Assalamualaikum. Apa kabarnya, zeyeeng? Bertemu
lagi kita di cerita dalam tulisan. Cerita singkat, padat dan ada sedikit makna
yang tersirat.
Kali ini aku mengisahkan tentang isi cerita yang pernah
terpilih dalam antalogi novelet tahun 2021 dari suatu event di penerbit AutumnMapleMedia.
Meski dalam bentuk novelet, bukan mudah menyelesaikan isi tulisan tersebut. Ada
banyak ending yang ingin kusampaikan di akhir cerita. Namun, tetap saja
berakhir miris. Aku pun harus memilih ending yang bagaimana. Masalahnya,
TIDAK ADA ENDING.
Hah? Gimana? Masak ada cerita yang gak ada ending?
Skip!
Oke! Event ini terbilang menantang. Gak banyak yang lolos
seleksi. Yang terpilih hanya dua belas penulis. Alhamdulillah, aku beruntung
masuk nominasi dan mulai open order dari
bulan April 2021 kemarin. Ada rasa kepuasan tersendiri buatku. Sedikit lagi
untuk bisa mendekati karya solo dan mulai melirik lagi novelku yang mulai
berjamur.
Novel mini alias novelet ini berupa antalogi yang berisi empat tulisan dalam satu buku. Ada 3 buku
yang diterbitkan.
Buku pertama, Sweet Chaos, buku kedua, Blood, Sweat and Tears,
sedangkan buku ketiga Lemon.
Naaaa, tulisanku ada di buku kedua, ber-genre thriller.
Judulnya tetap sama dengan judul tulisan yang sudah pernah ku-upload di
blog sekitar tahun 2020, Belahan Jiwa. Hanya saja, di blog yang lalu masih bersambung dan gak kuselesaikan karena
ikut serta di event AutumnMaple.
Baeklah! Cukup basa basi yang semakin basi ini. Aku
tampilkan dua bab saja dulu. Selanjutnya kita munculkan lagi di minggu
berikutnya.
Cekidooot ....
BELAHAN
JIWA
PROLOG
Wajah
pucatnya terperanjat begitu mendengar suara derungan kendaraan yang baru saja
tiba. Benda runcing di tangannya kembali dia selipkan ke balik celah kusen
jendela. Dia pun kembali dengan posisi semula di ruangan tempatnya selama ini
berada.
Matanya
terpejam. Detak jantung belum sepenuhnya pulih. Ditariknya napas dalam-dalam
dan dihembuskan secara perlahan. Berulang-ulang sampai detak jantungnya kembali
normal.
Terdengar
anak kunci diputar. Sekejap suara deritan pintu yang menyayat terdengar.
Berkali-kali sudah dia dengarkan, akan tetapi tetap saja terasa ngilu ketika
terdengar di telinga. Suara langkah kaki dari sepatu yang berat mulai
mendekati. Ada belaian lembut di kepala yang kemudian disusul dengan kecupan
hangat.
"Jangan
lupa dimakan ya, Sayangku, Lara."
Langkahnya
mulai menjauh setelah meletakkan kotak makan siang di samping ranjang tempat
Lara berbaring.
Part 1 : Bukan Sekedar
Pasrah
Lara
terbangun setelah mendengar suara dengkuran di sebelahnya. Tubuh wanita itu
sakit semua. Matanya mulai mengerjap membiasakan pandangan dalam ruangan yang
gelap. Selimut dia sibakkan separuh, ingin bangun dan minum. Namun, niat itu
dia urungkan. Tubuhnya telanjang.
Dengkuran
di sebelahnya terus berirama, tidak berhenti. Wanita itu menatap langit-langit
yang gelap. Apakah sudah terlalu lelah sehabis menggagahiku? Cih! Bila
diingatnya lagi, kemarahannya dan rasa jijik kembali mencapai ubun-ubun. Ingin
meluluhlantakkan semua yang ada di depan mata.
Lara
menggeser tubuhnya ke kiri dan meraba kursi di bawah jendela. Gelap ruangan
membuatnya sulit untuk melihat. Seingatnya lelaki jahanam itu melempar semua
pakaiannya ke sana. Ada! Lara berlari kecil dengan menjijit menuju kamar
mandi sambil menggendong pakaiannya. Di sana wanita itu menyikat habis-habisan
seluruh tubuhnya. Air matanya telah kering. Hanya sinar kebencian dan perasaan
jijik yang terpancar di sana.
