Minggu, 16 Agustus 2020

Cerita Sembarangan

Cerita Sembarangan Dulu, Dulu Sembarangan Cerita

 

#sepatahkataku

 

Kata orang, mulutmu harimaumu. Kata orang, jaga omonganmu. Kata orang, sedikit bicara lebih banyak diam. Kata orang, jangan besar pasak dari pada tiang. Kata orang, diam itu emas. Kata orang... Kata orang... Katamu bagaimana? Lalu kataku? Hmmm? Jangan lihat siapa bicara, tapi dengar apa katanya...

 

Setiap orang punya keahliannya masing-masing. Kemampuannya masing-masing. Ada karakteristik tersendiri yang selalu dan sangat unik dari tiap individu. Dan itu berbeda-beda, tidak pernah sama. Bahkan bagi anak kembar indentik sekali pun. Jika dikatakan dan dilihat orang sama, itu hanya kemiripan semata. Tuhan menciptakan setiap makhluknya tidak pernah sama. Contoh yang paling dasar itu, sidik jari.

 

Yaak! Kita tidak membahas itu sekarang, lain kali saja.

 

Membicarakan tentang keahlian, kemampuan, mungkin sudah dari dulu aku lakukan, BERCERITA, tentang apa saja. Bahkan yang mendengar pun kadang terbodoh dengan ceritaku. 😂  Maaf ya bagi yang merasa sudah terbodohi dengan cerita-ceritaku. Tidak disengaja dan tidak ada unsur kesengajaan. Hmmm? Sepertinya sama saja ya kata-katanya.

 

Jadi sangking sukanya bercerita, sempat terpikir untuk sesuatu yang lebih, sesuatu yang bisa dilakukan untuk menuangkan isi pikiran, isi hati, mungkin isi dunia (yang ini gak kali yee), sesuatu paling purba, MENULIS.

 

Sebenarnya niat menulis sudah cukup lama terpendam. Terpendam. Dari katanya saja sudah tahu, TERPENDAM. Otomatis masih di dasar, butuh waktu yang sangat lama untuk bisa muncul ke permukaan.

 

Ada sih pernah muncul sebentar, sebentar ya, mungkin dikarenakan ketiadaan waktu dan ada hal-hal tertentu yang membuat niat itu kembali ke dasar. Mati suri. Gitu la kata orang. Masih tetap kata orang.

 

Kira-kira terpikir buat blog, kapan? Hmmm?

 

Tidak pernah terpikir sekalipun. 😂

 

Hanya atas saran seorang teman yang baik hati, tidak sombong serta rajin menabung dan tidak pantang mundur memberi nasehat ini itu. Tidak usah aku sebut ya mereknya. Semoga beliau tetap dalam keadaan sehat-sehat dan selalu dilindungi Allah SWT. Aamiin aamiin aamiin ya Rabbal'alamiin. (Kurasa beliau baca ini sambil senyum-senyum)

 

Alhamdulillah, sudah beberapa tulisan yang nongol. Walau kadang judul dan isi tidak semua sinkron ya. Ditambah juga gaya penulisanku yang berujung ambigu. Tapi aku senang melakukannya. Seolah-olah separuh beban di pundak lepas sedikit demi sedikit. Memang belum banyak, karena masih baru, masih bau kencur, masih belajar, masih minim pengalaman. Jadi mungkin masih banyak kekurangan di sana sini. Wajar ya.

 

Jadi tolong juga buat teman-teman yang mau dan sudi mampir kemari untuk sekiranya memberikan saran atau masukkan apapun itu buatku agar bisa lebih lagi dalam berkarya, lebih bagus lagi, lebih banyak lagi menuangkan segala macam bentuk ide, cerita atau apa pun itu. Tidak untuk apapun, hanya untuk menghilangkan jenuh, untuk peluh yang belum sepenuhnya luruh.

 

Ada kutipan dari Pak Ebiet G. Ade yang paling kusuka,

"...tugas kita masih sangat banyak,

menyelesaikan hidup dengan benar..."

(BilaKitaIkhlas)

"...semua langkah yang kita buat meninggalkan jejak di bumi,

semua napas yang kita hirup membawa kristal kehidupan..."

