Rabu, 01 Juli 2020

Bunga dan Impiannya

Ada berbagai macam bunga di seluruh dunia. Tiap tempat ada ciri khasnya masing-masing. Dan tidak semua bunga memiliki keharuman. Kebanyakan bunga punya arti tertentu. Tergantung siapa dan apa tujuannya. Hmm? Apa kita sedang dalam pelajaran Biologi? Mempelajari tentang bunga? Atau ini tentang Si Bunga? Itu lho, tetangga belakang rumah yang kabur karena nyolong uang belanja emaknya buat beli bedak keli. ^, ^

Oooww, kagak ya. Langsung aja la kita cekidot, yuuuk...

 

***

 

Suara burung pagi bersahut-sahutan. Ada seekor pipit yang bertengger di batang pohon belimbing. Kepalanya meliuk ke kiri dan ke kanan. Memanggil beberapa ekor kawannya. Di atas dahan-dahan pohon jambu air sudah ada beberapa ekor burung gereja, bergantian terbang ke sarangnya. Seekor ular keket jatuh ke rumput dari dahan pohon belimbing. Warna hijau terang dengan totol-totol hitamnya begitu mempesona. Mungkin memang sedang tebar pesona. Entah dengan siapa. Eh? Entah dengan apa, dan yang mana. Makin bingung ya. Ah, sudahlah. Lupakan ular keket itu.

Sisi kiri dan kanan sedang bermekaran melati dan diselingi dengan mekarnya mawar berwarna merah, kuning, hijau. Hijau? Tidak ada mawar berwarna hijau, mungkin daunnya yang hijau. Oke, skip. Mungkin mawar berwarna putih. Beberapa ada yang masih berupa kuncup. Di dinding sisi kiri dan kanan pun terlihat kaktus dengan bunga yang mekar tak beraturan di batangnya. Beberapa kumbang dan kupu-kupu terbang tak tentu arah di sekitarnya.

Mereka semua terlihat cantik dan mempesona. Kulihat semua dari tiap sudut. Tidak ada yang kurang. Sempurna. Lalu kulongokkan kepalaku melihat ke atas. Matahari pun bersinar sempurna. Indah cahayanya. Walaupun indah tapi cahayanya tidak dapat kurasakan. Tertutup dedaunan pohon jambu biji yang sangat rimbun. Seekor kupu-kupu datang menghampiriku. Aku berusaha tersenyum semanis mungkin. Dia hanya melihatku sebentar kemudian terbang ke arah lain. Wajahku langsung sendu.

 

***

 

Siang ini begitu terik. Sudah seminggu matahari menyengat seperti ini. Hujan pun belum ada singgah ke bumi. Aku haus. Sedikit saja agar hilang dahagaku. Sedikit saja. Malam menjelang pagi pun berharap akan embun sangat susah kudapat. Aku menangis. Namun setetes pun tidak ada air mataku.

"Hei, jangan menangis."

Ada yang menegurku. Yang kulihat hanya tiga ekor kupu-kupu sedang mengitari bunga matahari. Lalu aku melamun lagi. Meratapi untuk apa aku di sini dan hidup dalam keadaan seperti ini. Hidup memang untuk kemudian mati. Akan tetapi bukan hidup seperti ini juga yang kuinginkan. Tolong. Lihatlah aku. Aku masih ingin hidup. Aku menangis lagi.

"Hei, jangan menangis."

Lagi-lagi suara itu. Tapi aku sudah tidak sanggup lagi untuk melihat apapun. Aku lelah.

 

***

 

Sudah lebih dari dua minggu matahari memberikan sinarnya yang terik. Aku sudah sangat lelah. Tubuh dan tanganku terkulai lemah. Dahagaku tak berujung. Bahkan hujan pun berkhianat padaku.

Suara ngengat terbang di sekitarku. Apakah dia datang lagi mengunjungiku? Aku tidak sanggup membuka kelopak mataku. Seluruh tubuhku lemas. Ngengat itu masih terus terbang di sekitarku. Tiba-tiba kurasakan tubuhku disentuh sesuatu. Ya, ampun. Ngengat itu bertengger di tubuhku. Apa yang sedang dia lakukan? Seandainya saja aku tidak selemah ini, tentu aku akan banyak bertanya lagi seperti dulu dan kami pun bercerita panjang lebar tentang bagaimana keadaan di luar sana. Tentang bagaimana impianku. Kukatakan dulu padanya, bahwa jika aku mekar nanti, sosokku lebih indah dari pada mereka yang di sana. Tapi aku sekarang sangat lemah. Jangankan bercerita, melihatnya saja aku tidak kuat lagi.

Entah kusadari atau tidak. Aku tidak lagi merasakan kaki ngengat itu bertengger di tubuhku. Tidak kurasakan teriknya matahari. Tidak juga kurasakan dahaga yang tak berkesudahan ini. Aku terlepas begitu saja. Dan aku menangis untuk waktu yang sangat panjang.

 

***

 

Halaman itu terlihat berantakan setelah hujan badai tadi malam. Di sudut halaman ada beberapa dahan pohon jambu biji yang patah. Begitu juga dengan pohon belimbing yang rebah karena tertimpa dahan jambu air.

Dua orang keluar dari dalam rumah. Membenahi beberapa yang rusak serta menarik dahan pohon yang patah.

"Ya, ampuun. Sayang banget nih. Lihat nih, anggrek bulanmu, mati kekeringan. Sampai akarnya pun kering. Ditimpa pula sama batang pohon potnya. Hancur."

"Mana? Yaah, sayang banget. Padahal aku udah mahal-mahal belinya."

"Makanya disiram. Kalau aku sempat kemarin, semua bungamu kusiram."

"Itu laa. Sibuk kemarin. Sampai lihat tanamanku pun gak sempat. Coba lihat, mungkin masih bisa tumbuh lagi kalau akarnya masih..."

"Mana bisa lagi. Lihat nih, akarnya saja bisa dipatahi."

Seekor ngengat terbang di antara mereka. Ingin bercerita panjang lebar tentang sebuah keluh kesah dan impian yang sedikit terdengar olehnya.


(FLASHBACK) DARI TANAH TANDUS

  Blurb: “Kak Ineee. Kepala Rubi pusing, Kak.” “Bertahanlah, Rubi! Bukan sekarang saatnya!” Ine dan Rubi, dua gadis kecil yang ter...