Entah
sudah berapa hari Lara di sini. Jika menghitung hari sudah lebih dari dua
minggu. Namun, tak terhitung saat-saat dia tidak sadarkan diri. Jika sudah
begitu dia terlupa sudah hari ke berapa saat ini. Hal itu terjadi jika dia
menolak napsu bejat lelaki jahanam itu. Mulut wanita itu akan dibekab dengan
kekuatannya sampai Lara tidak sadarkan diri.
Air
dingin membuat tubuh Lara menggigil. Namun, dia harus melakukannya. Dia merasa
kotor dan menjijikan. Entah bagaimana nanti yang akan dia katakan kepada
suaminya. Seseorang jahanam telah menculik dan berkali-kali menggagahinya?
Apakah suaminya akan percaya? Tatapan mata Lara lebih dingin dari air dingin
yang mengguyurnya. Pikirannya melanglang buana entah kemana. Memikirkan segala
rencana-rencana gila yang sudah dia siapkan.
***
"Makan
itu. Jangan nggak dimakan. Aku nggak mau melihatmu kurus kering. Tidak enak
untuk dipegang-pegang."
Lara
menatap kosong nasi kotak di depannya. Sekilas matanya melihat si Jahanam di
depan. Si Jahanam. Iya. Itu sebutan Lara sekarang untuk lelaki biadab ini. Cih!
Topeng itu terlihat menjijikkan. Kemungkinan besar pun dibaliknya lebih
menjijikkan.
Lara
membuka kotak nasinya perlahan. Lagi-lagi ayam goreng. Rasa mual naik ke
permukaan. Namun, setelah dia melihat si Jahanam yang masih memperhatikan, dia
tahan untuk memuntahkannya. Lara terdiam sesaat. Tidak mungkin, 'kan, aku
hamil? Bagaimana ini? Jangan sampai hamil, ya Tuhan. Pikiran itu berlari ke
sana ke mari. Makannya menjadi tidak nyaman. Bukan karena si Jahanam itu yang
masih duduk di depannya, tetapi lebih ke kemungkinan kehamilan itu.
Si
Jahanam mulai duduk di depan televisi. Menikmati cemilannya dan mulai menonton
acara favoritnya. Berita.
Membicarakan
berita. Tidak adakah berita tentang dirinya? Diculik atau dibunuh? Atau apa
gitu. Apakah orang tuanya tidak mencari keberadaannya? Lalu, bagaimana dengan
Tio, Teo, anak kembarnya yang masih imut dan butuh dia? Hampir saja air mata
mengalir ketika mengingat dua jagoannya. Si Jahanam telah berdiri di
sampingnya.
"Sebentar
lagi lembaran baru itu akan kita mulai. Bersabarlah sedikit lagi, Sayang."
Jari-jarinya menyentuh lembut anak-anak rambut di pelipis Lara dan mengecupnya
hingga menimbulkan suara yang sangat menjijikan bagi wanita itu.
Part II : Melarikan
Diri
Sedikit
lagi. Tolong ya, Tuhan. Sedikit lagi. Jantung
Lara berpacu tidak tentu. Peluh dingin pun mengucur luruh hingga membasahi sebahagian
baju. Tangannya semakin gemetar. Rasa hampir putus asa mulai menyelimuti.
Sekali lagi dicobanya peniti kecil itu. Mengapa sesulit ini? Membuka pintu
saja sampai berpeluh-peluh. Bukankah di film-film yang pernah dia tonton
selalu mudah terbuka jika si korban ingin melarikan diri?
Wanita
itu hampir menangis. Ini adalah kesempatannya yang belum tentu ada di waktu
yang lain. Berhari-hari telah dia pelajari setiap perbuatan si Jahanam. Peniti
kecil yang dia temukan di antara tumpukkan sampah telah lama dia selipkan di
balik kusen jendela. Kadang kala saat si Jahanam keluar entah ke mana, Lara
berjalan-jalan tak tentu arah di dalam gubuk kayu itu. Memperhatikan sekitar.
Mencari-cari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk segala rencana-rencananya. Namun,
tidak ada satu pun di sana benda tajam. Menemukan peniti ini adalah sebuah
anugerah dan keajaiban.
