Senin, 31 Januari 2022

KARAMNYA KAPAL DEDEMIT


 

 

Kisah kali ini kuambil dari tulisanku di event Nuram Marun yang diadakan setiap bulannya oleh penerbit Ellunar di Instagram. Sebenarnya judul ini sudah ada di event menulis selama sepuluh hari yang diadakan oleh KM Aksara di Instragram juga. Hanya saja, isi tulisannya berbeda jauh dari isi tulisanku di buku LIRIK YANG BERCERITA.


Why DEDEMIT?! Why?! Karena tokoh dalam kisah di tulisanku ini tingkahnya mirip setan, nggak ada bagus-bagusnya.

Jangan ditiru ya, zeyeeeng! Selain jadi tokoh manusia tak beradab di dunia fana ini, di alam kubur pun disiksa, di neraka pun nggak ada nyaman-nyamannya. Tahu yeeee, kenapeeee....

Dah laaa, kita langsung aja baca ceritanya, yuuuk! Cekidot ....

 

Eiiits!! Jangan lupa tarik napas dulu!

HHHH!!! 

 

               Kamar pengap dan lembap. Danar menghisap rokoknya dalam-dalam. Matanya kosong menatap layar laptop yang sedari tadi menyala. Segala tugas dan bahan ajar tidak lagi di kepala. Pikirannya melanglang buana entah ke mana. Sejak sang istri pergi meninggalkannya, hati lelaki itu terasa hampa.

                Tanpa sengaja, air matanya mengalir di pipi. Danar memeluk lutut, menunduk dan semakin keras dalam tangis. Suara lagu dari laptop terus mengalun. Membawa sebuah kisah yang sangat ingin dia lupa.

 

***

 

                "Maaf. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku khilaf. Kalau boleh, bisakah kita bersama lagi?  Bisakah kamu memaafkan kesalahanku, tanpa pernah mengungkitnya lagi?"

                Danar menatap istrinya dengan tatapan tidak percaya. Benarkah wanita ini mau kembali lagi padanya? Apalagi dengan segala perbuatan buruk yang telah dia lakukan? Akan tetapi, wajah manis dan raut sendu itu memang milik istrinya.

                Seketika Danar merengkuh tubuh di depannya. Memeluknya dengan erat dan tak ingin dilepaskan.

                "Kamu ada di mana selama ini?"

                "Aku nggak ke mana-mana."

                Danar mempererat pelukannya.

                "Tapi aku ... terlanjur melayangkan gugatan cerai dan kurasa surat itu sudah sampai di rumah."

                Seketika tubuh Danar bergetar. Dia melepaskan pelukkannya. "Maksudmu?"

  Wanita itu diam seribu bahasa. Seperti biasa, tidak banyak bicara dan memang tidak ingin bicara ataupun menjelaskan apa-apa.

                Emosi Danar mencapai ubun-ubun. Tanpa pikir panjang, telapak tangan lebarnya mengepal dan menonjok wajah sang istri. Sayangnya, pukulan itu menimpa angin dan mimik sendu sang istri perlahan menghilang.

                Danar terbangun dengan napas berat dan berpeluh hebat. Jantungnya bergemuruh cepat. Jemarinya meremas rambut dan memijat pelipis. Ternyata semua hanya mimpi.

 

***

 

                “Siapa dia?”

                 “Siapa apa?”

                 “Itu, yang tadi ngobrol denganmu di depan cafe tempat kita makan tadi.”

                  “Ooh. Itu tadi teman SMP aku.” Istrinya tertawa renyah. “Lucu ya? Kebetulan ketemu di mall, nggak nyangka rupanya tinggal di kota yang sama.”

                  Rahang Danar mengejang. “Jadi, karena sudah tahu tinggal di kota yang sama, kalian mau bertemu diam-diam? Tanpa sepengetahuanku?”

