Hening.
Sepi di sekelilingku. Hanya terdengar nyanyian angin malam. Betapa damai
tinggal di dusun ini. Mengalirlah segala cinta kasih. Sesekali ingin kuajak
engkau datang menikmati rembulan bersinar.
Bening.
Polos bola matamu membasuh segala luka di dalam jiwa. Engkau yang hadir bersama
kesegaran seperti salju yang turun di musim dingin. Segera engkau dapat dengar
nyanyian alam. Di dusun ini semua indah, tenteram.
Maukah
kalian mendengar sepenggal ceritaku? Ceritaku ada liku terselip
sembilu. Tapi ini bukan tentangku, ini tentang hartaku yang paling
berharga, para lajangku. Rasanya baru kemarin aku timang. Dan cerita ini
terkhusus buat dua lanang.
Yap! Kanak-kanak mereka berirama.
Pasang surut yang kadang sering singgah menggoda. Bagiku biasa. Memang
masanya bermain dan bercengkerama. Kadang terbawa ke dimensiku.
Mengajak ke masa yang telah jauh lebih dulu kutempuh. Kening mereka berkerut
ingin tahu. Salah satu sisi yang kusuka selalu.
Yap! Remaja
mereka banyak luka. Sering kubawa ke arah yang tidak pernah terduga. Mengarungi
bukit-bukit kecil serta pantai berombak agar sejenak terlupa. Kami sama.
Bertahan dan berusaha menjaga. Menjaga perasaan yang lain tanpa kami tahu
perasaan kami pun terluka. Ingin mereka begini. Inginku begitu. Tetap saja,
tujuan kami sama. Dan itu semua bukan kemauan diri. Keadaan yang memaksa.
Kisah
yang ingin kulupa. Saat di mana luka mereka menganga. Entah aku bisa apa.
Mereka bernaung di bawah kediktatoran. Hanya bertahan dan tertahan, tanpa mampu
melawan. Saat itu mereka tawanan yang jika melawan segera mendapat kepalan
tangan.
Iyap! Kini usia
mereka mulai beranjak. Namun, bagiku sosok mereka tetap kanak. Hingga mereka
berhasil melewati segala onak. Berdiri bersama mereka saat ini dengan rasa haru
sampai dagu mendongak. Dan mereka sadari bersama, saatnya bersorak. Karena
telah melewati liku yang berserak.
Hhhh! Kali ini
aku bagikan bahagia karena Allah yang berperan. Walau masih jauh perjalanan.
Dan mungkin bukan berharap happy
ending. Namun, insyaa Allah buat mereka bisa menjadi awal yang happier beginning.
Dan
di sinilah kami bertiga. Menjalani hidup dengan segala versi yang kami punya.
Menuju arah legawa. Karena memang begitulah seharusnya.
Senyap
bagai dibasuh embun, musik pepohonan mengiringi istirah. Marilah bersamaku
pecahkan makna. Memgembara hanya sekedar pertimbangan. Kembali dan peluklah
tanah pusakamu. Di dusun ini mestinya bersemi cintamu.
Cintaku
terhadap negeri ini 'kan kuturunkan padamu. Semburat sinar merah keemasan,
gugusan senja di batas cakrawala. Marilah kutunjukkan agung tanah leluhur,
Anakku.
Untuk
anakku tercinta!
(Ebiet G. Ade)
Assalamualaikum!
Itu tadi
sepenggal kalimat yang mirip puisi dan berirama. Ditambah senandung indah milik
penyanyi idola. Sengaja kuangkat kembali demi mengenang kisah lama. Kisah lama
yang gak akan aku lupa dan banyak pembelajaran di dalamnya.
Tahun ini
Allah ijabah doaku yang lain. Tentang perjalanan anak lelakiku menuju masa
depan. Merantau, mengais impian.