Rasa
putus asa kembali menyelimuti pikiran Lara. Air matanya tidak terasa mengalir
begitu saja. Dengan seluruh hatinya dia berharap kemurahan hati Tuhan untuk
menolongnya. Hanya ingin mendengar bunyi klik saja di depannya. Namun,
itu pun harus dengan penuh perjuangan.
Air
matanya semakin deras sampai membuat pandangannya menjadi buram. Untuk
mendapati hari ini, Lara rela memuntahkan seluruh makanan yang dia makan tanpa
setahu si Jahanam. Setelah pengamatan yang cukup panjang, wanita itu melihat
bubuk obat tidur yang dicampur ke dalam sayur nasi kotak yang akan dia makan.
Hal itu terjadi kemungkinan si Jahanam akan pergi dalam waktu beberapa hari.
Ketika Lara sadar dan terbangun, dia telah kembali. Setidaknya, hari ini,
setelah menunggu beberapa saat kepergian si Jahanam, Lara mulai menjalankan
aksinya.
Namun,
peniti ini tidak seperti dalam film bayangannya. Tidak semudah itu. Tidak
sesimple itu. Batinnya menjerit. Memanggil-manggil Tuhannya yang sudah entah
berapa lama dia tinggalkan. Peluh sudah bercampur air mata. Pandangannya buram.
Dihentikannya sejenak aktivitas itu. Lara pun berlari menuju kamar mandi.
***
Lelaki
itu merapikan setelannya yang kusut. Dilihatnya gubuk kayu tua dari balik spion
mobilnya. Senyumnya merekah. Kemudian, dia memasukkan perseneling lalu
mengendarai mobilnya perlahan. Sambil bersiul lagu entah apa, dia tersenyum
sendiri. Wajahnya sangat bahagia. Terlihat jelas.
Hari
ini adalah hari di mana berkas-berkas yang dia perlukan telah selesai secara
resmi. Setelah selesai semua urusannya, dia akan membelikan makanan enak,
pakaian yang layak dan membawa perempuannya jalan-jalan. Semua sudah lelaki itu
perkirakan. Senyumnya kembali merekah. Mengingat rencana-rencananya yang sudah
sangat matang. Dia bangga pada dirinya.
Tiba-tiba
saja rem diinjaknya. Ada yang terlupa dia bawa. Lelaki itu terdiam dan berhenti
agak lama. Menimbang-nimbang apakah kembali lagi ke sana mengambil yang
tertinggal atau langsung saja ke rencana semula. Padahal, sudah cukup jauh dia
berkendara. Lalu, dengan terpaksa lelaki itu memutar setir mobilnya kembali ke
gubuk.
***
Lara
menenggak air dalam botol dengan sekali tenggak. Wajahnya terlihat putus asa.
Namun, setelah memikirkan hari-hari yang dilalui di sini, langkahnya kembali
mantap menuju pintu yang sedari tadi belum berhasil dia buka. Tanpa sengaja
wanita itu menyenggol celana panjang si Jahanam yang tersampir di kursi. Suara
jatuhnya terdengar aneh. Lara memungutnya dan langsung merogoh saku bagian
depan. Matanya terbelalak, tidak mengira dengan yang dia temukan.
Tidak
menyia-nyiakan kesempatan yang ada, wanita itu berlari menuju pintu dan dengan
dua kali putaran anak kunci, pintu itu pun terbuka. Tubuhnya gemetar dengan
kejadian yang tidak disangka-sangka ini. Aroma pohon karet menbuatnya terkejut.
Gubuk kayu ini tersendiri. Sejauh mata memandang hanya pohon karet menjulang
tinggi. Selama ini dia ada di tengah-tengah kebun karet. Sendiri.
Lara
menahan napasnya. Sengaja pintu dikuncinya kembali dan anak kunci tadi
dibuangnya entah ke mana. Wanita itu berlari menuju jalur kendaraan yang biasa
melintas. Namun, menjaga untuk hal-hal yang tidak diinginkan, Lara melesat
masuk ke dalam kebun.
