Assalamualaikum. Jumpa lagi kita di sini. Di kisah lain
dalam tulisan bercerita.
Kali ini tentang kisah apa ya?
Hmmm?
Kalau gitu, saat event di KM Aksara bertema horor
aja dah. Aku lupa bulan apa, tapi event ini kuikuti tahun lalu, 2021. Aku kira
menulis dengan ide “TERSERAH”. Ternyata sudah dikasih oleh juri untuk
memilih di antara tiga skenario untuk dikembangkan menjadi sebuah cerita
pendek.
Ini tiga skenario:
1.Aku berada di sebuah rumah
kosong. Tanpa ingat apa yang
terjadi. Hanya saja tanganku memegang sebuah gergaji mesin yang berlumuran darah.
Disekelilingku terbujur mayat-mayat
bergelimpangan dan tak lagi utuh.
2. Aku bermain petak umpet.
Kenapa mereka tidak juga menemukanku. Dan saat aku hendak keluar dari tempat
persembunyiaanku, mendadak aku berada
di tempat yang
berbeda.
3. Aku membeli
sebuah boneka di toko barang bekas. Anehnya, hampir setiap malam aku mendengar
suara langkah kaki dan orang yang sedang bersenandung.
Pilihan ini gak begitu sulit. Mengembangkan isinya yang
lumayan sulit. Awalnya banyak ide di kepala tentang skenario nomor 1. Namun,
entah kenapa akhirnya malah nyasar ke skenario 3.
Alhamdulillah, walaupun aku gak begitu puas dengan isi
tulisan ini, tapi masuk pula sebagai kontribusi tulisan terpilih. Aku mengusung judul RUMAH TERKUTUK di buku antalogi MELODI KEGELEPAN.
Yaaah, dinikmati aja lah.
Yuk, kita eksekusi isinya! Apakah bisa dikatakan seram,
menakutkan, atau membingungkan?
Cekidooot ....
RUMAH
TERKUTUK
“Di sini?”
“Iya.”
“Tapi
nggak ada apa-apa di sini.”
Iya.
Memang tidak ada apa-apa di sini.
Hana
menyisir tanaman rumput di sekitarnya. Masih ada terlihat bekas bangunan lama.
Semua
kesalahan itu bermula dari sini dan berakhir juga di sini. Saat itu, umurnya
hampir berusia dua belas tahun. Setelah menamatkan sekolah dasar, ayahnya
pindah kerja dan Hana melanjutkan SMP di sana.
***
“Bagaimana?”
Samsul menatap wajah istrinya.
Irma
berjalan mengelilingi ruangan demi ruangan. “Hmm. Lumayan.”
Rumah ini tidak terlalu besar, tetapi cukup nyaman dan
tampak asri dilihat dari depan. Hana, Juli dan Diki berlarian ke sana ke mari.
Hana memeriksa dapur. Ada pintu bertuliskan GUDANG dan pintu di ujung yang
menuju teras samping.
Gadis itu
berjalan pelan menuju pintu teras yang sedikit terbuka. Angin melambaikan tirai
jendela di samping pintunya. Pintu itu bergaya zaman, setengahnya hanya berupa
kaca buram yang bercorak abstrak dan tebal. Hana tidak pernah melihat jenis
pintu seperti itu.
Pintu
sedikit berderit ketika Hana membuka lebih lebar. Angin menyibak rambut serta
baju terusannya. Sekelebat hitam melintas dari ekor mata Hana. Seketika gadis
kecil itu menoleh dan hanya mendapati jejeran pohon mahoni di halaman samping
yang terkesan sunyi dan sepi. Anginnya seperti berirama.
Di halaman
belakang tampak ayah dan bundanya memandangi sekitar sambil bercakap-cakap.
PLOK!
PLOK! PLOK!
Hana
terkejut dan menoleh ke belakang.
“Ayuk!
Sudah lihat-lihatnya. Kita cari makan dulu.” Irma bertepuk tangan memanggil
Hana.
Loh?
Bunda? Yang tadi di belakang ... siapa?
***
“Cantik?”
“Iya,
cantik. Boleh saya beli, Bun?”
Irma
tersenyum, lalu menuju meja kasir dan menawar harga boneka yang dipegang
putrinya.
Hana
memeluk boneka cantik pilihannya. Meskipun bukan boneka baru dan dibeli di toko
barang bekas, tetapi dia suka tampilannya. Rambut bonekanya pendek sebahu dan
bisa dikuncir dua. Mata hitamnya besar dengan sedikit warna putih di bagian
bola mata. Bibirnya mungil dan tampak seperti senyum dikulum. Tampilan kulit
bonekanya berwarna coklat tua dan sudah sedikit luntur. Bajunya kaus loreng
merah biru, diikuti celana kodok. Sepatunya pun terkesan elegan serta bisa
dilepas.
