Minggu, 10 April 2022

SEGELINTIR KISAH ANAK LELAKIKU

 

Hening. Sepi di sekelilingku. Hanya terdengar nyanyian angin malam. Betapa damai tinggal di dusun ini. Mengalirlah segala cinta kasih. Sesekali ingin kuajak engkau datang menikmati rembulan bersinar.

Bening. Polos bola matamu membasuh segala luka di dalam jiwa. Engkau yang hadir bersama kesegaran seperti salju yang turun di musim dingin. Segera engkau dapat dengar nyanyian alam. Di dusun ini semua indah, tenteram.

 

      Maukah kalian mendengar sepenggal ceritaku? Ceritaku ada liku terselip sembilu. Tapi ini bukan tentangku, ini tentang hartaku yang paling berharga, para lajangku. Rasanya baru kemarin aku timang. Dan cerita ini terkhusus buat dua lanang.

          Yap! Kanak-kanak mereka berirama. Pasang surut yang kadang sering singgah menggoda. Bagiku biasa. Memang masanya bermain dan bercengkerama. Kadang terbawa ke dimensiku. Mengajak ke masa yang telah jauh lebih dulu kutempuh. Kening mereka berkerut ingin tahu. Salah satu sisi yang kusuka selalu.

        Yap! Remaja mereka banyak luka. Sering kubawa ke arah yang tidak pernah terduga. Mengarungi bukit-bukit kecil serta pantai berombak agar sejenak terlupa. Kami sama. Bertahan dan berusaha menjaga. Menjaga perasaan yang lain tanpa kami tahu perasaan kami pun terluka. Ingin mereka begini. Inginku begitu. Tetap saja, tujuan kami sama. Dan itu semua bukan kemauan diri. Keadaan yang memaksa.

 

          Kisah yang ingin kulupa. Saat di mana luka mereka menganga. Entah aku bisa apa. Mereka bernaung di bawah kediktatoran. Hanya bertahan dan tertahan, tanpa mampu melawan. Saat itu mereka tawanan yang jika melawan segera mendapat kepalan tangan.

          Iyap! Kini usia mereka mulai beranjak. Namun, bagiku sosok mereka tetap kanak. Hingga mereka berhasil melewati segala onak. Berdiri bersama mereka saat ini dengan rasa haru sampai dagu mendongak. Dan mereka sadari bersama, saatnya bersorak. Karena telah melewati liku yang berserak.

          Hhhh! Kali ini aku bagikan bahagia karena Allah yang berperan. Walau masih jauh perjalanan. Dan mungkin bukan berharap happy ending. Namun, insyaa Allah buat mereka bisa menjadi awal yang happier beginning. 

          Dan di sinilah kami bertiga. Menjalani hidup dengan segala versi yang kami punya. Menuju arah legawa. Karena memang begitulah seharusnya. 

 

Senyap bagai dibasuh embun, musik pepohonan mengiringi istirah. Marilah bersamaku pecahkan makna. Memgembara hanya sekedar pertimbangan. Kembali dan peluklah tanah pusakamu. Di dusun ini mestinya bersemi cintamu.

Cintaku terhadap negeri ini 'kan kuturunkan padamu. Semburat sinar merah keemasan, gugusan senja di batas cakrawala. Marilah kutunjukkan agung tanah leluhur, Anakku.

Untuk anakku tercinta!

(Ebiet G. Ade)

 

 

 

 

          Assalamualaikum!

 

          Itu tadi sepenggal kalimat yang mirip puisi dan berirama. Ditambah senandung indah milik penyanyi idola. Sengaja kuangkat kembali demi mengenang kisah lama. Kisah lama yang gak akan aku lupa dan banyak pembelajaran di dalamnya.

 

          Tahun ini Allah ijabah doaku yang lain. Tentang perjalanan anak lelakiku menuju masa depan. Merantau, mengais impian.