Sebagai
seorang single parent, perjalananku pun baru saja dimulai. Gak ubahnya seperti
anak lelakiku, aku juga harus berjuang hidup untuk menunggu mereka kembali di
sini. Di tempat impian kami nanti.
Meski
sebagai perempuan aku gak begitu mengerti bagaimana pemikiran seorang lelaki.
Namun, di satu sisi, aku berharap dan selalu mencoba mengerti tentang langkah
dan kemauan mereka tentang masa depan. Mengajari mereka bertindak sebagaimana
seorang pemimpin nantinya. Mendukung apa pun yang bisa membuat mereka menjadi
pribadi yang lebih baik dan lebih bijak lagi. Pun mnendampingi mereka
memperbaiki diri agar terus berusaha menjaga kewarasan dan mengokohkan keimanan
di dunia yang semakin gila serta renta ini.
Di awal
kalimat yang mirip puisi di atas tadi, kukisahkan sedikit tentang perjalanan
hidup mereka. Perjalanan panjang menuju kedewasaan hidup untuk bersikap,
berpikir dan bertingkah laku layaknya lelaki sejati.
Mungkin
gak ada bedanya dengan kebanyakan anak-anak lain, yang juga pasti banyak
melewati onak duri kehidupan sebelum melihat kedua orang tuanya berpisah.
Begitu juga dengan anak lelakiku. Pasti pun ada banyak luka yang tersimpan rapi
yang gak mungkin mereka ceritakan padaku.
Yaah,
begitulah. Gak usah berpanjang lidah, eh, maksudnya berpanjang ketikannya.
Nanti berujung curhat. 😅
Itu semua
sudah menjadi bagian dari sejarah kehidupan kami, khususnya anak lelakiku.
Semoga kelak ketika mereka menjadi seorang pemimpin, pemikiran dan sikap mereka
sudah lebih bijak dan lebih tertata dalam menerapkan berbagai realita.
Wassalamualaikum.
Memang begitulah seni menjadi orang tua ya Bund.
BalasHapusTiap periode selalu meningganlkan kesan
semoga anak2 tumbuh jd anak baik
nurul https://bukanbocahbiasa(dot)com/
Iya, mbaa, bnyk pengalaman berharganya ya
HapusMengantar anak-anak ke gerbang kedewasaan dan mereka melanjutkan kehidupannya.
BalasHapusSaya sedang menuju masa itu, Mbak ... si sulung masih kuliah sih tapi di kepala saya sudah macam-macam yang melintas dan ingin sekali bisa mengarahkan dan mendampingi mereka selalu dalam jalan Allah.
Insyaa Allah, mbaa, semoga mba dikasih kemudahan dalam menjalaninya ya, aamiin
HapusAnak bujangku juga sudah kuliah dan terpisah jarak ini mba. Semoga anak-anak kita bisa menggapai impian dan tujuan hidup mereka, amin.
BalasHapusInsyaa Allah, aamiin ya Rabb 😇
HapusAamiin..semoga kedua anak lelakinya tercapai cita-citanya. Doa yang terbaik untuk Ibunda dan kedua ananda. Sehat dan selalu semangat, Allah ijabah segala doa, Aamiin
BalasHapusInsyaa Allah, aamiin ya Rabb, doa yang sama buat mba Dian 🤗
HapusDoa yang terbaik untuk kesuksesan anak-anaknya ya, mbak
BalasHapusMakasih, mbaa 🥺
HapusJadi terharu..apalagi saya juga punya anak bujang...
BalasHapus🤗
Hapussaya pun nantinya juga akan mengalaminya, melepas anak bujang untuk menentukan masa depannya sendiri, saat ini kami hanya bisa emmberinya bekal untuk masa depannya kelak
BalasHapusIya, semua emak-emak emang harus melewati fase ini ya
HapusMashaAllah~
BalasHapusAku dulu berpikir, saat yang paling nyaman bagi orangtua adalah ketika anak-anak sudah dewasa dan kita berhasil mengantarkan ke gerbang kemandirian. Tapi ternyata ada episode kehidupan yang harus dilewati dengan penuh doa dan restu orangtua begini.
