Minggu, 27 Maret 2022

BELAHAN JIWA

 

Assalamualaikum. Apa kabarnya, zeyeeng? Bertemu lagi kita di cerita dalam tulisan. Cerita singkat, padat dan ada sedikit makna yang tersirat.

 

Kali ini aku mengisahkan tentang isi cerita yang pernah terpilih dalam antalogi novelet tahun 2021 dari suatu event di penerbit AutumnMapleMedia. Meski dalam bentuk novelet, bukan mudah menyelesaikan isi tulisan tersebut. Ada banyak ending yang ingin kusampaikan di akhir cerita. Namun, tetap saja berakhir miris. Aku pun harus memilih ending yang bagaimana. Masalahnya, TIDAK ADA ENDING.

 

Hah? Gimana? Masak ada cerita yang gak ada ending?

 

Skip!

 

Oke! Event ini terbilang menantang. Gak banyak yang lolos seleksi. Yang terpilih hanya dua belas penulis. Alhamdulillah, aku beruntung masuk nominasi dan mulai open order dari bulan April 2021 kemarin. Ada rasa kepuasan tersendiri buatku. Sedikit lagi untuk bisa mendekati karya solo dan mulai melirik lagi novelku yang mulai berjamur.

Novel mini alias novelet ini berupa antalogi yang berisi empat tulisan dalam satu buku. Ada 3 buku yang diterbitkan. Buku pertama, Sweet Chaos, buku kedua, Blood, Sweat and Tears, sedangkan buku ketiga Lemon.

 

Naaaa, tulisanku ada di buku kedua, ber-genre thriller. Judulnya tetap sama dengan judul tulisan yang sudah pernah  ku-upload di blog sekitar tahun 2020, Belahan Jiwa. Hanya saja, di blog yang lalu masih bersambung dan gak kuselesaikan karena ikut serta di event AutumnMaple.

 

Baeklah! Cukup basa basi yang semakin basi ini. Aku tampilkan dua bab saja dulu. Selanjutnya kita munculkan lagi di minggu berikutnya.

 

Cekidooot ....

 

 

 

 

BELAHAN JIWA

 

PROLOG

 

          Wajah pucatnya terperanjat begitu mendengar suara derungan kendaraan yang baru saja tiba. Benda runcing di tangannya kembali dia selipkan ke balik celah kusen jendela. Dia pun kembali dengan posisi semula di ruangan tempatnya selama ini berada.

 

          Matanya terpejam. Detak jantung belum sepenuhnya pulih. Ditariknya napas dalam-dalam dan dihembuskan secara perlahan. Berulang-ulang sampai detak jantungnya kembali normal.

 

          Terdengar anak kunci diputar. Sekejap suara deritan pintu yang menyayat terdengar. Berkali-kali sudah dia dengarkan, akan tetapi tetap saja terasa ngilu ketika terdengar di telinga. Suara langkah kaki dari sepatu yang berat mulai mendekati. Ada belaian lembut di kepala yang kemudian disusul dengan kecupan hangat.

 

          "Jangan lupa dimakan ya, Sayangku, Lara."

 

          Langkahnya mulai menjauh setelah meletakkan kotak makan siang di samping ranjang tempat Lara berbaring.

 

Part 1 : Bukan Sekedar Pasrah

 

          Lara terbangun setelah mendengar suara dengkuran di sebelahnya. Tubuh wanita itu sakit semua. Matanya mulai mengerjap membiasakan pandangan dalam ruangan yang gelap. Selimut dia sibakkan separuh, ingin bangun dan minum. Namun, niat itu dia urungkan. Tubuhnya telanjang.

 

          Dengkuran di sebelahnya terus berirama, tidak berhenti. Wanita itu menatap langit-langit yang gelap. Apakah sudah terlalu lelah sehabis menggagahiku? Cih! Bila diingatnya lagi, kemarahannya dan rasa jijik kembali mencapai ubun-ubun. Ingin meluluhlantakkan semua yang ada di depan mata.

 

          Lara menggeser tubuhnya ke kiri dan meraba kursi di bawah jendela. Gelap ruangan membuatnya sulit untuk melihat. Seingatnya lelaki jahanam itu melempar semua pakaiannya ke sana. Ada! Lara berlari kecil dengan menjijit menuju kamar mandi sambil menggendong pakaiannya. Di sana wanita itu menyikat habis-habisan seluruh tubuhnya. Air matanya telah kering. Hanya sinar kebencian dan perasaan jijik yang terpancar di sana.