 

          Sebagai seorang single parent, perjalananku pun baru saja dimulai. Gak ubahnya seperti anak lelakiku, aku juga harus berjuang hidup untuk menunggu mereka kembali di sini. Di tempat impian kami nanti.

 

          Meski sebagai perempuan aku gak begitu mengerti bagaimana pemikiran seorang lelaki. Namun, di satu sisi, aku berharap dan selalu mencoba mengerti tentang langkah dan kemauan mereka tentang masa depan. Mengajari mereka bertindak sebagaimana seorang pemimpin nantinya. Mendukung apa pun yang bisa membuat mereka menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih bijak lagi. Pun mnendampingi mereka memperbaiki diri agar terus berusaha menjaga kewarasan dan mengokohkan keimanan di dunia yang semakin gila serta renta ini.

 

          Di awal kalimat yang mirip puisi di atas tadi, kukisahkan sedikit tentang perjalanan hidup mereka. Perjalanan panjang menuju kedewasaan hidup untuk bersikap, berpikir dan bertingkah laku layaknya lelaki sejati.

 

          Mungkin gak ada bedanya dengan kebanyakan anak-anak lain, yang juga pasti banyak melewati onak duri kehidupan sebelum melihat kedua orang tuanya berpisah. Begitu juga dengan anak lelakiku. Pasti pun ada banyak luka yang tersimpan rapi yang gak mungkin mereka ceritakan padaku.

 

          Yaah, begitulah. Gak usah berpanjang lidah, eh, maksudnya berpanjang ketikannya. Nanti berujung curhat. 😅

 

          Itu semua sudah menjadi bagian dari sejarah kehidupan kami, khususnya anak lelakiku. Semoga kelak ketika mereka menjadi seorang pemimpin, pemikiran dan sikap mereka sudah lebih bijak dan lebih tertata dalam menerapkan berbagai realita.

 

Wassalamualaikum.

 

 

 

 

36 komentar:

  1. Memang begitulah seni menjadi orang tua ya Bund.
    Tiap periode selalu meningganlkan kesan
    semoga anak2 tumbuh jd anak baik

    nurul https://bukanbocahbiasa(dot)com/

    BalasHapus
  2. Mengantar anak-anak ke gerbang kedewasaan dan mereka melanjutkan kehidupannya.

    Saya sedang menuju masa itu, Mbak ... si sulung masih kuliah sih tapi di kepala saya sudah macam-macam yang melintas dan ingin sekali bisa mengarahkan dan mendampingi mereka selalu dalam jalan Allah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insyaa Allah, mbaa, semoga mba dikasih kemudahan dalam menjalaninya ya, aamiin

      Hapus
  3. Anak bujangku juga sudah kuliah dan terpisah jarak ini mba. Semoga anak-anak kita bisa menggapai impian dan tujuan hidup mereka, amin.

    BalasHapus
  4. Aamiin..semoga kedua anak lelakinya tercapai cita-citanya. Doa yang terbaik untuk Ibunda dan kedua ananda. Sehat dan selalu semangat, Allah ijabah segala doa, Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insyaa Allah, aamiin ya Rabb, doa yang sama buat mba Dian 🤗

      Hapus
  5. Doa yang terbaik untuk kesuksesan anak-anaknya ya, mbak

    BalasHapus
  6. Jadi terharu..apalagi saya juga punya anak bujang...

    BalasHapus
  7. saya pun nantinya juga akan mengalaminya, melepas anak bujang untuk menentukan masa depannya sendiri, saat ini kami hanya bisa emmberinya bekal untuk masa depannya kelak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, semua emak-emak emang harus melewati fase ini ya

      Hapus
  8. MashaAllah~
    Aku dulu berpikir, saat yang paling nyaman bagi orangtua adalah ketika anak-anak sudah dewasa dan kita berhasil mengantarkan ke gerbang kemandirian. Tapi ternyata ada episode kehidupan yang harus dilewati dengan penuh doa dan restu orangtua begini.

