Yaah, meski begitu, aku senang. Ternyata tulisanku masih bisa diterima dan dicerna.
Jadi, penulis diminta bercerita apa pun tentang kenangan liburan, atau mengingat kembali sebuah kisah yang terselip dibalik makanan saat pulang kampung, atau cinta yang belum tamat sejak pertemuan di pesta rakyat, atau sekedar khayalan yang ingin disampaikan tentang indahnya Indonesia. Intinya menulis cerita pendek berlatar belakang keindahan budaya dan panorama Indonesia. Terserah wilayah mana saja, asal jangan berupa jurnal.
Begitulah. Aku pun iseng-iseng mengikuti event ini. Event terakhir di tahun kemarin sebelum aku hibernasi.
Baeklah kalau begitu, cukuplah cuap-cuapku ya. Langsung aja kita intip sepenggal kisahku yang berjudul LAST SPARKLE dari antalogi yang dikasih judul ROMANSA NAGARI ini. Cekidot beh ....
21.25 WIB
“Lihat, tuh! Cantik
banget, Cal. Kerlap-kerlip.”
“Bener, kan,
cantik.”
“Makasih ya, udah
bawa aku ke mari.” Gadis itu memeluk pinggang kekasihnya dari belakang.
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
.... Akhirnya ....
Lengan si gadis
terlepas begitu saja. Sementara itu, dengan cekatan si pemuda mengambil sarung
mukena dari dalam tas, membungkus tubuh tidak berdaya itu dan mulai
mengikatnya.
Pintu terbuka
tiba-tiba. Pemuda itu terperanjat.
“Apa yang kau
lakukan pada Dini?!” Mata gadis itu terbelalak dan mencoba membuka bungkusan di
depannya.
“Sstt!”
“Kau gila!”
“Sssttt!! Diamlah!”
Pemuda itu berbisik lirih sambil sesekali melihat pintu yang masih terbuka.
“Dini! Dini!
Sadarlah!” Gadis itu menampar pipi dan mengguncang-guncangkan tubuh Dini. “Ada
ap ....”
BUGH!
Gadis itu belum
sempat menoleh ketika sebatang benda tumpul mendarat di tengkuknya. Seketika
tubuhnya terkulai di atas tubuh Dini.
Pemuda itu melempar
tongkat kayu tersebut ke atas ranjang. Raut wajahnya datar. Bukan salahku. Siapa
yang suruh kau ikut campur urusanku.
TIGA BELAS JAM SEBELUMNYA
7.45 WIB
“Ya, ampuuun!
Danaunya berkilau, kayak ada emas naik ke permukaan.” Dini berlari menuju tepi
danau.
“Kamu belum pernah
ke mari, Din?”
Dini menoleh dan
mengangguk dengan senyum sumringah. “Kamu?”
“Baru dua kali sama
ini.” Rida duduk di pinggir pagar pembatas sisi danau. “Beruntung kita dapat
penginapan di tepi danau. Apalagi Uki booking-nya sudah jauh-jauh hari.”
“Guys! Kita
nggak banyak waktu. Beres-beres, makan, mandi, terus ke tempat acara. Buruan!”
Uki berteriak dari depan pintu cotage.
Kedua gadis itu
menoleh. “Iya, bentar lagi.” Mereka menjawab bersamaan, kemudian saling pandang
dan tertawa.
9.55 WIB
Hembusan angin
dingin tidak mampu menahan teriknya matahari di lapangan H. M. Hasan Gayo. Uki
dan Zainal berdiri dengan kamera terus diarahkan ke para joki cilik.
Kegiatan pacuan
kuda tradisional Gayo ini diadakan dalam rangka HUT kota Takengon. Tradisi ini
merupakan salah satu rutinitas dan budaya masyarakat Gayo yang sudah ada sejak
dahulu kala, yang menunjukkan atraksi unik serta joki cilik dengan menunggang
kuda tanpa pelana. Selain itu, pacuan kuda Gayo ini pun merupakan salah satu
event yang sifatnya mempererat silaturahmi masyarakat.
Sorak-sorai
penonton semakin menambah panas suasana lapangan. Rida berbisik kepada Uki.
Meminta izin undur diri dan menunggu di cafe tempat Dini dan Faisal yang
telah lebih dulu duduk di sana. Namun, Rida tidak melihat Dini di samping
Faisal. Gadis itu pun melangkah menuju kamar kecil di belakang cafe. Dia
tertegun ketika melihat raut wajah Dini yang baru saja ke luar dari sana.
“Aku nggak mau
melakukannya.” Dini menghempaskan sesuatu di meja di depan Faisal.
Melakukan apa?
