Sabtu, 12 Maret 2022

RE - WRITE


 

Assalamualaikum, apa kabar? Ada gosip apa hari ini?

 

Gosip pula! Gak level lagi laa yang begituan ya. Kali ini apa yaa yang akan kita suguhkan?

 

Hmm? 🤔

 

Terlepas dari gosip, sewaktu aku di SMA, selain kurus ceking dan penampilan gak ada menarik-menariknya, aku terkesan cukup cuek (istilah zaman dulu) dalam segala hal. Gak usah kita bahas ya, nanti berujung curhat. Namun, seseorang yg dulu pernah singgah di hati, mengatakan padaku, dulu aku banyak dilirik cowok, tapi gak ada yang berani karena aku sedikit pendiam. Bah! Batinku menjerit! Dilirik dari mana? Dari Hongkong?!

 

Sudahlah! Gak perlu kita bahas ya. Geli. 🤭

 

Jadi, ada event antalogi cerpen di tahun lalu, 2021 bulan Mei, dari penerbit Al Qalam Media Lestari yang mengambil tema Kisah Kasih Di Masa Putih Abu-Abu. Entah siapa yang langsung memasukkan namaku di grup WA tersebut. Terkaget-kaget dan terheran-heran aku dibuatnya. Yaa, meskipun aku lagi gak di Siborongborong. Tapi, terpaksalah aku peras otak untuk nyari idenya. Tulisanku yang agak lari-lari dari genre romansa dan percintaan manalah sanggup mikir tentang kisah kasih.

 

Lucunya, aku mendapat peringkat juara harapan 2 dan mulai masuk proses cetak dengan nama buku antalogi ROMANSA KELABU.

 

 

Bingung? Jelas! Belum lagi ditambah ada insiden kecil di penerbit tersebut. Meskipun, akhirnya si PJ bertanggung jawab, tapi aku sudah gak perduli lagi karena masalah dibiarkan berlarut-larut. Saat itu pun terlalu banyak event yang kuikuti. Apalagi diikuti dengan berbagai masalah intern dalam negeri. Maklum laaa, emak-emak di dunia ini secara gak langsung punya tugas bendahara negaranya sendiri. Hingga akhirnya, aku pun melupakan tulisan di event ini.

 

Lalu, suatu hari yang cerah dan indah juga ditemani kicauan burung nan merdu (lebai dikit!), di akhir Januari 2022 kemarin, aku yang lebih menunggu kedatangan paket novelku, malah bertambah bingung dengan kedatangan paket yang lain yang sebesar kotak sepatu. Dan bertambah bingung setelah membongkar isinya yang ternyata dari penerbit Al Qalam Media Lestari yang sempat terabaikan.

 

Makin bingung setelah melihat selembar piagam yang menyatakan aku sebagai juara 2. Dilengkapi dengan tropi juga. Tanda tanya memenuhi isi otakku. Apa ini? Tulisan yang mana?

 

Antara penasaran dan kepo, mah, beda tipis. Aku pun dengan was-was membaca judul buku antalogi itu. HAMPARAN AKSARA?

 

Kemudian, aku membuka daftar isi dan mulai mencari namaku juga judul tulisannya.

 

Jeng jeng jeng jeeeeng! 😱

 

Ternyata oh ternyata .... Itu adalah tulisan yang sudah cukup lama. Akhirnya kubaca lagi dengan pikiran, bagaimana bisa menjadi juara 2?

 

 

 

 

Ya sudahlah!

 

Seperti tadi yang tertulis di paragraf sebelumnya, isinya tentang masa putih abu-abu. Bukan masa putih abu-abuku ya, jangan sampai aku bercerita tentang masa SMA milikku, nanti berujung curhat.

 

Baeklah! Kita langsung saja baca tulisannya ya. Setidaknya mengurangi mata lelah gegara baca cuap-cuap yang gak jelas ini. Tulisanku di dalam antalogi HAMPARAN AKSARA ini berjudul RE-WRITE. Kita langsung cekidot aja, yuuuk ....