    Semoga masa-masa ini menjadi indah pada waktunya yaa, kak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama, mbaa, ternyata ketika anak-anak udah dewasa semua baru saja dimulai

      Hapus
  9. Tantangan para orangtua dalam mendidik anak memang penuh, sama halnya kita mendidik diri kita, penuh liku juga. Thankyou gor sharing, mba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener, mbaa, lebih berat mendidik diri sendiri sebenarnya 😭

      Hapus
  10. Dan tidak terasa mereka sudah besar-besar ya Mbak. Sudah merantau. Perasaan baru kemarin mereka lahir, huhuhu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahahaha, iya, mbaa, malah kangen masa kecil anak-anak jadinya

      Hapus
  11. Biarpun sudah beranjak dewasa, anak-anak tetaplah anak-anak bagi orang tuanya. Sweet banget memang para orang tua ini, kasih sayangnya nggak berubah sampai anak-anak bahkan udah ngasih cucu pun. Hehe. Semangat mendampingi anak-anak, Bunda..

    BalasHapus
  12. Pertama, salut pada Mbak seorang single parent dalam membesarkan anak. Pastinya banyak perjuangan. Semoga sang anak menjadi pribadi yang mandiri namun tetap mengingat dan berbakti pada ibunya.

    BalasHapus
  13. Merasakan kegalauan ini. Padahal anak masih kecil, tapi membayangkan sesuatu yang belum terjdi kadang membuat diri ini merasa kok begitu cepat, nanti aku dengan siapa? Setiap orang sejatinya butuh kesiapan (entah rela atau tidak) untuk hidup sendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama, mbaa, aku dulu juga gitu kok, takut banget anak-anakku salah jalan,
      Tapi ternyata kecemasan emak tu emang selalu berlebihan ya 😅

      Hapus
  14. Menjadi single parent emang berat mbak, aku melihat sosok ibuku yang sejak 20 tahun yang lalu harus mendidik saya dan kedua adik laki-laki saya. Tetap semangat ya mbak, semoga doa dan harapan mbak untuk anak lelaki mbak terwujud

    BalasHapus
  15. Salut mba
    Menjadi single parent tidak mudah
    Semoga selalu Allah mudahkan

    BalasHapus
  16. Kok kaya kembali ke masa lalu akunya juga. Kebetulan mengalami hal yang sama, saat ini lagi belajar memaafkan supaya bisa lepas dari inner child negatif. Kalau aku tahu menyimpan luka bisa begini menderitanya di masa ini. Dulu aku ceritakan saja pada ibuku, apa-apa yang kurasakan. Biar bisa dibantu untuk melewati dengan baik. Hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Duuh, berat lho, mbaa, disimpan sendiri. Rasanya begitu nyesek di hati. Kadang bingung mau ngapain,
      Semoga mba Sukma mulai bisa memaafkan masa lalu ya 🥺

      Hapus
  17. Salut mba dengan perjuangannya. melepas anak merantau itu tdk mudah tp akan banyak pelajaran, pengalaman, dan wawasan yang didapat serta melatih kemandirian

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener, mba Nunu, kadang takut juga mreka salah jalan, tapi itulah gunanya seorang ibu ya, terus mendoakan kebaikan anak-anaknya

      Hapus
  18. membesarkan anak pastinya merupakan salah satu perjuangan yang berat ya, mbak bagi orang tua. apalagi single parent pastinya lebih berat perjuangannya. Dan tentunya kita semua berharap anak-anak kita nanti bisa tumbuh menjadi sosok yang berbudi luhur

    BalasHapus
  19. Insyaa Allah, aamiin ya Rabb

    BalasHapus

(FLASHBACK) DARI TANAH TANDUS

  Blurb: “Kak Ineee. Kepala Rubi pusing, Kak.” “Bertahanlah, Rubi! Bukan sekarang saatnya!” Ine dan Rubi, dua gadis kecil yang ter...