 

          Entah sudah berapa hari Lara di sini. Jika menghitung hari sudah lebih dari dua minggu. Namun, tak terhitung saat-saat dia tidak sadarkan diri. Jika sudah begitu dia terlupa sudah hari ke berapa saat ini. Hal itu terjadi jika dia menolak napsu bejat lelaki jahanam itu. Mulut wanita itu akan dibekab dengan kekuatannya sampai Lara tidak sadarkan diri.

 

          Air dingin membuat tubuh Lara menggigil. Namun, dia harus melakukannya. Dia merasa kotor dan menjijikan. Entah bagaimana nanti yang akan dia katakan kepada suaminya. Seseorang jahanam telah menculik dan berkali-kali menggagahinya? Apakah suaminya akan percaya? Tatapan mata Lara lebih dingin dari air dingin yang mengguyurnya. Pikirannya melanglang buana entah kemana. Memikirkan segala rencana-rencana gila yang sudah dia siapkan.

 

***

 

          "Makan itu. Jangan nggak dimakan. Aku nggak mau melihatmu kurus kering. Tidak enak untuk dipegang-pegang."

 

          Lara menatap kosong nasi kotak di depannya. Sekilas matanya melihat si Jahanam di depan. Si Jahanam. Iya. Itu sebutan Lara sekarang untuk lelaki biadab ini. Cih! Topeng itu terlihat menjijikkan. Kemungkinan besar pun dibaliknya lebih menjijikkan.

 

          Lara membuka kotak nasinya perlahan. Lagi-lagi ayam goreng. Rasa mual naik ke permukaan. Namun, setelah dia melihat si Jahanam yang masih memperhatikan, dia tahan untuk memuntahkannya. Lara terdiam sesaat. Tidak mungkin, 'kan, aku hamil? Bagaimana ini? Jangan sampai hamil, ya Tuhan. Pikiran itu berlari ke sana ke mari. Makannya menjadi tidak nyaman. Bukan karena si Jahanam itu yang masih duduk di depannya, tetapi lebih ke kemungkinan kehamilan itu.

 

          Si Jahanam mulai duduk di depan televisi. Menikmati cemilannya dan mulai menonton acara favoritnya. Berita.

 

          Membicarakan berita. Tidak adakah berita tentang dirinya? Diculik atau dibunuh? Atau apa gitu. Apakah orang tuanya tidak mencari keberadaannya? Lalu, bagaimana dengan Tio, Teo, anak kembarnya yang masih imut dan butuh dia? Hampir saja air mata mengalir ketika mengingat dua jagoannya. Si Jahanam telah berdiri di sampingnya.

 

          "Sebentar lagi lembaran baru itu akan kita mulai. Bersabarlah sedikit lagi, Sayang." Jari-jarinya menyentuh lembut anak-anak rambut di pelipis Lara dan mengecupnya hingga menimbulkan suara yang sangat menjijikan bagi wanita itu.

 

 

 

Part II : Melarikan Diri

 

          Sedikit lagi. Tolong ya, Tuhan. Sedikit lagi. Jantung Lara berpacu tidak tentu. Peluh dingin pun mengucur luruh hingga membasahi sebahagian baju. Tangannya semakin gemetar. Rasa hampir putus asa mulai menyelimuti. Sekali lagi dicobanya peniti kecil itu. Mengapa sesulit ini? Membuka pintu saja sampai berpeluh-peluh. Bukankah di film-film yang pernah dia tonton selalu mudah terbuka jika si korban ingin melarikan diri?

 

          Wanita itu hampir menangis. Ini adalah kesempatannya yang belum tentu ada di waktu yang lain. Berhari-hari telah dia pelajari setiap perbuatan si Jahanam. Peniti kecil yang dia temukan di antara tumpukkan sampah telah lama dia selipkan di balik kusen jendela. Kadang kala saat si Jahanam keluar entah ke mana, Lara berjalan-jalan tak tentu arah di dalam gubuk kayu itu. Memperhatikan sekitar. Mencari-cari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk segala rencana-rencananya. Namun, tidak ada satu pun di sana benda tajam. Menemukan peniti ini adalah sebuah anugerah dan keajaiban.

