Ada
hal yang paling menyebalkan dari menunggu. Biasanya apa? Menahan kantuk. Apa
lagi? Lapar. 😒
Akan
tetapi, ada juga beberapa hal yang sering kita lakukan ketika menunggu.
Hmmm.
...menunggu
ada kalanya terasa mengasyikan, banyak waktu kita miliki untuk berpikir...
Namun,
...menunggu
lebih terasa beban yang membosankan, banyak waktu kita terbuang tergilas
cuaca...
Begitu
kata Pak Ebiet G. Ade di lagunya Tatkala Letih Menunggu.
Jika
memungkinkan, bisa saja bolak-balik scroll ponsel demi membuang
kebosanan. Mungkin juga sekedar bermain game, menamatkan level atau menikmati
panen online di ponsel. Atau bahkan, ada juga yang sekedar ber-say
hello dengan entah siapa di ruang chating ponselnya. (Aku kenal
dengan orang yang tipe begini soalnye) 😂
Ayoklah
kita lihat aja apa isi cerita ini.
***
Aroma
khas menyeruak ketika Nuri melangkah masuk ke ruang tunggu puskesmas. Dandanan
asri yang terpampang di depan sedikit mengobati jenuh hati.
Setelah
mencuci tangan dan meletakkan kartu di bagian administrasi, Nuri memilih duduk
di pojok. Hari ini tidak begitu ramai. Cuaca mendung, yang seharusnya lebih
nyaman jika berada di balik selimut, melanjutkan mimpi yang tertunda tadi
malam.
Terusik
dari lamunan, Nuri menghela napas sekuatnya. Di depannya seorang pria jompo
duduk termenung. Sendiri. Menatap sendu lalu lalang yang berlalu dengan waktu.
Entah apa yang ada dipikirannya. Mungkin sekedar mencetus ketus tentang si
sehat yang berjalan jumawa.
Di
sampingnya duduk pula seorang pria paruh baya, yang sedari tadi asyik menatap
layar ponsel. Sesekali sudut bibirnya miring ke atas, antara tersenyum dan
mencibir.
Beberapa
terduduk menunduk, menunggu sampai terkantuk-kantuk. Gerimis di luar semakin
liar. Nuri menutup mulut, menguap. Kardigan tipisnya tidak mampu menghangatkan
tubuh kurus itu.
Hampir
dua jam menunggu, akhirnya tiba giliran wanita itu duduk menghadap seorang
dokter yang matanya sedikit sayu.
"Mau
dirujuk ke mana ini, Bu?" Matanya tetap melihat berkas di meja dan
sesekali jari gemuk itu menelusuri layar laptop.
"Yang
terdekat saja dengan alamat rumah, Dok."
"Hmmm.
Baiklah. Ibu bisa menunggu kembali untuk waktu sejam atau dua jam?"
"Kenapa,
Dok?"
"Jaringan
kita sedang lelet hari ini, Bu. Kalau Ibu keberatan menunggu, bisa diambil
besok saja suratnya. Bagaimana?"
Akhirnya
setelah berbasa-basi sedikit, Nuri pulang dengan dongkol hati. Rencana hari ini
tidak sesuai dengan ekspektasi. Ya, sudahlah! Begitu kata Bondan Prakoso. 😂
***
Hari
ini kembali Nuri menunggu di depan counter costumer service di sebuah
bank terkemuka. Agak berbeda di dua hari sebelumnya, hari ini lumayan ramai.
Nomor antrian juga cukup jauh. Pendingin ruangan yang dingin semakin dingin.
Apalagi ditambah udara dan cuaca di luar yang masih dingin setelah hujan
semalaman.
Seperti
biasa, beberapa nasabah tertunduk, tekun menatap layar ponselnya. Seakan-akan
sedang serius menjawab seluruh soal pilihan berganda. Nuri pun tak mau kalah.
Dengan segala macam pikiran, jarinya mulai merajut kata.
Hmmm?
Sialnya, pendingin ruangan membuat konsentrasinya pecah. Dinginnya semakin
dirasa jadi masalah. Antara lain, jari tangan mengkerut juga mati rasa, perut
bersuara tanda sudah waktunya, ditambah lagi dengan air putih yang diminum
setengah liter tadi pagi mulai tercerna.