Gadis itu memutuskan memberi nama Anti kepada bonekanya.
Sudah seminggu Anti tidur bersama Hana. Namun, Juli selalu merengek kepada
Bunda agar Hana memberikan Anti kepadanya. Kemarin, setelah pulang sekolah,
selama tiga hari Hana sengaja melewati toko barang bekas itu lagi. Berharap ada
Anti yang lain untuk Juli. Akan tetapi, toko itu selalu tutup.
“Ayuk.
Anti boleh tidur dengan Juli? Juli takut tidur sendiri.”
Wajah
memelas adiknya tidak dapat ditolak. “Boleh. Malam ini saja ya.”
“Hmm.”
Gadis kecil itu langsung menggendong Anti dan berlari ke kamarnya sendiri.
Malam ini,
Hana memilih mengalah dan membiarkan Anti dibawa tidur oleh Juli. Anehnya,
ketika tengah malam Hana mengecek Juli di kamar, adiknya tidak ada di sana.
Saat
sarapan sebelum pergi sekolah, Hana mencoba bertanya kepada Juli.
“Tadi
malam kamu ke mana? Ayuk cariin nggak ada. Di kamar mandi juga nggak ada.”
“Ada,
kok.”
Hana
terdiam. Jelas-jelas dia memeriksa kamar itu dan tidak ada keberadaan Juli.
***
Malam ini
terasa sangat panas. Hana terpaksa membiarkan pintu kamar terbuka. Dari ranjang
tidurnya jelas terlihat ruang tengah dengan kursi goyang yang mereka temukan di
gudang.
Sepertinya
si penjual rumah tidak menceritakan apa pun kepada ayah dan bundanya tentang
kursi goyang itu karena ketika kedua orang tuanya menghubungi si penjual rumah,
nomor telepon itu sudah tidak terdaftar lagi.
Tanpa sengaja, Hana melihat kursi itu bergoyang. Anti
duduk di sana. Tidak ada pikiran apa pun, gadis itu mendekati kursi dan
menggendong Anti ke kamarnya. Mungkin Juli lupa.
Belum lima
menit matanya terpejam, udara panas membuat Hana pergi ke dapur. Rasanya
tenggorokan begitu kering. Dari sana, gadis itu pergi mengecek kamar Juli yang
bersebelahan dengan kamarnya. Kaget bercampur heran ketika Hana melihat adiknya
dari balik selimut yang menggigil kedinginan di samping Anti.
Anti?
Wajah Hana
menegang.
***
Sudah dua
hari Anti tersimpan rapi di dalam lemari kaca di ruang tamu. Berharap Juli
tidak menemukannya. Sejak itu pula kondisi kesehatan Juli semakin menurun.
Adiknya jadi malas pergi ke sekolah. Begitu juga dengan ayahnya yang semakin
jarang ke kantor dan Bunda selalu tampak lesu. Hanya ingin tidur dan tidur.
Hana pun
tidak berani tidur sendiri. Gadis itu memilih tidur di kamar Juli yang
berhadapan dengan kamar orang tua mereka. Namun, bukan rasa nyaman yang dialami
Hana, setiap malam dia mendengar langkah sepatu yang berdecit dari ruang tengah
sambil bersenandung entah lagu apa. Belum lagi suara orang bercakap-cakap dan
suara tawa anak kecil.
Anak
kecil?
Hana
langsung duduk tegak. Suara tawa itu seperti suara Diki. Gadis itu segera turun
dari ranjang dan terkejut melihat Juli tidak ada di sana.
Kakinya
langsung berlari menuju pintu ke luar dan menyisir ruang tengah yang temaram.
Tidak ada siapa pun atau apa pun di sana. Akan tetapi, suara orang
bercakap-cakap masih terus terdengar. Hana mencari asal suara. Gadis itu pun
menuju ke dapur.
Suara
jeritan Hana tertahan. Gadis itu berdiri mematung di tempatnya. Ada bayangan
seseorang yang berdiri di pintu kaca. Hanya diam tidak bergerak. Hana berjalan melipir di sisi tembok dapur
untuk sampai ke asal suara. Ada cahaya dari dalam gudang dan pintunya pun
terbuka. Gudang itu agak sedikit ke bawah, lalu dengan pelan gadis itu menuruni
tangga.
“Juli?
Lah? Diki, kok, di sini juga?” Boneka itu? Kenapa ada di sini? Posisinya
sedang membelakangi Hana. Mereka bertiga duduk di depan cahaya lilin.