 

          Rasa putus asa kembali menyelimuti pikiran Lara. Air matanya tidak terasa mengalir begitu saja. Dengan seluruh hatinya dia berharap kemurahan hati Tuhan untuk menolongnya. Hanya ingin mendengar bunyi klik saja di depannya. Namun, itu pun harus dengan penuh perjuangan.

 

          Air matanya semakin deras sampai membuat pandangannya menjadi buram. Untuk mendapati hari ini, Lara rela memuntahkan seluruh makanan yang dia makan tanpa setahu si Jahanam. Setelah pengamatan yang cukup panjang, wanita itu melihat bubuk obat tidur yang dicampur ke dalam sayur nasi kotak yang akan dia makan. Hal itu terjadi kemungkinan si Jahanam akan pergi dalam waktu beberapa hari. Ketika Lara sadar dan terbangun, dia telah kembali. Setidaknya, hari ini, setelah menunggu beberapa saat kepergian si Jahanam, Lara mulai menjalankan aksinya.

 

          Namun, peniti ini tidak seperti dalam film bayangannya. Tidak semudah itu. Tidak sesimple itu. Batinnya menjerit. Memanggil-manggil Tuhannya yang sudah entah berapa lama dia tinggalkan. Peluh sudah bercampur air mata. Pandangannya buram. Dihentikannya sejenak aktivitas itu. Lara pun berlari menuju kamar mandi.

 

***

 

          Lelaki itu merapikan setelannya yang kusut. Dilihatnya gubuk kayu tua dari balik spion mobilnya. Senyumnya merekah. Kemudian, dia memasukkan perseneling lalu mengendarai mobilnya perlahan. Sambil bersiul lagu entah apa, dia tersenyum sendiri. Wajahnya sangat bahagia. Terlihat jelas.

 

          Hari ini adalah hari di mana berkas-berkas yang dia perlukan telah selesai secara resmi. Setelah selesai semua urusannya, dia akan membelikan makanan enak, pakaian yang layak dan membawa perempuannya jalan-jalan. Semua sudah lelaki itu perkirakan. Senyumnya kembali merekah. Mengingat rencana-rencananya yang sudah sangat matang. Dia bangga pada dirinya.

 

          Tiba-tiba saja rem diinjaknya. Ada yang terlupa dia bawa. Lelaki itu terdiam dan berhenti agak lama. Menimbang-nimbang apakah kembali lagi ke sana mengambil yang tertinggal atau langsung saja ke rencana semula. Padahal, sudah cukup jauh dia berkendara. Lalu, dengan terpaksa lelaki itu memutar setir mobilnya kembali ke gubuk.

 

***

 

          Lara menenggak air dalam botol dengan sekali tenggak. Wajahnya terlihat putus asa. Namun, setelah memikirkan hari-hari yang dilalui di sini, langkahnya kembali mantap menuju pintu yang sedari tadi belum berhasil dia buka. Tanpa sengaja wanita itu menyenggol celana panjang si Jahanam yang tersampir di kursi. Suara jatuhnya terdengar aneh. Lara memungutnya dan langsung merogoh saku bagian depan. Matanya terbelalak, tidak mengira dengan yang dia temukan.

 

          Tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, wanita itu berlari menuju pintu dan dengan dua kali putaran anak kunci, pintu itu pun terbuka. Tubuhnya gemetar dengan kejadian yang tidak disangka-sangka ini. Aroma pohon karet menbuatnya terkejut. Gubuk kayu ini tersendiri. Sejauh mata memandang hanya pohon karet menjulang tinggi. Selama ini dia ada di tengah-tengah kebun karet. Sendiri.

 

          Lara menahan napasnya. Sengaja pintu dikuncinya kembali dan anak kunci tadi dibuangnya entah ke mana. Wanita itu berlari menuju jalur kendaraan yang biasa melintas. Namun, menjaga untuk hal-hal yang tidak diinginkan, Lara melesat masuk ke dalam kebun.