 

 

 

 

RE-WRITE

 

"Bukan salahku! Lalu, mengapa pandanganmu seperti itu?"

Mata itu menatapku hampa hingga menusuk relung hati. Aku pun berlari menjauh.Kemudian, hening dan sunyi.Aku menoleh ke belakang. Berdiri tertegun. Tidak ada siapapun di sana.

Mata Dian menyipit, membiasakan pandangan di lampu kamar.Lagi-lagi dia ketiduran.Sekali lagi mimpi itu pun datang, menggambarkan siluet seseorang. Wanita itu memijat pelipis. Pikirannya melanglang buana, mencari sesuatu tentang apa yang hilang dari mimpi tadi.

Dian beranjak dan melangkahmenuju lemari tua di sudut kamar. Pelan tangannya membuka laci paling bawah.Buku kusam bertuliskan Trio Detektif dengan kertas yang mulai menguning.Ada amplop merah muda di antara halamannya.Belum sempat jemari wanita itu membukanya, figura lama di dinding dekat jendela terjatuh dan pecah.

Jantung Dian berdegup kencang.Tidak ada angin dan jendela tertutup rapat. Tangannya menepis serpihan kaca, ada tiga lembar foto lama.Wanita itu mempertajam penglihatan yang mulai buram. Wajah menyeringai di foto itu sama dengan wajah menyeringai yang berdiri tepat di sampingnya.

 

***

 

"Akhirnya aku menemukanmu."

Dian terkejut dan mundur.Seringai itu?

"Lama tidak bertemu. Aku merindukanmu, Dian."Jemari dinginnya menyentuh lengan Dian.

Kemudian, segalanya mulai berbeda.Ruangan itu berputar dan menampilkan berbagai warna. Mendadak, mereka sudah berada di kamar Dian dengan nuansa sembilan belas tahun yang lalu.Aroma tua dari barang-barang sekitarserta cat dinding kusamnya menyadarkan kebingungan wanita itu.

"Ap...."

"Temukan aku!"Jemari dingin itu kini menangkup pipi Dian.

Mereka terlihat sebaya sekarang.Dalam sekejap keduanya sudah berada di balik rak buku di sudut perpustakaan sekolah.

 

***

 

Bunga kuning dari pohon akasia tampak berguguran ditiup angin.Dian duduk sendiri di bawahnya.Antara kagum dan bingung, dirinya kini merasakan kembali seragam putih abu-abu yang telah lama tersimpan.Dia tidak tahu kepada siapa rasa terima kasihnya diperuntukkan. Apakah Tuhan? Ataukah lelaki itu?

"Hei!Ngapain di sini sendirian?"

Astaga! Rini! Masih langsing, cantik, bersih kulitnya! Di umur ke depan, dia hidup sederhana. Kulit mulai kusam dan sudah mulai montok karena anak dua!

"Ditunggu di kantin, kok nggak nongol-nongol."

Amelia! Masih imut, kurus! Nanti dia bakalan gendut karena mendapatkan suami tukang makan. Ya, Tuhan! Kau pertemukan aku lagi dengan mereka!

Mata Dian mulai berkabut.Ini anugerah. Tentu saja! Sampai dia tidak tahu lagi akan berkata apa. Air matanya menetes begitu saja.

Rini dan Amelia langsung duduk di samping sahabatnya itu.

"Ada masalah lagi ya?Apa orang tuamu ribut lagi tadi malam?"Rini mengusap air mata Dian.

Wanita itu hanya menunduk.Tahun ini adalah saat-saat paling berat.Mengingat orang tua yang mementingkan ego, isaknya semakin kuat terdengar.Mengapa di saat seperti ini aku datang?Aku tidak ingin merasakan lagi perasaan sakit itu.