Juli
menengadah, lalu tersenyum. “Ayuk! Sini main dengan kita.”
Kita?
Saat itu,
Anti memutar kepalanya seratus delapan puluh derajat dan menyeringai ke arah
Hana. Ayuk! Sini main dengan kita.
***
Hana
tertegun begitu kakinya sampai di dalam rumah. Semua pintu dan jendela
tertutup. Tidak ada sirkulasi udara. Setelah meletakkan tas sekolahnya, dia
berjalan menuju kamar Bunda. Aroma busuk langsung menyeruak ketika pintu
terbuka.
“Bunda?”
Hana menyibak sedikit selimut di ranjang. Pupil matanya membesar. Napasnya pun
tertahan.
“Hmm?”
Urung
niatnya ingin mengatakan sesuatu. Bau busuk itu dari balik selimut yang ada
tubuh Samsul, Diki dan Irma. Namun, mereka bertiga masih bernapas.
“Rumah ini
auranya sangat buruk.”
Gadis itu
terkejut ketika seorang nenek-nenek bungkuk sudah berdiri di sampingnya.
“Maksud
nenek?”
Si nenek
menatap Hana iba. “Sebaiknya kalian segera pindah dari sana.”
Hana hanya
membisu menatap punggung si nenek yang semakin menjauh.
“Bunda,
Ayah! Ayok, kita keluar dari rumah ini!” Hana berusaha membangunkan orang
tuanya setelah mengingat kejadian tadi.
Tidak ada
respon dari mereka, gadis itu pun berlari menuju kamar Juli. Adiknya tidak di
sana. Kemudian, dia berlari menuju gudang. Juli sedang duduk sendiri menghadap
lilin. Hana mengguncang-guncang tubuh adiknya yang tampak pucat itu.
“Juli!
Ayok, ikut Ayuk. Kita keluar dari sini.”
Mata Juli
yang kosong menatap kakaknya tanpa ekspresi. “Kita nggak bisa ke mana-mana,
Yuk. Anti meminta kita menemaninya.”
Tiba-tiba
dari pintu gudang terdengar suara bersenandung dan decit sepatu. Anti turun
perlahan. Hana menarik tubuh adiknya bersembunyi dibalik lemari tua.
Anti
menyisir ruangan, lalu duduk menghadap lilin. Hana tidak menyia-nyiakan
kesempatan ini. Sekop yang ada di sampingnya langsung dia arahkan ke kepala
boneka itu. Jantungnya semakin bergemuruh. Benda itu diayunkannya dengan sekuat
tenaga. Namun, tiba-tiba, kepala Anti menengadah menatapnya.
Ketahuan!
Hana
langsung menghantam kepala Anti hingga tubuh boneka itu menjatuhkan lilin yang
membakar rambutnya.
Aaargh!
Api mulai
membara dan semakin melebar karena banyaknya barang-barang tua yang mudah
terbakar di dalam gudang. Hana menarik tubuh Juli untuk ke luar dari sana.
Jatuh bangun mereka menapaki tangga batu itu. Api mulai menghabiskan atap
gudang dan dapur juga ruang tengah. Asap semakin mengaburkan pandangan.
Hana
terbatuk-batuk dan kembali membangunkan Diki juga orang tuanya. Namun,
terlambat, mereka sudah terlanjur dilalap api. Hana dan Juli berlari menuju
pintu ke luar dari ruang tamu. Sayang, mereka kesulitan membukanya. Entah
mengapa, Hana menoleh ke arah lemari kaca tempatnya menyimpan Anti. Tepat saat
itu, dari balik asap, Anti sedang berdiri dan melompat ke arah Juli, menarik
rambutnya hingga gadis kecil itu terpelanting ke belakang.
“Ayuuuk!!”
Hana
menarik kaki Juli. Gadis kecil itu menjerit menahan sakit karena tarikan di
rambutnya. Tanpa pikir panjang, Hana pun menarik rambut Anti dan mencucuk mata
boneka itu dengan kunci yang dia cabut.
Aaargh!!
Sedetik
kemudian, platform jatuh menimpa Anti dan pintu terbuka lebar. Beberapa
orang menarik ke luar tubuh Hana dan Juli sebelum platform lain jatuh
menimpa mereka.
Tidak ada
satu orang warga pun yang bersuara. Hanya terdengar bara api dan hembusan angin
sunyi.
Gimana?
Apakah sedikit terhibur dengan cerita horor? Menakutkan
atau biasa saja?