(KetegaranHatiSeorangPengemisDanAnaknya)

"...mengakhiri cerita kusam,

salin dengan cerita indah..."

"...jangan lihat siapa bicara,

tapi dengar apa katanya..."

(CatataanSeorangPenyair)

"...pemahaman makna yang maha sulit, menerjemahkan khayalan,

melengkapi semua kenyataan hidup di alam semesta..."

"...perjalanan yang tak pernah selesai,

kecuali atas kehendakNya,

memahami inti kehidupan, keletihan pun tak terasa..."

(KembaraLintasPanjang)

 

Jadi, apapun yang kita lakukan, yang kita kerjakan, selesaikanlah dengan benar. Bukan sekedar karena ada timbal balik jasa di sana, bukan sekedar karena gaji dan upah di sana, bukan karena ada pamrih yang lain menanti di sana, namun lakukan dengan sepenuh hati, lakukanlah dengan benar. Apapun itu. Walau begitu banyak onak dan duri, berbesar hatilah. Bukankah setelah gelap akan timbul terang?

 

Karena apa yang akan kita tinggalkan nanti benar-benar akan berjejak di kemudian hari. Tidak hari ini. Tidak saat ini. Suatu hari nanti langkah dan napasmu pun bernilai harganya. Setiap langkah banyak makna, setiap tarikan napas banyak rasa. Tinggal bagaimana engkau memahaminya. Sedikit demi sedikit.

 

Dan isilah hidup ini dengan caramu sendiri, warnai dengan caramu sendiri, penuhi ruangnya dengan caramu sendiri. Namun pada akhirnya engkau pasti ingin akhir yang happy ending, bukan? Perjalanan hidup kita tidak akan pernah selesai kecuali atas kehendakNya. Jadi, jangan pernah engkau lupakan Penciptamu. Hiduplah dengan mengikutsertakanNya. Apapun cara yang engkau pilih, apapun warna yang engkau pilih,  sertakanlah Dia Yang Maha Segalanya, niscaya engkau dapati akhir yang engkau inginkan.

 

Dan aku pun masih belajar.

Belajar pada kehidupan yang memberiku hidup.

Belajar pada udara yang kuhirup.

Belajar pada angin yang membawa rinduku padanya.

Belajar pada awan yang sering melukis garis-garis tebal dan tipis.

Belajar pada bunga yang indah dan sering kuajak berbicara.

Belajar pada matahari yang sinarnya lebih terang dari lampu pijar di langit-langit rumah.

Belajar pada hujan yang selalu berbisik tentang raut wajah yang suka muncul di kepala.

Belajar pada tanah tempatku berpijak.

Belajar pada api yang membawaku pada jamuan-jamuan penggugah selera.

Belajar pada air tempatku membasuh peluh dan bersuci untuk bertemu denganNYA.

Belajar pada tokek yang kadang diam-diam mengintipku.

Belajar pada burung yang selalu menemaniku menyambut pagi.

Belajar pada mereka yang dulu pernah singgah dan memandangku sebelah mata.

Belajar pada tetangga yang berkicau tak jemu-jemu.

Belajar pada mereka, teman, sahabat, kawan beradu argumen yang senantiasa kurindu hadirnya.

Belajar pada keluarga, saudari-saudariku yang selalu hadir dan mendukungku setiap saat kurapuh.

Belajar pada darah dan dagingku yang menjelma dalam dua bentuk tubuh tamvan rupawan.

Belajar pada dia yang telah mengetuk dan membuka pintu rahasiaku, yang semula tertutup amat sangat rapat. Terima kasih. Terima kasih karena telah membawanya muncul ke permukaan. Terima kasih karena telah banyak dukungan dan saran. Terutama terima kasih atas rasa yang sama terbagi, diberi dan memberi. Semoga segalanya menjadi awal kebaikan untukmu, untukku, bagimu, bagiku, bagi kita yang belum sepenuhnya menjadi kita.

 

 

#formyseLf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(FLASHBACK) DARI TANAH TANDUS

  Blurb: “Kak Ineee. Kepala Rubi pusing, Kak.” “Bertahanlah, Rubi! Bukan sekarang saatnya!” Ine dan Rubi, dua gadis kecil yang ter...