 

***

 

          Lelaki itu mengumpat-umpat. Biasanya dia tidak pernah lalai. Bagaimana bisa kunci duplikat gubuk itu tertinggal di celananya satu lagi. Ini semua gara-gara wanita itu. Kemarin menangis seharian. Bahkan makanan yang dia bawa tidak disentuh sama sekali. Membuat pikirannya kalut. Kalau sudah kalut tinjunya tidak terelakkan lagi. Sebenarnya dia tidak ingin melukai wajah cantik wanitanya, namun, tangis itu tidak mau berhenti. Bibir mungil itu pecah tadi malam. Tidak ingin pendarahan yang berlebih, dia kulum bibir mungil itu, sampai 'adik kecil' itu bangkit. Di antara malam-malam yang sudah mereka lalui, tadi malamlah yang begitu indah. Wanitanya tidak meronta-ronta seperti biasa.

 

          Mengingat kejadian semalam membuat gairahnya timbul kembali. Entah mengapa perjalanan kembali ke sana terasa sangat jauh. Dia sudah tidak sabar ingin mencicipinya dulu sebelum berangkat kembali. Fantasinya sudah menari-nari di ubun-ubun.

 

          Akhirnya, tidak sia-sia lelaki itu menambah kecepatan kendaraannya, gubuk kayu itu semakin terlihat jelas. Kenangan pahit tergambar kembali diingatannya. Jika saja bukan karena wanita itu, dia tidak akan pernah lagi kembali ke mari. Pekerjaan serabutannya yang pertama, yang menjatuhkan seluruh harga diri. Namun, sekarang itu sudah tidak penting lagi. Kini, dia sudah mapan dan saat ini malah sudah resmi pindah ke luar negeri. Karena itu, hari ini dia akan mengambil berkas-berkas kepindahannya. Hatinya sedang senang.

 

          Sambil bersiul entah lagu apa, lelaki itu menapakkan kakinya di teras gubuk, memakai topeng, merogoh saku celana dan memutar anak kunci. Masih dengan bersiul, dia menuju ruangan yang biasa tempat wanitanya berbaring. Terlupa akan tujuannya semula.

 

          Ranjang terlihat kosong. Tanpa curiga, dia melangkah menuju kamar mandi. Kosong. Rahangnya mulai mengeras. Matanya menyorotkan kemarahan yang luar biasa. Sambil menuju pintu keluar, diraihnya celana panjang yang tersampir di kursi dan memeriksa sakunya.

 

          Disibakkannya topeng dari wajah dan dia berlari mengitari gubuk kayu sambil berteriak.

 

          "Lara! Lara!"

 

***

 

          Ada sungai kecil, dan arusnya lumayan deras. Lara duduk membasuh kaki. Perihnya sulit dikatakan. Banyak luka bekas sayatan ranting dan batu kecil di kaki hingga betis. Air mata sampai tertahan karena menahan perihnya. Wanita itu tidak ingin berlama-lama di sini. Setelah minum sepuasnya, dia kembali ke atas. Bersembunyi perlahan untuk melihat situasi di sekitarnya. Setelah merasa aman, dia berlari kembali sambil meringis. Membasuh kakinya ternyata kesalahan besar. Perihnya semakin terasa.

          Terlihat gubuk kecil di sisi sebelah kiri saat wanita itu berlari. Kakinya menuju ke sana. Syukurnya gubuk ini terlihat bersih. Sepertinya gubuk ini sebagai tempat pengumpulan hasil sadapan karet. Biasa menjelang siang, keseluruhan hasil panen akan dibawa ke gubuk yang kemudian ditimbang. Di samping gubuk ada tangki besar, ada tangga di sisi antara gubuk dan tangki. Biasanya tangki itu untuk menampung seluruh getah hasil panen. Lara memutuskan untuk beristirahat sebentar.

          Matahari mulai terlihat jingga. Suara jangkrik juga mulai terdengar. Wanita itu mengitari gubuk dan memeriksa apakah ada sesuatu yang mungkin suatu saat bisa berguna. Tidak ada apa-apa. Dia sedikit cemaskarena hari pun mulai gelap. Wanita itu akhirnya pergi meninggalkan gubuk. Namun, sebelum beranjak, matanya menangkap sesuatu. Diraihnya barang itu lalu diselipkan ke dalam saku celana.