***
Lelaki
itu mengumpat-umpat. Biasanya dia tidak pernah lalai. Bagaimana bisa kunci
duplikat gubuk itu tertinggal di celananya satu lagi. Ini semua gara-gara
wanita itu. Kemarin menangis seharian. Bahkan makanan yang dia bawa tidak
disentuh sama sekali. Membuat pikirannya kalut. Kalau sudah kalut tinjunya
tidak terelakkan lagi. Sebenarnya dia tidak ingin melukai wajah cantik
wanitanya, namun, tangis itu tidak mau berhenti. Bibir mungil itu pecah tadi
malam. Tidak ingin pendarahan yang berlebih, dia kulum bibir mungil itu, sampai
'adik kecil' itu bangkit. Di antara malam-malam yang sudah mereka lalui, tadi
malamlah yang begitu indah. Wanitanya tidak meronta-ronta seperti biasa.
Mengingat
kejadian semalam membuat gairahnya timbul kembali. Entah mengapa perjalanan
kembali ke sana terasa sangat jauh. Dia sudah tidak sabar ingin mencicipinya
dulu sebelum berangkat kembali. Fantasinya sudah menari-nari di ubun-ubun.
Akhirnya,
tidak sia-sia lelaki itu menambah kecepatan kendaraannya, gubuk kayu itu
semakin terlihat jelas. Kenangan pahit tergambar kembali diingatannya. Jika
saja bukan karena wanita itu, dia tidak akan pernah lagi kembali ke mari.
Pekerjaan serabutannya yang pertama, yang menjatuhkan seluruh harga diri.
Namun, sekarang itu sudah tidak penting lagi. Kini, dia sudah mapan dan saat
ini malah sudah resmi pindah ke luar negeri. Karena itu, hari ini dia akan
mengambil berkas-berkas kepindahannya. Hatinya sedang senang.
Sambil
bersiul entah lagu apa, lelaki itu menapakkan kakinya di teras gubuk, memakai
topeng, merogoh saku celana dan memutar anak kunci. Masih dengan bersiul, dia
menuju ruangan yang biasa tempat wanitanya berbaring. Terlupa akan tujuannya
semula.
Ranjang
terlihat kosong. Tanpa curiga, dia melangkah menuju kamar mandi. Kosong.
Rahangnya mulai mengeras. Matanya menyorotkan kemarahan yang luar biasa. Sambil
menuju pintu keluar, diraihnya celana panjang yang tersampir di kursi dan
memeriksa sakunya.
Disibakkannya
topeng dari wajah dan dia berlari mengitari gubuk kayu sambil berteriak.
"Lara!
Lara!"
***
Ada sungai kecil, dan arusnya lumayan deras. Lara duduk
membasuh kaki. Perihnya sulit dikatakan. Banyak
luka bekas sayatan ranting dan batu kecil di kaki hingga betis. Air mata sampai tertahan karena menahan
perihnya. Wanita itu tidak ingin berlama-lama di sini. Setelah minum
sepuasnya, dia kembali ke atas. Bersembunyi perlahan untuk melihat situasi di
sekitarnya. Setelah merasa aman, dia berlari kembali sambil meringis. Membasuh kakinya ternyata kesalahan
besar. Perihnya semakin terasa.
Terlihat gubuk kecil di sisi sebelah kiri saat wanita itu
berlari. Kakinya menuju ke
sana. Syukurnya gubuk ini terlihat
bersih. Sepertinya gubuk ini sebagai tempat
pengumpulan hasil sadapan karet. Biasa menjelang siang, keseluruhan hasil panen
akan dibawa ke gubuk yang kemudian ditimbang. Di samping gubuk ada tangki
besar, ada tangga di sisi antara gubuk dan tangki. Biasanya tangki itu untuk
menampung seluruh getah hasil panen. Lara memutuskan untuk beristirahat
sebentar.
Matahari
mulai terlihat jingga. Suara jangkrik juga mulai terdengar. Wanita itu
mengitari gubuk
dan memeriksa apakah ada sesuatu yang mungkin suatu saat bisa
berguna. Tidak ada apa-apa. Dia sedikit cemaskarena hari pun
mulai gelap. Wanita itu akhirnya pergi meninggalkan gubuk. Namun, sebelum beranjak,
matanya menangkap sesuatu. Diraihnya barang itu lalu diselipkan ke dalam saku celana.