Pemuda itu
mendengus kasar. “Ini untuk kebaikan kita. Masa depan kita. Pikirkan itu
baik-baik.”
“Waktu kamu
melakukannya, kenapa nggak dipikirkan baik-baik?”
Faisal bangkit dari
kursinya. Rida mundur selangkah dan lebih merapatkan tubuh ke dinding tempatnya
menguping.
“Kita melakukannya
atas dasar suka sama suka. Anak ini ....”
“Anak kita!”
Pupil mata Rida
membesar seketika. Napasnya tercekat.
Faisal mendengus
kesal. “Iya, anak kita. Setahun lagi kita wisuda, Din. Kita harus fokus dulu di
situ. Oke?”
“Kandungan ini akan
membesar.”
“Iya, aku akan
tetap bertanggung jawab. Sudah ya? Jangan ngambek. Ini, kan, liburan kita.”
Pemuda itu mencubit pipi kekasihnya dengan gemas.
17.12 WIB
Mereka berlima
duduk di warung mie aceh Mangat That, di dekat penginapan. Menikmati hawa dingin pinggiran
danau dengan secangkir kopi gayo serta sepiring mie aceh pedas dan panas. Udara
yang semakin dingin bekas hujan siang tadi menambah aroma kopi yang sangat
kuat.
Rida duduk di sudut
warung menghadap danau. Sesekali matanya melirik aktivitas Dini dan Faisal di
seberang meja mereka. Di depannya, Uki dan Zainal lebih asyik meng-eksplor
kembali isi kamera yang siang tadi belum sempat mereka benahi.
Dari pantauan Rida,
tampak jelas sikap Faisal yang berlebihan terhadap Dini. Seperti ada sesuatu
yang ditutupi pemuda berjambang itu. Kilauan mata Dini lebih aneh lagi,
seakan-akan ada pancaran cahaya yang mulai redup. Rida membuang muka, berharap
instingnya salah.
Jenuh dan jemu,
Rida pergi menuju balkon di lantai dua. Matahari mengintip dari balik awan yang
mulai tampak jingga.
“Lagi ngapain?”
Rida menoleh.
“Biasa. Menikmati senja.”
“Cantik ya. Rasanya
tidak ingin pulang.”
Rida mengangguk.
“He-eh.”
“Ini obat apa, Da?”
Rida menerima
diam-diam uluran tangan Dini dari balik jaketnya. Pupil matanya membesar dan
dia menatap Dini tidak percaya. “Dari mana kamu dapatkan ini?”
“Dari dompet
Faisal.”
Deg! Dugaan Rida tidak pernah salah. Faisal pasti
merencanakan sesuatu.
“Obat apa itu, Da?”
Sekali lagi Dini bertanya dan ingin memastikannya lewat Farida yang sudah di
semester lima jurusan farmasi. “Apa obat penggugur kandungan?” Menurut Dini,
obat itu berbeda dengan obat yang diberikan Faisal pagi tadi.
Rida memutuskan
untuk tidak mengatakan tentang obat itu. Itu bukan obat pengggugur kandungan,
akan tetapi itu obat untuk membunuh. Reaksinya timbul secara perlahan lewat
minuman ataupun makanan. Kemudian, gadis itu menatap lekat tepat di manik mata
Dini. “Apa kamu benar-benar ingin menggugurkannya?”
Dini tidak terkejut
dengan pertanyaan Rida. Saat insiden pagi tadi, dia sempat melihat kepala gadis
itu yang mengintip mereka. “Simpan! Dia menuju ke mari!”
Rida menyelipkan
benda itu di saku jaketnya dan mereka berbicara sembarang sambil tertawa-tawa.
21.58 WIB
Suara riak air dan
cipratan yang mengenai wajah membuat Rida tersadar. Tengkuknya terasa nyeri.
Pandangannya kabur dan berwarna hitam. Hitamnya langit yang dihiasi banyak
bintang.
Bintang? Rida langsung terduduk di atas perahu yang bergoyang.
Seseorang sedang membawanya menuju tengah danau. Seseorang? Rida menoleh
ke belakang. Faisal sedang mengayuh dayung dengan posisi membelakangi Rida dan
tubuh Dini yang masih terbalut mukena.
Seingat Rida,
selesai isya, karena udara yang semakin dingin, Dini pamit pergi ke kamar
mengambil jaket, akan tetapi gadis itu tidak muncul. Meskipun obat mengerikan
itu sudah aman di saku jaketnya, batin Rida masih tetap tidak enak.
Ada yang tidak
beres. Ada potongan yang terlewatkan, teringat pembicaraannya dan Faisal sore
tadi sebelum kedatangan rombongan lain dari Medan.