Semoga masa-masa ini menjadi indah pada waktunya yaa, kak.
Sama, mbaa, ternyata ketika anak-anak udah dewasa semua baru saja dimulai
HapusTantangan para orangtua dalam mendidik anak memang penuh, sama halnya kita mendidik diri kita, penuh liku juga. Thankyou gor sharing, mba.
BalasHapusBener, mbaa, lebih berat mendidik diri sendiri sebenarnya 😭
HapusDan tidak terasa mereka sudah besar-besar ya Mbak. Sudah merantau. Perasaan baru kemarin mereka lahir, huhuhu.
BalasHapusAhahaha, iya, mbaa, malah kangen masa kecil anak-anak jadinya
HapusBiarpun sudah beranjak dewasa, anak-anak tetaplah anak-anak bagi orang tuanya. Sweet banget memang para orang tua ini, kasih sayangnya nggak berubah sampai anak-anak bahkan udah ngasih cucu pun. Hehe. Semangat mendampingi anak-anak, Bunda..
BalasHapusMakasih, mbaa 🤗
HapusPertama, salut pada Mbak seorang single parent dalam membesarkan anak. Pastinya banyak perjuangan. Semoga sang anak menjadi pribadi yang mandiri namun tetap mengingat dan berbakti pada ibunya.
BalasHapusInsyaa Allah, aamiin ya rabb
HapusMerasakan kegalauan ini. Padahal anak masih kecil, tapi membayangkan sesuatu yang belum terjdi kadang membuat diri ini merasa kok begitu cepat, nanti aku dengan siapa? Setiap orang sejatinya butuh kesiapan (entah rela atau tidak) untuk hidup sendiri.
BalasHapusSama, mbaa, aku dulu juga gitu kok, takut banget anak-anakku salah jalan,
HapusTapi ternyata kecemasan emak tu emang selalu berlebihan ya 😅
Menjadi single parent emang berat mbak, aku melihat sosok ibuku yang sejak 20 tahun yang lalu harus mendidik saya dan kedua adik laki-laki saya. Tetap semangat ya mbak, semoga doa dan harapan mbak untuk anak lelaki mbak terwujud
BalasHapusInsyaa Allah, aamiin ya Rabb
HapusSalut mba
BalasHapusMenjadi single parent tidak mudah
Semoga selalu Allah mudahkan
Aamiin aamiin aamiin ya Rabbal’alamiin
HapusKok kaya kembali ke masa lalu akunya juga. Kebetulan mengalami hal yang sama, saat ini lagi belajar memaafkan supaya bisa lepas dari inner child negatif. Kalau aku tahu menyimpan luka bisa begini menderitanya di masa ini. Dulu aku ceritakan saja pada ibuku, apa-apa yang kurasakan. Biar bisa dibantu untuk melewati dengan baik. Hiks
BalasHapusDuuh, berat lho, mbaa, disimpan sendiri. Rasanya begitu nyesek di hati. Kadang bingung mau ngapain,
HapusSemoga mba Sukma mulai bisa memaafkan masa lalu ya 🥺
Salut mba dengan perjuangannya. melepas anak merantau itu tdk mudah tp akan banyak pelajaran, pengalaman, dan wawasan yang didapat serta melatih kemandirian
BalasHapusBener, mba Nunu, kadang takut juga mreka salah jalan, tapi itulah gunanya seorang ibu ya, terus mendoakan kebaikan anak-anaknya
Hapusmembesarkan anak pastinya merupakan salah satu perjuangan yang berat ya, mbak bagi orang tua. apalagi single parent pastinya lebih berat perjuangannya. Dan tentunya kita semua berharap anak-anak kita nanti bisa tumbuh menjadi sosok yang berbudi luhur
BalasHapusInsyaa Allah, aamiin ya Rabb
BalasHapus