                  Istrinya mengerutkan dahi. “Ya nggak laa. Aneh-aneh saja pikiran kamu, Mas.”

                  “Aneh apanya?” Danar menarik tubuh istrinya yang akan masuk ke kamar, ingin mengganti pakaian dari mall tadi.

                  Istrinya menepis tangan Danar. “Ish. Apaan, sih, Mas? Kok kasar banget. Tiba-tiba juga ngomong hal yang nggak penting.”

                  “Siapa bilang nggak penting? Ini penting!”

                  “Penting apanya?” Istrinya berusaha menahan emosi, tidak ingin ikut larut dalam kecemburuan Danar yang sudah menjadi makanan sehari-hari bagi rumah tangga mereka yang baru berjalan dua tahun.

                  BUGH!

                  “Aagh!”

                  Tinju Danar tepat mengenai pelipis istrinya. “Jadi, kau anggap perasaanku tidak penting?”

Istrinya masih bingung ke mana arah pembicaraan Danar. Wanita itu terduduk kaku di depan lemari sambil memegang pelipisnya yang masih terasa sakit. Namun, belum sempat dia bangkit, Danar langsung menarik tubuh istrinya dan menghempaskan wanita itu ke atas ranjang.

                  “Kau anggap apa aku? Hahh?! Kau kira selama ini aku tidak mengintaimu? Sok ramah terhadap semua orang. Itu baru hal yang nggak penting!”

                  Tinju Danar kembali melayang ke wajah istrinya. Hanya saja, kali ini, istrinya berhasil menutupi wajah dengan kedua lengan dan berusaha lari ke luar kamar.

                  Danar berhasil menarik rambut istrinya. “Nggak semudah itu kau pergi dariku.”

                  Bantuan datang dari mertua dan adik Danar setelah istrinya berteriak meminta tolong.

                  Seminggu kemudian, istrinya pamit pergi ke pasar dan tidak pulang sampai sekarang. Danar menyalahkan ibunya di rumah yang tidak memantau kegiatan sang istri selama dia bekerja.

                  Dua hari setelah istrinya pergi, pihak keluarga sang istri dan keluarga Danar datang ingin menyatukan mereka lagi. Namun, istrinya tetap meminta pisah.

                  Bagaimanapun upaya Danar untuk bersatu kembali tidak ditanggapi oleh istrinya. Padahal lelaki itu berjanji akan berubah. Akan tetapi, dia terus bertanya, kenapa dan mengapa? Berkali-kali istrinya menjelaskan semua alasan itu, tetapi selalu gagal. Danar merasa sulit mencerna di balik setiap kalimat yang coba dijelaskan istrinya. Atau mungkin, apa yang dijelaskan saat itu adalah hal yang sebenarnya masuk akal. Namun, karena hati dan pikiran Danar yang terlalu kacau membuat semua penjelasan itu seolah-olah selalu mentah, tidak bisa diterima akal sehatnya.

                  Sejak itu, pikiran Danar semakin kacau. Lelaki itu mulai kehilangan arah. Apa pun yang dilakukannya selalu menemukan jalan buntu. 

 

***

 

                 Lelaki itu duduk di dekat tanaman hias cafe. Tempat itu sengaja dia pilih agar tidak ada seorang pun yang mengenalnya datang menyapa. Namun, siapa sangka, ternyata dia melihat keberadaan istrinya di sana dengan seorang pria. Hatinya panas membara. Kecemburuan merobek hati dan pandangan mata. Tidak dilihatnya lagi wanita lain yang juga duduk bersama sang istri di sana.

                Tidak lama kemudian, beberapa orang datang dan duduk bersama mereka. Suasana cafe riuh dan terlihat istrinya tertawa bahagia. Wanita itu semakin cantik dan terlihat muda. Otak Danar mulai berpikir secara rasional. Jangan sampai aku jadi gila, begitu pikirnya.