***
Napas
lelaki itu memburu cepat. Marah, kesal, jengkel, dan
sedih sudah menjadi satu di raut wajahnya yang memerah. Dia
berkeliling menelusuri gubuk. Mencari Laranya yang pergi begitu saja tanpa
pamit. Dia marah, marah karena Laranya lepas dari genggaman,
kesal karena telah ceroboh menjaga Laranya,
jengkel karena Laranya selalu tidak mau mendengar setiap
inginnya dan juga sedih karena Laranya pergi tiba-tiba
seperti ini.
"Lara.
Laraku. Kau tidak akan mampu bertahan di luar sana tanpaku, Sayang.Laraaaa...."
Pikirannya
berkecamuk. Sinar mata lelaki itu memancarkan
keanehan. Tidak akan dia lepaskan lagi
jika sudah mendapatkannya. Itu janjinya dalam hati. Karena itu, kejadian ini
membuatnya terpukul.
Apa yang akan aku lakukan jika
menemukanmu, Sayang? Kau
harus membayar ini. Kau sudah membuatku sengsara seperti ini karena memikirkanmu
tiada henti. Kau harus mendapat hukuman atas hal ini. Lara. Lara. Lara.
Lelaki
itu terduduk di sisi teras gubuk. Bergumam tidak jelas.
Dering
ponsel terdengar dari dalam mobil. Lelaki itu memijat pelipis dan
membiarkannya sejenak. Lalu, kembali terdengar deringnya. Dengan malas lelaki
itu beranjak dari duduknya. Meraih ponsel
itu di dashboard.
"Assalamualaikum, Pak Radith, berkas Anda,
saya titip ke sekretaris saya, saya ada jadwal ekpedisi hari ini."
"Ooh,
iya, Pak, akan saya ambil ke sana. Terima kasih, Pak."
"Iya, Pak Radith, sama-sama. Anda juga telah banyak
membantu saya. Assalamualaikum."
Lelaki itu
melempar ponselnya ke jok belakang. Lalu dengan sigap memutar kunci dan perseneling. Dia harus segera menemukan wanita
itu.Dia tidak akan bisa hidup tanpa Lara
dan tidak akan pergi tanpanya.
====> bersambung
Gimana?
Terkadang cerita ber-genre thriller cukup
menyebalkan untuk disimak ya. Apalagi jika tersadur di dalam sebuah film yang
banyak menuangkan unsur gore-gore. Selain memicu adrenalin, jantung yang
ikutan sport pun membuat dada berdebar-debar. Pikiran juga jadi geram.
Setelah membaca sampai ke bab 2, kesimpulan apa yang
didapat dari tulisan ini? Aku berharap saran dan kritik kalian ya, manteman.
Sejujurnya, masih banyak kekurangan di dalam tulisanku.
Oke lah!
Terima kasih ya, udah mampir di mari dan menyimak
tulisanku kali ini. Semoga kisah ini pun dapat dinikmati dan membuat kita semua
selalu melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang.
Wassalamualaikum!
Keren banget, euyy
BalasHapusBisa bikin fiksi dgn genre thriller!
ngga banyak lho yg menguasai genre ini.
Cihuy!
Nurul https://bukanbocahbiasa(dot)com/
Makasih, mbaa, udah mampir di mari 🤗
HapusNgeri, tapi penasaran lanjutannya.. Gimanan dong ini kak?
BalasHapusNtar kita lanjut minggu depan ya, kak 🤗
HapusSeeruu bangeet, mbaak, pingin baca lanjutannya. Adakah lelaki itu adalah org yg Lara cintai juga?? Thank you for sharing
BalasHapusHmmm? 🤔
HapusGak tau juga, sih, mbaa 😅
Liat ginian jadi kangen nulis novel lagi. Keren kak bisa nulis genre thriller yang menurutku agak sudah
BalasHapusSeru banget, keren banget bisa nulis genre thriller. Saya jadi kangen nulis fiksi, tapi sekarang jadi nggak PD kalo nulis fiksi. Haha..
BalasHapusNgeri-ngeri sedap juga, mba, nulis di jalur thriller, ntik malah disangka biasa membunuh orang 😅😫
HapusSejujurnya, aku jarang sekali mengambil buku bergenre thriller sebagai bacaan. Tapi kalau drama atau film, aku suka. Mungkin daya imajinasiku kurang baik jika kaitannya dengan thriller.