 

***

 

Dian menelusuri setiap sudut perpustakaan.Sehari ini di sekolah, tidak dia temukan lelaki yang membawanya ke masa ini. Wanita itu kemudian mencoba mencari di setiap ruangan laboratorium. Menurut Dian, dari penampilan lelaki itu, tampak jelas dia seorang kutu buku, pelajar biasa yang tidak terlalu menonjolkan diri.

Langkah wanita itu terhenti. Ada suara tawa dari samping lab fisika.Dian merasakan perasaan yang aneh.Seakan-akan dia pernah melakukan hal ini sebelumnya. Walau merasa aneh, tetap saja kakinya berjalan menuju suara. Di depannya ada lima orang laki-laki berdiri mengerumuni seseorang.

"Hei!"Dian berlari kecil ke arah mereka.

Lelaki dengan tubuh tinggi dan berisi, menoleh kaget.

"Sial! Kak Diana! Bubar, Woi!"

Mereka langsung berlarian hingga meninggalkan keriuhan di sepanjang koridor. Siapa yang berani melawan Dianasari Dewi, pemenang karate tingkat nasional antar pelajar seluruh Indonesia.

Dian mendengus kasar sambil berkacak pinggang. Kemudian, matanya teralihkan. Lelaki itu, entah siapa namanya, terlihat lesu.Ada bekas sayatandi pelipis kanannya. Mungkin terkena benda tajam, pikir wanita itu. Namun, seingat Dian, ketika mereka bertemu kemarin, wajahnya tidak ada bekas luka apapun. Yang terpenting, lelaki itu telah dia temukan.

"Apa mereka melukaimu?"Dian sekilas melirik dada kanan lelaki itu."Galuh?"

Lelaki di depannya terlihat kikuk.

Temukan aku!

Kata-kata itu terus mengiang di kepala Dian.Iya, ini sudah kutemukan!

Bukan!

Mata wanita itu membias. Hah?! Apa maksudmu dengan 'bukan!'?

 

***

 

Sudah hampir sebulan Dian berada di masa sekolahnya.Dia semakin dekat dengan Galuh.Awalnya mungkin masih sulit untuk lelaki itu akrab dengan Dian yang tomboi dan humoris, namun, berkat Rini dan Amelia, sikap kikuknya mulai berkurang.Bahkan, ada beberapa kegiatan Dian yang selalu dihadiri oleh Galuh.

Dian duduk sendiri di bawah pohon akasia.Hari ini tidak ada jadwal latihan karate dan dia malas untuk pulang ke rumah. Selama tiga hari, wanita itu dihantui mimpi yang sama. Ditambah keadaan rumah yang semakin panas.Hatinya gundah.

Rini melambai dari kejauhan dan Dian membalas sambil tersenyum.Tidak lama kemudian, Galuh muncul dengan membawa seplastik gorengan dari kantin.

"Lapar."Dian tertawa sumringah setelah gorengan itu sampai di depannya. Sambil mengunyah dan bercerita, lesung pipinya terlihat di sebelah kiri.

Galuh tidak berkedip menatap Dian sampai Rini menyikut lengan pemuda itu.

"Bagus ya, nggak tunggui aku!"Jeritan Amelia terdengar dari pintu samping gedung sekolah.

Mereka semua tertawa. Lalu, Rini mengeluarkan tustel dari tas. Ingin mengabadikan kebersamaan mereka.

Seorang teman klub Amelia lewat dan wanita itu meminta tolong untuk mengambil foto mereka berempat.

"Senyum yang paling manis ya.Chees"

 

***

 

Dian baru saja menghempaskan tubuhnya ke ranjang ketika keributan itu terjadi lagi.Tangannya menutup telinga.

Temukan aku, Dian.

Suara itu bercampur dengan suara benda pecah dan pintu dibanting.Dian berlari ke luar. Nico sudah berdiri di depan pintu kamar dan menatap kakaknya dengan pandangan yang sangat sulit diartikan. Kemudian, dengan langkah mantap, pemuda itu melangkah ke luar rumah dengan menyandang ransel.