Sesuai judulnya, RUMAH TERKUTUK. Menceritakan
tentang rumah tua yang telah lama kosong dan terbengkalai. Sebenarnya boneka
itu salah satu peninggalan rumah tua yang sedang mencari tuannya. Hadirnya di
toko barang bekas karena adanya kemampuan aneh yang ada dalam tubuh boneka itu
untuk mencari tuan baru. Di sini gak sempat kuceritakan secara detail karena
keterbatasan kata untuk lolos dalam event. Jadi, aku hanya bercerita
tentang keluarga yang telah salah memilih untuk tinggal di sana.
Yaah! Begitulah ceritanya. Ngeri juga, sih, kalau ada di
kehidupan nyata.
Terima kasih ya, udah mampir di
mari dan menyimak tulisanku kali ini. Semoga kisah ini pun dapat dinikmati dan
membuat kita semua selalu melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang.
Wassalamualaikum!
Serem yaa...kalau baca cerita horor tuh nggak boleh di tempat sepi, jadi merindiiing...
BalasHapus😅
HapusKelihatan sepi, mbaa, tapi ‘mereka’ kan ada dimana-mana 🤭
Kelihatannya yang terkutuk itu sebenanya bonekanya ya, bukan rumahnya, atau rumahnya juga memiliki peran dalam membuat 'kutukan' atas boneka itu?
BalasHapusTerserah pembaca aja, mbaa 😅
HapusTegangnya dapet. Saya suka cara berceritanya. Antinya yang jadi perusuh malahan ya.
BalasHapusKarena Anti pemilik rumah tua itu, mbaa
HapusMaksudnya plapon kali ya mba...bukan platform. BTW ceritanya bagus. Feelnya dapet
BalasHapusMakasih, mbaa, koreksiannya 🤗
HapusWah Mbak Nuri pandai membuat cerita horor. Idenya dari mana? Apakah pernah mendengar cerita seperti itu di kehidupan nyata>
BalasHapusNgarang aja kok, mbaa, dan jangan sampai ada 😅
HapusAku baca ini jadi inget sama satu rumah peninggalan kakek yang udah lamaaa banget ngga dihuni, dijualpun ngga laku
BalasHapusBanyak emang ya rumah tua yang kadang gak berpenghuni lagi, ada baiknya dipugar sebelum jadi sarang setan dan jin ya 🤔
Hapusbacanya ngalir banget sampe tegang wkwkwk btw samsul diki irna itu siapa?
BalasHapusSamsul dan Irma itu orang tua Hana dan Juli, kalau Diki, adiknya Hana dan Juli, mbaa 🤗
HapusDuh, jadi baca juga cerita horor >_< Jadi orang tua dan adik laki-lakinya Hana pun ikut meninggal di rumah itu karena kebakaran ya Mbak?
BalasHapusBegitulah ceritanya, mbaa 🤗
HapusUdah deh kalau berhubungan ama cerita horor yang ada bonekanya bikin ankat tangan. Sampe aku tuh ngga mau beliin anak-anak boneka2 gini. Mending mainan lainnya haha.
BalasHapusSama dong, mbaa, aku juga gak suka beli boneka yang menyerupai manusia, 😓
BalasHapusIni nih alesan dari dulu aku paling ogah sama boneka yang menyerupai manusia hehe
BalasHapusSaya mah biasa aja. Tapi kalau merasa tegang iya hehehe ...
BalasHapusYang pasti gak pernah tuh beli boneka seperti yg lagi hits. Kecuali ya Boneka binatang mainan anak gitu
akupun suka merinding lihat boneka yang seperti bayi, atau boneka yang kemarin sempet viral kemarin, serem aja lihatnya..
BalasHapusCeritanha bagus. Merinding bacanya. Aku bisa membayangkan ceritanya berjalan
BalasHapusAmit-amit ya kalau yang kayak gini ada dalam kehidupan nyata. Rumahnya perlu diruwat. Hahaha.
BalasHapusIni cerita kubaca pagi-pagi aja udah bikin merinding, apalagi kalau dibaca malam-malam
BalasHapusSeru juga mba cerita horrornya, untung dibaca pagi2 jadi nggak gitu merinding, kalo malem pasti celingak celinguk juga nih serem haha..
BalasHapusSerem ya kalau Kita salah Memilih rumah buat tinggal. Membaca kisah ini berasa banget aura horornya ..
BalasHapusSereeem euuyy... jadi ingat jaman dulu ada serial Friday The 13th. Ada juga boneka yang gini ini, meneror tuannya sendiri. Bagus nih cerita horornya, berhasil bikin merinding.
BalasHapusJujur, aku nggak berani teruskan baca ceritanya, karena aku tuh suka kebayang-bayang terus kalau baca yang horor gini..
BalasHapusNgeri-ngeri sedap nuh
BalasHapus