 

***

 

          Napas lelaki itu memburu cepat. Marah, kesal, jengkel, dan sedih sudah menjadi satu di raut wajahnya yang memerah. Dia berkeliling menelusuri gubuk. Mencari Laranya yang pergi begitu saja tanpa pamit. Dia marah, marah karena Laranya lepas dari genggaman, kesal karena telah ceroboh menjaga Laranya, jengkel karena Laranya selalu tidak mau mendengar setiap inginnya dan juga sedih karena Laranya pergi tiba-tiba seperti ini.

          "Lara. Laraku. Kau tidak akan mampu bertahan di luar sana tanpaku, Sayang.Laraaaa...."

          Pikirannya berkecamuk. Sinar mata lelaki itu memancarkan keanehan. Tidak akan dia lepaskan lagi jika sudah mendapatkannya. Itu janjinya dalam hati. Karena itu, kejadian ini membuatnya terpukul.

          Apa yang akan aku lakukan jika menemukanmu, Sayang? Kau harus membayar ini. Kau sudah membuatku sengsara seperti ini karena memikirkanmu tiada henti. Kau harus mendapat hukuman atas hal ini. Lara. Lara. Lara.

          Lelaki itu terduduk di sisi teras gubuk. Bergumam tidak jelas.

          Dering ponsel terdengar dari dalam mobil. Lelaki itu memijat pelipis dan membiarkannya sejenak. Lalu, kembali terdengar deringnya. Dengan malas lelaki itu beranjak dari duduknya. Meraih ponsel itu di dashboard.

          "Assalamualaikum, Pak Radith, berkas Anda, saya titip ke sekretaris saya, saya ada jadwal ekpedisi hari ini."

          "Ooh, iya, Pak, akan saya ambil ke sana. Terima kasih, Pak."

          "Iya, Pak Radith, sama-sama. Anda juga telah banyak membantu saya. Assalamualaikum."

          Lelaki itu melempar ponselnya ke jok belakang. Lalu dengan sigap memutar kunci dan perseneling. Dia harus segera menemukan wanita itu.Dia tidak akan bisa hidup tanpa Lara dan tidak akan pergi tanpanya.

 

 

 

====> bersambung

 

 

 

 

Gimana?

 

Terkadang cerita ber-genre thriller cukup menyebalkan untuk disimak ya. Apalagi jika tersadur di dalam sebuah film yang banyak menuangkan unsur gore-gore. Selain memicu adrenalin, jantung yang ikutan sport pun membuat dada berdebar-debar. Pikiran juga jadi geram.

 

Setelah membaca sampai ke bab 2, kesimpulan apa yang didapat dari tulisan ini? Aku berharap saran dan kritik kalian ya, manteman. Sejujurnya, masih banyak kekurangan di dalam tulisanku.

 

Oke lah!

 

Terima kasih ya, udah mampir di mari dan menyimak tulisanku kali ini. Semoga kisah ini pun dapat dinikmati dan membuat kita semua selalu melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang.

 

Wassalamualaikum!

36 komentar:

  1. Keren banget, euyy
    Bisa bikin fiksi dgn genre thriller!
    ngga banyak lho yg menguasai genre ini.
    Cihuy!
    Nurul https://bukanbocahbiasa(dot)com/

    BalasHapus
  2. Ngeri, tapi penasaran lanjutannya.. Gimanan dong ini kak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ntar kita lanjut minggu depan ya, kak 🤗

      Hapus
  3. Seeruu bangeet, mbaak, pingin baca lanjutannya. Adakah lelaki itu adalah org yg Lara cintai juga?? Thank you for sharing

    BalasHapus
  4. Liat ginian jadi kangen nulis novel lagi. Keren kak bisa nulis genre thriller yang menurutku agak sudah

    BalasHapus
  5. Seru banget, keren banget bisa nulis genre thriller. Saya jadi kangen nulis fiksi, tapi sekarang jadi nggak PD kalo nulis fiksi. Haha..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ngeri-ngeri sedap juga, mba, nulis di jalur thriller, ntik malah disangka biasa membunuh orang 😅😫

      Hapus
  6. Sejujurnya, aku jarang sekali mengambil buku bergenre thriller sebagai bacaan. Tapi kalau drama atau film, aku suka. Mungkin daya imajinasiku kurang baik jika kaitannya dengan thriller.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus dong, mbaa,
      Aku malah takut kalo imajinasiku terlalu liar 😭

      Hapus
  7. Keren banget ceritanya
    Aduh ga kebayang kalau dibaca malam-malam dan sendirian, untung bacanya pas sore dan lagi dijalan 😂😂😂
    Ditunggu cerita berikutnya ya kak