"Nico!"Dian mengejar adiknya, namun, hanya mendapati punggung yang semakin menjauh.

Mata wanita itu memanas.Kedua orang tuanya berdiri bersamaan di teras dengan wajah bersalah. Sekali lagi, bagaimana pun upaya mereka tidak akan mampu membuat kedua orang tuanya bersatu kembali. Pada akhirnya, kita hanya akan menyesali sesuatu yang tidak pernah kita lakukan, bukan? Dian mengusap air mata di pipi. Mencoba menahan lara untuk yang kedua kali.

"Sayang, kami nggak bermak...."

Belum sempat jemari mamanya menyentuh kepala wanita itu, seketika tangan Dian menepis dengan kasar. Dia pun langsung berlari menuju kamar.Mengunci pintu dan duduk di sisi ranjang, menangis sejadi-jadinya.

Seharusnya aku tidak di sini.Menyaksikan kejadian ini lagi. Merasakan sakit ini lagi.Apakah ada hal yang harus aku lakukan agar mereka tidak berpisah?

Dian mendongak saat merasa ada tangan yang mengusap lembut kepalanya. Galuh sudah duduk bersila di depan, mencoba mengusap pipi lembut wanita itu dari air mata.

"Galuh. Bagaimana bi...."

Tangan dingin itu menyentuh bibir Dian."Galih. Aku Galih."

Apa?!

 

***

 

Sudah seminggu Nico pergi dari rumah.Berita kecelakaan Nico yang dia dapat dari wali kelasnya tadi membuat kedua orang tua mereka akur kembali ketika Dian tiba di rumah sakit.Apakah ini anugerah?Apakah kembaliku yang membuat perubahan nasib ini?

Perubahan?

Dian berdiri kaku di samping ranjang Nico.Masa itu, di hari ini, adiknya tidak kecelakaan, tetapi ada perkelahian antar pelajar dan pemuda itu meninggal tertusuk benda tajam. Sementara itu, di hari ini juga resminya perpisahan orang tua mereka. Lama merenung, akhirnya Dian beranjak ke luar.

"Sayang, mau ke mana?"

"Ada urusan, Ma."

Dian berlari kencang melewati jalan tikus menuju sekolah.Sehari sebelum kecelakaan Nico, Rini memperlihatkan hasil foto mereka di bawah pohon akasia. Kemudian, sehari sebelum Rini membawa hasil foto itu, Galuh memberinya buku Trio Detektif edisi terbaru, tentu saja dengan amplop merah muda di dalamnya, tetapipemuda itu bukan Galuh.Tidak ada bekas luka di pelipisnya.

Napas Dian tersengal di depan lab fisika. Kosong.Wanita itu pun berlari menuju perpustakaan. Beberapa mata siswa yang lain menatap bingung dengan tingkahnya. Seperti biasa, Galuh duduk di sudut ruangan.Pemuda itu tersenyum ketika melihat Dian mendatanginya.

Tanpa bicara, Dian mengemasi seluruh buku Galuh dan menyeret pemuda itu menuju halaman samping gedung sekolah.

"Jelaskan tentang ini!"Dian memperlihatkan foto mereka. Telunjuknya tepat di bagian pelipis pemuda itu.

Mata Galuh terlihat gusar dan rahangnya mengeras.

"Jelaskan padanya.Aku ingin dia tahu tentangku."

Namun, Galuh tidak ingin Dian tahu tentang Galih, saudara kembarnya yang penyakitan.

 

***

 

Punggung pemuda itu terlihat ringkih di atas kursi roda. Dia sibuk memberi makan ikan di kolam ketika Dian tiba di sana.

"Akhirnya kamu menemukanku."

Dian berjalan pelan menuju ke arahnya.

"Pergilah ke rumahku.Temukan jawabannya di sana."

Galuh mengatakannya dengan wajah datar, lalu pergi begitu saja setelah mengambil tas dari tangan Dian.

