Minggu, 11 Juli 2021

Dalam Damai Kita Bertemu Bahagia


Konteks BAHAGIA tiap orang berbeda-beda. Bisa jadi bahagia itu sebenarnya persoalan yang sederhana. Tapi kita yang terlanjur membuatnya tampak rumit dan sulit mendapatkannya.

 

Bisa jadi bahagia itu sebenarnya pun hanya soal di mana kita letakkan standar ukuran. Di gantungan yang wajar atau malah melangit di atas awan.

 

Beberapa ada yang cukup berdua saja dengan pasangannya sudah bahagia. Walau makan cuma tempe dan garam.

 

Beberapa lagi memiliki rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah pun sudah bahagia, apalagi ditambah anak-anak yang sholeh dan sholeha, lengkaplah kehidupannya, walau hidupnya sederhana cenderung miskin papa.

 

Namun, banyak juga di antara orang yang bahagia jika memamerkan kekayaan dan menghambur-hamburkannya. Semua tunduk dan menyanjungnya bak raja sejagad raya.

 

Ada juga orang yang bisa bahagia hanya dengan jalan-jalan atau traveling keliling dunia. Rasa hati bagai burung yang terbang tinggi. Bisa ke sana ke mari.

 

Dan, ada juga yang sangat bahagia jika makan apa saja tapi tidak bikin kurus bentuk tubuhnya.

 

Hmmm? Kalau yang ini agak beda ya konteks harfiah bahagianya. Semua orang sepertinya ingin begitu, sih. 😅

 

Bahagia bagiku dan sedang kujalani saat ini adalah bersyukur atas apapun yang selalu datang padaku, ikhlas dan pasrah di setiap hal.

 

Awalnya sungguh berat. Kadang ketemu luka, duka, nestapa. Tapi itu karena pikiran dan hati kita cita-citanya dunia, begitu kata Aa Gym. Walau miris, namun, ada benarnya juga.

 

Semakin tinggi syarat bahagia, semakin kita butuh lebih banyak anak tangga untuk meraihnya. Tenaga dan perhatian terkuras olehnya hanya karena dibuat sibuk dengan urusan menambah anak tangga. Sedangkan bahagia yang diharapkan ternyata masih jauh di depan mata.

 

Padahal, untuk menggapai bahagia, Allah tidak syaratkan sesuatu yang memberatkan. Allah katakan : "Sungguh jika kalian bersyukur, Kami (Allah) benar-benar akan menambah nikmat kalian."

 

Alhamdulillah 'ala kulli hal, bersyukur pada setiap keadaan. Sebab, setiap saat karunia Allah senantiasa tercurahkan. Hanya saja, kita yang luput memperhatikan, akibat terlalu tinggi mematok syarat kebahagiaan.

 

Minggu lalu, kebahagiaan pun menaungi wajah-wajah kami. Allah kasih waktu, tenaga, uang, bahkan kesehatan untuk kesempatan kami bersilaturahmi. Yang kami rasa saat seperti ini belum tentu akan datang lagi.

 

Tidak perlu ke luar negeri. Tidak perlu uang berlebih. Tidak perlu makanan mewah yang tersaji. Tidak perlu pamer segala macam, begono begini. Cukup seperti ini. Menikmati waktu dan menjaga ukhuwah antara keluarga sampai ke anak cucu nanti.

 

Sebenarnya menggapai rasa bahagia itu ternyata sangatlah mudah. Syukur, ikhlas, pasrah. Seperti kata-kata di lagu Pak Ebiet G. Ade, "...bila kita pasrah tumbuh rasa damai, dalam damai kita ketemu bahagia..."

 

Semakin kita menghayati karunia Allah Ta'ala,  semakin hati kita dipenuhi semerbak bunga-bunga bahagia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

(FLASHBACK) DARI TANAH TANDUS

  Blurb: “Kak Ineee. Kepala Rubi pusing, Kak.” “Bertahanlah, Rubi! Bukan sekarang saatnya!” Ine dan Rubi, dua gadis kecil yang ter...