“Kau selalu
memperhatikan kami? Apa kau tertarik padaku?”
Rida sengaja tidak
menjawab. Dia bersandar di sisi balkon dan membalas senyum Dini sebelum gadis
itu turun menuju lantai bawah cafe.
“Sepertinya Uki
masih berharap cinta Dini. Aku ikhlas menyerahkannya untuk Uki jika memang kau
tertarik padaku.”
Cih! Mati saja kau
di dalam danau itu!
Instingnya benar.
Dia memutuskan menuju ke kamar, lalu semua terjadi begitu saja.
Rida berjongkok dan
berjalan mengendap untuk mencoba mendekati Faisal. Tangannya menggeser tubuh
Dini sedikit ke kiri. Maaf, Din!
Sialnya, Faisal
menoleh, lalu berdiri dan berbalik. Namun, keseimbangannya oleng. Pemuda itu
tercebur ke dalam danau. Jemarinya langsung sigap dan meraih pinggiran perahu,
sementara tangan yang lain meraih lengan jaket Rida dan menariknya hingga tubuh
gadis itu ikut tercebur ke dalam danau.
“Aaargh!” Rida
langsung memekik setelah menyentuh dinginnya air danau. Tangannya mencoba
meraih pinggiran perahu.
Faisal langsung
menepisnya. Mereka pun mulai bergelut untuk saling menenggelamkan dan terus mencoba
meraih pinggiran perahu.
Air mulai terasa
masuk ke paru-paru. Rida terus berusaha berenang meraih perahu yang semakin
menjauh karena riak air yang mereka timbulkan. Ya, Tuhan! Tolong! Gadis
itu menggapai-gapai udara dingin di atas danau.
Sementara itu, dari
belakang, Faisal menarik topi jaket Rida dan memasuki kepala gadis itu lagi ke
dalam air. Tangan Rida menahan genggaman tangan Faisal, tetapi tenaga gadis itu
tidak sekuat Faisal. Untuk terakhir kalinya Rida pun mencoba menendang bagian
vital pemuda itu.
Berhasil! Tangan pemuda itu merenggang. Rida langsung meluncur
menuju perahu yang tidak jauh dari sisi kirinya. Pupil mata gadis itu membesar.
Begitu juga dengan Faisal yang saat itu sudah berhasil meraih kembali kepala
Rida, raut wajahnya terkejut luar biasa melihat sesuatu di atas perahu.
“Dini?”
Gadis itu berdiri
dengan wajah tanpa ekspresi. Tangannya langsung menghentakkan dayung yang
dipegang ke arah kepala Faisal. Bunyi ngilu yang terdengar cukup membuat
telinga Rida berdenging. Tangan Faisal terlepas dari kepala Rida dan tubuh
pemuda itu langsung menukik ke dasar danau.
Rida langsung
menoleh ke arah perahu. Hah?! Tidak ada siapa pun di sana! Gadis itu pun
segera meraih pinggiran perahu dan melihat tubuh Dini yang masih terbalut
mukena.
====Tamat===
Bagaimana? Benar, kan, kagak ada indah-indahnya ceritaku? Setidaknya, masih bisa menghibur bagi yang galau ya.
Semoga kisah ini pun dapat dinikmati dan membuat kita semua selalu melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang.
Wassalamualaikum!
Suka sama suka
BalasHapusðŸ¤
HapusDanaunya jadi berhantukah? Dibalik keindahan danau ada cerita kelam di dalamnya.
BalasHapusHanya cerita fiktif, kak, berhantu atau gak, saya kurang tau 😅
HapusNgeri bayanginnya... Emang bukan indah sih wkwkkw
BalasHapusGak usah dibayangi, mbaa ðŸ¤
HapusCerita ini sudah dibukukan kah?
BalasHapusAlhamdulillah, udah, mbaa, judul buku antaloginya ROMANSA NAGARI
HapusWah, selamat untuk antologinya ya, Kak. Terus semangat menulis.
BalasHapusMakasih, mbaa, udah mampir 🤗
HapusMasya Allah isinya real banget
HapusCeritanya wow.. endingnya bikin ngilu.. btw Selamat ya mbak untuk antologinya, semoga sukses.
Hapusdini jadi hantu kah?? 😮😮 serem tapi bikin penasaran 🙈
BalasHapusBertemu dengan wajah tanpa ekspresi itu rasanya menegangkan...
BalasHapusJujur saja, saya g berani baca novel misteri kalo sendirian Mb.. karena dulu sering lihat penampakan di rumah.
Ini buku antalogi kah? Misteri? Wah wahhh sebagai pecinta misteri aku jadi penasarannn
BalasHapus