Sekarang, Dian menatap kagum ciptaan Tuhan di depannya.Benar-benar mirip Galuh, dengan koplo di kepala, Galih terlihat sangat tampan.Pemuda itu tersenyum.Wajahnya tampak pucat.

"Memangnya kamu sakit apa?" Begitu banyak yang ingin diungkap Dian, tetapi tiba-tiba hanya pertanyaan itu yang terucap.

Galih meraih dan menggenggam jemari Dian."Sudah kamu baca bukunya?"

Dian mengangguk. Sementara itu, suasana berubah, mulai berputar dan menampilkan berbagai warna.Tampak seperti adegan film, dirinya sedang menolong Galih dari anjing gila.Saat itu mereka masih SMP, Dian pulang dari tugas kelompok. Kemudian, tampak juga percakapan Galuh dan Galih ketika mereka akan memilih SMA yang sama dengannya. Juga di empat bulan pertama masuk sekolah, Dian membantu Galih kembali dari gangguan senior mereka. Namun, tidak sampai setahun, kondisi Galih drop.Pemuda itu berhenti sekolah ketika kelas dua. Mereka sempat bertemu di depan ruangan klub karate, hanya saja, Dian tidak mengenalinya.

Potongan kejadian itu berakhir sampai pada kepergian Galih yang disaksikan semua keluarganya.Dian menatap Galih yang sedang tersenyum memandangnya.

"Aku menunggumu." Tangan Galih kemudian melepas pelan jemari Dian.

Dian terkejut dan terus menatap Galih yang semakin menjauh dan menghilang.

Tiba-tiba saja wanita itu sudah berada di tengah jalan saat pulang dari kampus.Dian berlari kecil menyeberangi jalan dan sekilas mobil itu membuat tubuhnya melayang menghempas tiang lampu jalan.

KRAAK!

Tubuh itu pun terjatuh di sisi parit dengan bunyi yang memilukan. Darah berceceran di sekitar kepala serta beberapa orang yang tadinya berteriak kini mulai berkerumun.

Di antara kerumunan, tampak Galih tersenyum pada Dian yang mulai berdiri dan menyambut rentangan tangan pemuda itu.

 

 

===TAMAT===

 


 

Bagaimana? Gak ada romantis-romantisnya ya? Paling gak, tulisan kali ini gak ada unsur gore-gore. Standar laa, gaya anak remaja biasa. Hanya saja, aku jarang memakai situasi zaman dan keadaan sekarang. Aku lebih memilih situasi sekitar tahun 90-an hingga ke 2005.

 

RE-WRITE ini bercerita tentang Diana yang pernah mengalami trauma mendalam tentang arti hidup dan kehidupan. Masa remaja yang suram menjadikan gadis itu seorang pribadi yang tertutup dan memilih hidup sendiri sejak kedua orang tuanya berpisah dan ditinggal pergi oleh sang adik. Namun, pada suatu ketika, Diana bertemu dengan Galon, eh, Galuh, eh, Galih. Pemuda itu datang dan membawanya ke masa lalu dan mengubah takdir mereka.

 

Sebenarnya ide ini untuk bahan novelku yang gak jadi. Tapi, berhubung tiba-tiba sudah nongol saja di grup WA kemarin, jadinya eksekusi dua hari sebelum tanggal tenggat waktu.

 

Yaah! Begitulah cerita tulisanku kali ini.

 

Terima kasih udah mampir di mari dan menyimak tulisanku. Semoga kisah ini pun dapat dinikmati dan membuat kita semua selalu melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang.

 

Wassalamualaikum!