                Akan tetapi, memang dia sudah gila. Di rumah pikirannya kembali membayangkan tawa dan senyum sang istri. Sempat terbersit di pikiran lelaki itu, bagaimana jika dia berlari ke sana dan membawa wanita itu pergi.

                Sementara itu, asap rokok kembali memenuhi ruangan pengap dan lembab. Lagu dari laptop terus-menerus bersuara. Ada kilatan aneh di matanya dan pikiran buruk terbersit begitu saja. Danar mulai mengetik sesuatu. Mencoba meyakinkan diri tentang hal yang harus dia lakukan.

 

***

 

                Danar menghisap rokoknya semakin dalam. Dinding di atas ranjang telah dipenuhi noda darah. Pintu digedor dari luar dan beberapa keluarganya berteriak-teriak atas aksi yang telah dia lakukan.

                Musik itu terus bersuara dari laptop yang masih menyala. Danar melangkah menuju tubuh istrinya yang bersimbah darah. Dikecupnya kening, pipi dan bibir dari tubuh yang mulai dingin itu.

                "Maafkan aku, Sayang,“ bisiknya

                Tadi pagi, Danar sengaja menghubungi istrinya. Ada berkas yang harus ditandatangi oleh wanita itu. Dia berbohong agar bisa bertemu dengannya. Berharap bahtera rumah tangganya utuh kembali. Wanita itu tetap miliknya. Dia tidak akan rela jika wanita itu dimikiki oleh orang lain.

                Suara pekikan terus-menerus tiada henti dan kampak mulai bertalu dari balik pintu. Danar meraih selasar yang berdarah itu. Melumatkan bibir istrinya dan ....

                DOOR!!

 

... 🎵 karamnya cinta ini tenggelamkanku di duka yang terdalam, hampa hati terasa kau tinggalkanku meski kutak rela,

salahkah diriku hingga saat ini, kumasih mengharap kau 'tuk kembali?

mungkin, suatu saat nanti kau temukan bahagia meski tak bersamaku, bila nanti kau tak kembali, kenanglah aku sepanjang hidupmu 🎵 ...


====FIN====


Gimana? Gregetan nggak, jika punya teman atau orang-orang dekat yang seperti Danar? Atau, empati dengan keadaan istri Danar?


Percayalah! Ada banyak manusia seperti Danar di sekitar kita. Mungkin tetangga, rekan sejawat, bahkan bisa saja tumbuh dan berkembang di dalam keluarga besar kita. 


Bunga kaleeee, tumbuh kembang! 

Intinya, iman! Jika ada iman di dalam hati seseorang, tentu tidak akan ada Danar-Danar di muka bumi ini.

Yap! Semoga kisah kali ini dapat dinikmati ya, dan membuat kita semua selalu melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang.

Wassalamualaikum!


Senin, 24 Januari 2022

ROMANSA VS HOROR-THRILLER



Romansa

 

            Tahun 2021 kemarin, aktivitas yang biasa ini ditutup dengan terbitnya novel pertamaku yang bergenre keluarga-drama-romansa dengan judul KEMBARA LINTAS JIWA. Aku ambil setting di pertengahan tahun 90-an, dengan permasalahan sederhana, konflik sederhana hingga penyelesaian yang sederhana juga,

            Bukan hal yang mudah untuk menyelesaikan genre yang jauh dari kebiasaan tulisku. Otakku sempat keriting kribo memutar setiap diksi yang harus tertuang di lembaran kertas buram.

 

            Ada hari-hari saat aku ingin menyerah saja. Akan tetapi, berkat peraturan yang mengharuskan menulis dalam sejumlah kata perharinya, naskah itu pun akhirnya selesai juga. Hanya saja, semua hal itu membuat aku menulis dalam tekanan.

            Seorang teman mengatakan padaku, bisa jadi hasilnya nanti akan kurang maksimal.

