sering diperlihatkan sebagai wanita
penggoda, perempuan murahan yang tak punya harga diri, rendah, lemah, tak
berdaya dan membutuhkan belas kasih alias kesepian. Lebih parah lagi dianggap
sebagai penggoda suami orang, ‘gampangan’, mudah dibawa ke ranjang, bahkan tak
memiliki etika dan batas-batas kesusilaan. Akhirnya, di masyarakat dalam
kondisi sosial budaya seringkali mendapat ketidakadilan.
Menjadi janda itu sangat rentan dari segala permasalahan
dan pandangan masyarakat sehingga banyak dari mereka yang sedikit berlebihan
dalam menanggapi status itu. Bahkan, sangat banyak yang mengasumsikan bahwa seorang
janda adalah makhluk yang paling rendah. Baik perkataan dan perlakuan anak muda
maupun orang dewasa, tanpa mereka sadari sangat menyakitkan hati janda.
Padahal mereka tak pernah tahu, apa yang dialami dan apa
yang dirasakan perempuan tersebut sebelum mendapat predikat JANDAnya.
Banyak hal yang harus dihadapi seorang perempuan ketika
menjadi janda. Perubahan ekonomi, kondisi psikis dan trauma yang dialami. Tak
hanya sampai di situ, seorang janda tak akan pernah mudah memulai hubungan yang
baru. Mengingat banyak di antara janda tersebut yang mengalami trauma oleh
sebab perceraiannya.
Tak ada perempuan di dunia ini yang ingin rumah tangganya
hancur berantakan. Kita tak pernah tahu apa yang menjadi alasan ketika seorang
perempuan memutuskan untuk berpisah. Oleh karena itu, hargai dan hormati
perempuan yang berstatus janda. Pikirkan juga perasaan anak-anak yang berstatus
janda. Janganlah kita menambah rasa sakit pada perempuan yang sudah sakit dan
kecewa karena perpisahan.
Tak semua janda mudah untuk diperdaya. Bahkan sebenarnya
yang terpedaya di sini adalah para lelaki, yang selama ini terbuai oleh male
chauvinisme yang membalut budaya patriarki dan meyakini cerita-cerita
bernuansa stigma atas status dan keberadaan para janda.
Mereka adalah para perempuan kuat yang tak punya pilihan
lain selain menjalani hidupnya sendiri bersama anak-anaknya.
Untuk para janda, hargai diri kalian sendiri. Jangan
menganggap status yang melekat pada diri merupakan status yang hina. Menjadi
janda bukanlah hal yang diinginkan oleh kalian, kan?
Semoga kita semua bisa bersikap bijak dalam menilai,
karena janda juga manusia.
===