36 komentar:

  1. Ini tipe cerpen remaja yang saya suka pas zaman SMA. Zaman SMA emang paling seru!

    BalasHapus
  2. Keren banget dirimuuu mba
    bisa mengkreasikan cerita dgn super duper menarik

    Wahh, pantesan sering juaraa nih.
    bisa dipilemkan juga lho naskahnya.
    (nurul bukanbocahbiasa(dot)com)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Walaah, mbaa, Alhamdulillah kalo ada sutradara yang tertarik sama tulisanku ini 😅

      Hapus
  3. Wah, jadi inget drakor yg pernah aku tonton. Tentang kekasih yang datang di masa lalu untuk mengubah masa depan. Di dunia nyata, apakah mungkin? 😁

    BalasHapus
  4. MasyaAllah.. sy suka banget ceritanya.. agak serem tapi menarik trus penasaran tapi agak ngeri 😆😆 semangat mbaa

    BalasHapus
  5. Suka🤩🤩
    Aku suka yang begini justru, nggak gore-gorean

    BalasHapus
  6. Wah, ceritanya mirip dengan komik-komik misteri yang suka saya baca zaman dulu Mbak.. Keren sih Mbak, bisa buat alur semacam ini. Lanjutkan Mbak buat novelnya :)

    BalasHapus
  7. Penyampaian ceritanya menarik. Akhirnya tokoh utama tetaplah tinggal kenangan. Jadi ingin belajar membuat cerpen seperti ini. Ajari dong Mbak.

    BalasHapus
  8. Nulis aja dulu, mbaa, 👏👏👏

    BalasHapus
  9. Keren... Salut, sering menang lomba ya mba

    BalasHapus
  10. Wah selamat ya mbak.keren bisa menang lomba
    Baca ini jadi merasa terpanggil aku, nama tokohnya sama seperti namakuu

    BalasHapus
  11. Sekarang masih aktif nulis cerpen, Mbak? Saya dulu penulis cerpen juga. Sejak kerja malah mandeg nulis fiksi. Padahal kerjanya penulis. 🤭

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biasa tuh, mbaa, kan, ada saat-saat jenuh juga.

      Hapus
  12. aku juga pernah kayak gini, diumumin pemenang lhah dari tulisan yang mana ..kocak tapi mengesanka, semoga kita semua istiqomah dalam bidang kepenulisan

    BalasHapus
  13. bagus mbak, keren nih mbak, jadi juara dua, yuk jadikan novelnya mbak, siap menanti novelnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih mikir kalo diubah ke novel, mbaa 😅

      Hapus
  14. wah keren nih ceritanya. kapan ya aku bisa nulis cerpen kayak begini?

    BalasHapus
  15. Pantes sih mba jadi juara 2, ide cerita sama plot twist nya juarak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, mungkin kebetulan, mbaa 😭

      Hapus
  16. Selamaaat Kak, juara di event ini. Meski sempat lupa ..Akhirnya terbit buku dan tiba pialanya. Sukses terus ya
    Aku suka cerpennya, ya ampun namanya sama denganku lagi hihi
    Endingnya enggak diduga, bagus nih pantesan juara

    BalasHapus
    Balasan
    1. 🤭

      Beruntung nama mbaa Dian masuk dalam cerita ya 😅

      Hapus
  17. Pantesan menang, ceritanya ngalir banget
    Ayo mbak teruskan lagi bikin cerita-cerita lainnya

    BalasHapus
  18. Wow, Trio Detektif pernah kubaca tu Mbak. Cerpen ini bagus banget alurnya maju mundur dan endingnya nggak nyangka juga. Keren Mbak...lanjut menulisnya.

    BalasHapus
  19. Iya, mbaa, makasih ya, udah mampir di mari nih 🤗

    BalasHapus
  20. Iya, mbaa, makasih ya, udah mampir di mari nih 🤗

    BalasHapus
  21. Keren mbaaaak, semangat nulis selalu ya.

    BalasHapus

(FLASHBACK) DARI TANAH TANDUS

  Blurb: “Kak Ineee. Kepala Rubi pusing, Kak.” “Bertahanlah, Rubi! Bukan sekarang saatnya!” Ine dan Rubi, dua gadis kecil yang ter...