            Dan harus kuakui, benar prediksinya. Aku merasa hasilnya kurang maksimal. Namun, di satu sisi, aku merasa puas. Ternyata, menulis di bawah tekanan itu memiliki sensasi tersendiri.

 

            Cerita di novel ini tentang seorang gadis, Rania, yang koma dalam waktu lama karena kecelakaan. Pergolakan terjadi dalam keluarga meski gadis itu telah pulang ke rumah walau masih dalam keadaan koma.

            Kediktatoran dalam keluarga besar dari sisi ayahnya pun ikut andil dalam permasalahan hidup Rania, hingga gadis itu harus berjuang sendiri untuk memilih hidup atau mati.

 

            Baiklah! Kita simak saja cuplikan isi naskahnya, eaaaa ....

 



 

Horor-Thriller

 

            Alhamdulillah, awal tahun 2022 ini pun akhirnya terbit juga novel keduaku yang berupa antalogi dengan judul 30 SHADES OF DARKNESS. Sesuai judulnya yang tertera angka 30, isi buku ini juga ada sebanyak 30 tulisan. Semua anti drama.

            Maklum, hidupku sendiri sudah cukup drama, jadi buat apa nambah-nambah drama dengan aku menulis genre drama. Ehehe.

 

            Hampir sama dengan novel KEMBARA LINTAS JIWA, novel ini juga kujalani dengan menulis setiap hari di bawah tekanan.

            Apakah tekanan bisa jadi penyemangat? Entahlah. Aku pun nggak merekomendasikannya. Seperti temanku bilang, hasil pasti kurang maksimal. Dan sekali lagi kukatakan, EMANG IYA!!

            Jadi, jangan sekali-sekali menulis di bawah tekanan jika tidak mampu mengatasi kondisi diri. Nanti berujung kecewa.

 

            Yaaa, meskipun diberikan beberapa hari waktu untuk merevisi dan mengedit, tetap saja hasilnya masih kurang maksimal. Menurutku, sih.

 

            Naskah ini bercerita tentang kita. Eh? Bukan! Kita? Siapa lo? Apalagi aku? Halaah!

 

            Sudahlah! Ini, nih, blurb isi naskah! 👇

 

            Sejatinya manusia pasti memiliki ketakutan. Ketakutan yang seharusnya tidak perlu ditakutkan.

 

            Dan manusia tidak bisa jauh dari kata TAMAK. Ya, ketamakan manusia yang terkadang mengabdikan dirinya kepada hal yang fana. Meski, tidak semua manusia.

 

            Tuhan memang menciptakan dunia manusia dan dunia jin bergandengan. Namun, semua ada batasannya. Sudah jelas-jelas jika Tuhan mengatur segala urusan semua yang ada di alam semesta ini tanpa terkecuali. Inilah salah satu kebesaran yang dimiliki oleh-Nya.

 

            Kelamnya hati, dendam, iri, dengki, banyak mewarnai hati nurani. Hingga sering mencari jalan seenaknya sendiri.

 

            Apa yang mereka dapat akhirnya? Tidak ada apa-apa. Hanya sesal atas jalan kesesatan yang telah terjadi. Sungguh, sia-sia hidup mereka!

 

            Naudzubillahimindzalik.

 

            Diangkat dari beberapa cuplikan hidup, buku ini bergenre horor-thriller yang berisi kiasan atas jiwa-jiwa manusia yang paling dalam.

 

            Ok dah! Kita intip sedikit ya, cuplikan naskahnya!

 



 

 

            Kedua novel ini masih bisa dipesan ya, mba/sist/jeng/kak/bang/mas/bro.

            Kita tunggu konfirmasinya. ^_^

 

            Terima kasih telah singgah di mari! 🙏🏻

 

(FLASHBACK) DARI TANAH TANDUS

  Blurb: “Kak Ineee. Kepala Rubi pusing, Kak.” “Bertahanlah, Rubi! Bukan sekarang saatnya!” Ine dan Rubi, dua gadis kecil yang ter...