    BalasHapus
  8. ngeri-ngeri sedap bacanya, cukup tegang, ingin sy skip tapi sayang hehehe, jujur sy kurang menikmati cerita thriller, maaf ya kak belum bisa memberikan masukan, tapi ceritanya sukses membuat sy tegang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak apa kok, kak, gak semua orang bisa menikmati ketegangan 😅

      Hapus
  9. Ceritanya menarik nih dan penasaran dengan kelanjutannya.. Apakah lara berhasil kabur? Duh, bikin deg"an aja.. Hahaa,,

    BalasHapus
  10. Aku suka fiksi genre ini.Rasanya dulu belum disebut thriller ya.biasanya dibilang cerita mistri atau cerita detektif gitu.Siiip Anda sudah di jalan yang benar,lanjutkan sampai kasus ditutup .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, dulu masih masuk dalam kategori misteri gitu, mbaa,
      Skrg udah banyak genre dalam menulis fiksi.

      Hapus
  11. Aku penyuka fiksi genre ini, Kak! Biasanya aku baca novel2 karangan penulis luar, tapi sejak kenal komunitas menulis aku jadi tau kalau di Indonesia pun sudah banyak penulis2 fiksi thriller yang keren-keren.

    Komentar untuk tulisan kakak cuma satu: aku nggak sabar baca lanjutannya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, aku pun suka baca novel karya penulis luar makanya banyak terinspirasi dari isi buku mereka,
      Tapi konsepnya kadang kubuat santai dan soft biar gak bersinggungan sama pihak-pihak yang merasa dirugikan.

      Hapus
  12. thriller justru selalu menarik sih buatku, karena selalu bikin deg2kan wkwkwk. Ini juga kisahnya keren ihhh, lanjuuuttt

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih banyak udah mampir di mari, mbaa 🤗

      Hapus
  13. Saya pribadi bukan penikmat tontonan gore. Kalau bacaan beberapa maish bisa dinikmati. Untuk yang ini, maaih bisa saya baca.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cari aman aku, mbaa, kalo terlalu gore-gore, entar bisa menyalahi aturan pula. 🤔

      Hapus
  14. meskipun aku bukan penikmat genre thriller, namun patut diacungi jempol karya mbak. lanjut tetap semangat ya semoga jadi karya buku solo

    BalasHapus
  15. Keren banget, Mbak
    Ya ampun aku menikamti setiap kata-katanya...Beneran bikin deg-degan juga dan penasaran...siapa sosok si jahanam, kenapa Lara diculik..dll dst
    Gaskeun, lanjut, dirimu pencerita yang sangat baik!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, bisa menikmati isi tulisannya, makasih banyak, mbaa, udah mampir di mari 🤗

      Hapus
  16. keren mbak bisa bikin tulisan fiksi. aku pribadi jujur aku gak bisa menulis fiksi karena daya iamjinasiku cukup rendah. ini mbak thriller adalah tema yanglagi banyak dicari saat ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ke balik, mbaa, yang banyak dicari yang model drama Korea gitu, 😅

      Hapus
  17. Wahh aku jadi penasaran kelanjutan ceritanya
    Keren mbak tulisannya
    Semoga bisa segera punya karya buku solo ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah dong, mbaa, tahun lalu juga, buku solo yang pertama, aku mengusung romansa keluarga, buku solo kedua aku mengusung horor-thriller. 😅

      Hapus
  18. Haiisshh, penasaran Laranya kekejar apa enggak...
    Keren bisa nulis fiksi begini kak, aku sering kehilangan kata-kata kalau nulis fiksi tuh, hihi.

    Sukses yaaa!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih udah mampir di mari, mbaa, lanjutannya Insyaa Allah minggu depan,
      Semoga bisa kebaca dan masih di bawah satu BW ya, mbaa 🤗

      Hapus
  19. aaaaa seruu mbak, jadi penasaran kelanjutannya

    BalasHapus

(FLASHBACK) DARI TANAH TANDUS

  Blurb: “Kak Ineee. Kepala Rubi pusing, Kak.” “Bertahanlah, Rubi! Bukan sekarang saatnya!” Ine dan Rubi, dua gadis kecil yang ter...