Senin, 22 Juni 2020

KISAH LIMA SEKAWANAN

Tulisan kali ni kagak usah banyak cuap-cuap la ya. Dari judulnya aja udah aneh. ^, ^
Cekidot la kalau begitu, yuuuukk...

***

    Sedikitnya cahaya yang masuk tak membuat Miko malas untuk keluar rumah. Pohon-pohon yang tinggi menjulang bak menyentuh ujung langit. Dedaunan yang rimbun yang membuat minimnya cahaya menerobos di setiap sisinya. Ada panggilan dari sisi barat. Miko menoleh sebentar. Lalu muncul yang lain dari sisi utara. Mereka berkumpul di antara pohon meranti dan pohon pinus.
    "Di mana?"
    "Di sana. Dekat sungai di antara jajaran pinus."
    Mereka bergerak dipimpin Miko.

***

    Masih riuh dengan celoteh sana sini. Entah apa yang ditunggu. Forum tak bakalan berjalan kalau sudah ribut begini. Beberapa sibuk dengan masalah rambut, beberapa lagi sibuk mempermasalahkan makanan, ada malah yang sibuk mengurusi air di pinggir sungai itu. Miko menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kemana yang ditunggu, apakah mereka ingkar janji? Sudah hampir tengah hari mereka menunggu di sini.
    Angin membuat rambut Miko berantakan. Matanya sedikit perih. Angin kali ini sedikit aneh. Dari baunya seperti akan datang badai. Beberapa burung terbang di atas sungai, pulang ke sarang masing-masing. Sahabatnya, Roli, mendekat.
    "Bagaimana ini? Apa mungkin mereka tak jadi datang? Apa terhalang badai? Atau kita batalkan saja pertemuan kali ini?"
    Miko menghela nafas. Dipanggilnya beberapa temannya yang masih sibuk di pinggir sungai. Beberapa teman yang lain diarahkan untuk segera mendekat. Wajah Miko terlihat serius. Rahangnya mengeras. Tanda dia sedang menahan amarahnya. Frans, sahabatnya juga, menepuk pundak Miko.
    "Sabar, bro. Mereka pasti datang. Kita tunggu aja sebentar lagi."
    Miko pun mengangguk. Teman-temannya yang berkumpul di sungai tadi sudah mulai bergabung dengan mereka. Angin semakin kencang. Roli gelisah dalam duduknya. Dia memang kurang menyukai yang sedang mereka tunggu. Bukan karena sosok itu lebih besar darinya. Tapi Miko lebih mempercayainya daripada dia.
    Petir tiba-tiba menggelegar. Di saat bersamaan kawanan itu telah sampai ke wilayah yang sudah mereka sepakati. Di depan sudah tampak Dion, tubuh tinggi besar dan tegapnya terlihat menonjol di antara yang lain. Di sampingnya Tedi, yang tidak jauh berbeda dengan Dion. Hanya saja Tedi lebih bertubuh gempal.
    Mereka duduk berlima berhadapan di tengah kawanan yang lain. Mereka membicarakan tentang teritorial masing-masing. Menyampaikan atau lebih tepatnya melaporkan segala tidak tanduk kegiatan perwilayah yang mereka pimpin.
    Frans, dari sisi barat, dengan tubuh jangkungnya, memiliki sisi kecerdasan yang luar biasa dari mereka berlima. Roli, dari sisi utara, tidak setinggi dan sebesar empat lainnya, tapi untuk urusan sandang pangan dia paling bisa diandalkan. Dion, dari sisi selatan, menjaga dan memantau setiap wilayah, bergantian dengan Tedi, dari sisi timur. Sedangkan Miko, dari sisi tengah, yang menjaga, memantau setiap kegiatan serta aktivitas kawanan demi kelangsungan hidup mereka.
    Diskusi serta laporan perwilayah tidak berlangsung lama. Cuaca tidak mendukung. Mereka berpisah setelah kawanan lain menepuk dada mereka tanda pertemuan telah berakhir. Mereka kembali ke wilayah masing-masing. Ada yang berlari dan ada yang memilih bergelantungan. Dan hujan pun turun dengan sangat deras.

***

    Inilah sedikit atau sepenggal kisah tentang lima sekawan. Sekawanan kera maksudnya.
Sampai di sini sudah faham? ^, ^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(FLASHBACK) DARI TANAH TANDUS

  Blurb: “Kak Ineee. Kepala Rubi pusing, Kak.” “Bertahanlah, Rubi! Bukan sekarang saatnya!” Ine dan Rubi, dua gadis kecil yang ter...