BalasHapusBagus dong, mbaa,
HapusAku malah takut kalo imajinasiku terlalu liar 😭
Keren banget ceritanya
BalasHapusAduh ga kebayang kalau dibaca malam-malam dan sendirian, untung bacanya pas sore dan lagi dijalan 😂😂😂
Ditunggu cerita berikutnya ya kak
Makasih udh mampir di mari, mbaa 🤗
Hapusngeri-ngeri sedap bacanya, cukup tegang, ingin sy skip tapi sayang hehehe, jujur sy kurang menikmati cerita thriller, maaf ya kak belum bisa memberikan masukan, tapi ceritanya sukses membuat sy tegang
BalasHapusGak apa kok, kak, gak semua orang bisa menikmati ketegangan 😅
HapusCeritanya menarik nih dan penasaran dengan kelanjutannya.. Apakah lara berhasil kabur? Duh, bikin deg"an aja.. Hahaa,,
BalasHapus🤭
HapusDitunggu aja minggu depan, mbaa
Aku suka fiksi genre ini.Rasanya dulu belum disebut thriller ya.biasanya dibilang cerita mistri atau cerita detektif gitu.Siiip Anda sudah di jalan yang benar,lanjutkan sampai kasus ditutup .
BalasHapusIya, dulu masih masuk dalam kategori misteri gitu, mbaa,
HapusSkrg udah banyak genre dalam menulis fiksi.
Aku penyuka fiksi genre ini, Kak! Biasanya aku baca novel2 karangan penulis luar, tapi sejak kenal komunitas menulis aku jadi tau kalau di Indonesia pun sudah banyak penulis2 fiksi thriller yang keren-keren.
BalasHapusKomentar untuk tulisan kakak cuma satu: aku nggak sabar baca lanjutannya :D
Iya, aku pun suka baca novel karya penulis luar makanya banyak terinspirasi dari isi buku mereka,
HapusTapi konsepnya kadang kubuat santai dan soft biar gak bersinggungan sama pihak-pihak yang merasa dirugikan.
thriller justru selalu menarik sih buatku, karena selalu bikin deg2kan wkwkwk. Ini juga kisahnya keren ihhh, lanjuuuttt
BalasHapusMakasih banyak udah mampir di mari, mbaa 🤗
HapusSaya pribadi bukan penikmat tontonan gore. Kalau bacaan beberapa maish bisa dinikmati. Untuk yang ini, maaih bisa saya baca.
BalasHapusCari aman aku, mbaa, kalo terlalu gore-gore, entar bisa menyalahi aturan pula. 🤔
Hapusmeskipun aku bukan penikmat genre thriller, namun patut diacungi jempol karya mbak. lanjut tetap semangat ya semoga jadi karya buku solo
BalasHapusInsyaa Allah, aamiin, makasih, mbaa 🤗
HapusKeren banget, Mbak
BalasHapusYa ampun aku menikamti setiap kata-katanya...Beneran bikin deg-degan juga dan penasaran...siapa sosok si jahanam, kenapa Lara diculik..dll dst
Gaskeun, lanjut, dirimu pencerita yang sangat baik!
Alhamdulillah, bisa menikmati isi tulisannya, makasih banyak, mbaa, udah mampir di mari 🤗
Hapuskeren mbak bisa bikin tulisan fiksi. aku pribadi jujur aku gak bisa menulis fiksi karena daya iamjinasiku cukup rendah. ini mbak thriller adalah tema yanglagi banyak dicari saat ini
BalasHapusKe balik, mbaa, yang banyak dicari yang model drama Korea gitu, 😅
HapusWahh aku jadi penasaran kelanjutan ceritanya
BalasHapusKeren mbak tulisannya
Semoga bisa segera punya karya buku solo ya mbak
Udah dong, mbaa, tahun lalu juga, buku solo yang pertama, aku mengusung romansa keluarga, buku solo kedua aku mengusung horor-thriller. 😅
HapusHaiisshh, penasaran Laranya kekejar apa enggak...
BalasHapusKeren bisa nulis fiksi begini kak, aku sering kehilangan kata-kata kalau nulis fiksi tuh, hihi.
Sukses yaaa!
Makasih udah mampir di mari, mbaa, lanjutannya Insyaa Allah minggu depan,
HapusSemoga bisa kebaca dan masih di bawah satu BW ya, mbaa 🤗
aaaaa seruu mbak, jadi penasaran kelanjutannya
BalasHapus