Tidaaaak!
Tahan dulu! Bukan waktunya untuk semua itu. Hhhh! Syukurlah cuma buat isi
cerita. Kalau tidak, sulit ah membayangkannya. 😂
Namun,
tidak untuk seorang yang menunggu di sudut dekat tangga. Sepertinya wanita itu
terlihat gelisah. Berkali-kali menatap ponsel dan memainkan kedua kakinya.
Kemudian, mulai memeriksa isi tas sandangnya. Setidaknya ada hal yang bisa
membuat seluruh tubuh itu sedikit bergerak.
Empat
lima orang telah berlalu dan pulang. Masih ada banyak yang tergantikan. Nuri
duduk di tengah counter, sedang memberi penjelasan tentang alamat yang
perlu diubah.
"Harus
sesuai dengan kode pos, Bu. Kalau tidak, server di sini tidak mau
menerima."
"Saya
tidak ingat berapa kode posnya. Tetapi, kemarin anak saya ketik nama kelurahan,
otomatis muncul dengan sendirinya tuh kode pos."
"Kalau
gitu kita coba lagi ya, Bu." Mbak costumer service itu pun
menggeser layar PC di depannya agar terlihat oleh Nuri.
Ada
banyak pilihan dan lokasi tempat tinggal Nuri tercantum di sana.
"Itu
ada, Mbak."
"Oh,
iya, Bu. Kemarin tidak muncul karena ketik kecamatannya saja. Ternyata ada
beberapa di sini. Jadi, yang mana yang mau dipakai, Bu?"
Nuri
menunjuk tiga kata terakhir dari bawah. Tidak sampai lima menit, buku rekening
baru pun telah wanita itu terima. Sambil tersenyum manis, entah untuk siapa,
dia melangkah keluar dan berjalan dengan santainya.
***
Kantor
imigrasi terlihat lengang. Padahal sebelum virus mengerikan datang meraja,
tempat ini seperti ikan pepes. Berdesak-desakan ingin segera sampai di barisan
terdepan. Seperti yamaha, selalu terdepan. Kasihan yang lainnya. 😂
Okelah!
Kali ini Nuri duduk manis menunggu yang terkasih berjuang sendiri. Pelan dan
pasti, wanita itu harus merelakan anaknya melakukan semuanya sendiri.
Pikirannya kembali ke satu sisi.
Mengingat
kenangan indah juga lucu masa kecil mereka, Nuri tersenyum membayangkannya.
Masa itu semakin jauh dan dia sangat rindu menggapai tubuh-tubuh mungil anak
lelakinya. Sifat nekat wanita itu yang membawa mereka menggunakan motor ke
kampung halamannya cukup membuat jantung berdesir. Walau jarak tempuh sampai
dua jam, namun, rasanya sangat menyenangkan.
"Abang
kalau ngantuk bilang ya? Biar mama berhenti sebentar."
"Iya."
"Pegang
pinggang mama kuat-kuat ya."
"Iya."
Namun,
saat itu, demi keamanan mereka bertiga, Nuri membawa kain panjang dan mengikat
tubuh anak-anaknya ke pinggang.
Bukan
hanya itu saja. Nuri terkadang membawa mereka liburan ke pantai. Menikmati
deburan ombak dan berlari ketika dikejar buihnya.
Aaah!
Waktu berjalan begitu cepat.
Ma,
disuruh ke dalam. Langsung ke teler 4.
Tergopoh-gopoh
Nuri menelusuri koridor setelah melihat pesan dari ponselnya. Sekedar bertegur
sapa dan menjaga kesopanan bertanya tentang arah. Lalu, tampak di depan wanita
itu, seorang pemuda rupawan yang siap menggapai seluruh mimpi-mimpinya. Dengan
latar yang sama, seorang pemuda gagah yang ikut andil membawa mimpi-mimpi masa
depan mereka. Apalagi yang kupunya, kalian berdualah hartaku yang paling
berharga. Cepat sekali waktu membuat kalian tumbuh menjadi dewasa.
***
====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar