Iseng-iseng aku mah, ikutan event menulis sepuluh hari di
instagram. Di antara hari-hari itu, ada dua hari dengan ketentuan tema, hari
keempat dan hari terakhir.
Beberapa isi tulisanku karena males
mikir. Beberapa karena kebanyakan mikir. Dipikir-pikir yaaa, Alhamdulillah,
masih dikasih kepala yang ada pikirannya. Gimana yaaa, yang nggak ada
pikirannya?
Omong-omong, ngapain juga mikir
pikiran-pikiran itu! Huh!
Langsung aja dah!
๐
Harike01
PERJALANAN
Siang
ini luar biasa panasnya sampai menusuk kulit. Jaket, masker, sarung tangan, kaus
kaki pun tak kuasa menahan teriknya. Tas ransel yang mulai miring kubenahi sejenak.
Kemudian, kutekan kopling, mulai melakukan perpindahan gigi dan perlahan lepas kopling
sekaligus menaikkan gas. Motorku melesat cepat melewati truk FUSO yang cukup panjang.
Sial!
Ada
becak dari arah yang berlawanan baru keluar dari jalan kecil dan langsung masuk
ke jalur kiri. Mendadak kaki kanan ini menginjak rem. Sedikit mengumpat, aku pun
meliukkan motor ke arah kanan dan kembali melesat.
Jalanan
masih terbilang lengang. Aku serasa raja jalanan. Seratus sepuluh kilometer per
jam yang tertera pada jarum speedometer. Mantap ah! Aku pun bersenandung entah lagu
apa.
Memasuki
jalanan sempit, di depanku berjejer tiga truk barang, empat mobil pribadi dan satu
truk minyak. Sedangkan sisi yang berlawanan ada dua truk kontainer panjang yang
berjalan lambat. Dua kendaraan pribadi yang mengekor di belakangnya, diikuti satu
bus antar lintas. Masih dari arah yang berlawanan, beberapa motor mulai tak sabar
ingin menikung. Dari jalur perjalananku, ada dua motor bebek dan tiga motor matic
juga sama niatnya. Mereka mulai mepet di bagian belakang truk, berharap ada celah
dan kesempatan untuk mendahului.
Menit-menit
penuh kesabaran akhirnya usai. Motorku melaju di urutan pertama melewati rentetan
kendaraan di depan.
I am
the winner!
"Diooooo!
Dari tadi disuruh mandi bukannya mandi." Wanita paruh baya itu tampak melotot,
berdiri di depan pintu kamar sambil berkacak pinggang.
"Iya.
Iya, Mak!" Dio meletakkan stik sega, meraih handuk dan bergegas.
๐
Harike02
KEBUN TETANGGA
Misteri tentang mengapa rumput tetangga
lebih hijau dari rumput sendiri, masih belum terpecahkan. Konon lagi mengapa kebun
tetangga lebih subur dari kebun sendiri.
Namun,
ini bukan tentang lebih hijau
atau lebih subur, ini tentang sesuatu yang tinggal di kebun tetangga.
Jauh dong sama paragraf di atas tadi ya?
Yaaa, kagak apa-apa. Namanya juga pembuka wacana. Ohohoho.
Jadi
ceritanya begini. Kebun tetangga yang luasnya hampir satu hektar itu banyak sekali
ditumbuhi pohon buah-buahan. Ada mangga, kedondong, jambu batu, jambu air, pepaya
dan alpukat. Tetangga sekitar mengatakan kalau pohonnya tidak pernah berhenti berbuah.
Pemiliknya tidak tinggal di kampung sini. Mereka tinggal di kota. Tetapi, ada waktu
tertentu mereka pulang dan terkadang menginap di sana.
Yang
menjadi masalah tetangga sekitar adalah gubuk sederhana yang berada tepat di tengahnya.
Apalagi terdengar kabar kalau tiap malam ada lampu yang menyala di sana. Masalah
besar pun terjadi setelah seorang warga meminta anaknya memeriksa dan seminggu tidak
kunjung terlihat lagi batang hidungnya.
Si
ibu dilanda gundah dan menangis seharian mengutuki perbuatannya.
"Huhuhuuuu....
Gimana ini? Anakkuuu.... Huhuhu...."
"Sabar,
toh, Lik. Kita sudah hubungi Pak Haji Restu."
"Mudah-mudahan
Eko segera ditemukan."
Ibu-ibu
pengajian mencoba menguatkan hati Lilik, sang ibu yang anaknya hilang.
"Ada
apa ini? Ngapain kumpul-kumpul di sini?"
Semua
menoleh ke arah pintu pagar. Melotot dan melongo.
"Ealaaah!
Kampreeet!"
๐
Harike03
KARENA GAGAL PANEN
"Nggak usah semeter muncung* kau itu!"
"Tapi, Bun, Iwi sudah kepingin banget beli baju
itu. Modelnya belum ada yang punya."
"Sudahlah. Kau 'kan tahu, hasil tambak
udang, sawah dan sayuran
tidak memadai. Sudah, sana. Bantu abangmu mengepel dulu."
Sudah dua hari air laut pasang menggenangi
pemukiman warga. Ini hari ketiga dan air mulai surut seluruhnya.
"Belanja
online lagi?"
"Nggak
apa 'kan, Yah. Wajar dong anak gadis kita tampil gaya. Cantiknya nggak ada yang
menyamai di kampung kita."
"Tapi
kita 'kan bukan orang berada, Bun. Tambak udang dan lahan sayuran pun masih menyewa.
Kurangilah gaya hidup mewah. Paling tidak, tolong dijual dulu kalung Bunda itu untuk
membeli lahan dan bangun rumah."
"Eh,
enak saja! Ayah saja yang kurang usahanya. Kalau perlu, ikuti cara Wak Luki, yang
cari nafkah ke pulau seberang sana."
"Jadi
TKI bukan solusi lho, Bun. Ki...."
"Halaaah!
Nggak usah banyak alesan! Sebelum...bla...bla...bla...."
"Yah,
temani Didi beli makanan bebek, yok? Sudah habis."
"Ayok."
Pak Solekan bergegas menghampiri motor yang sudah dikeluarkan Didi.
"Heh!
Jangan lari dari tanggung jawab kalian berdua! Ini rumah belum beres!"
"Giliran
Bunda sm Wiwit. Jangan asyik main hape aja." Didi berteriak sambil melajukan
motor sebelum sapu lidi itu terbang dari tangan ibunya.
*muncung semeter =
manyun/merajuk
(janganditiruyapemirsaaah!)
๐
Harike04
KEMBALILAH PADAKU
Sudah
hampir dua tahun sejak aku putus dengannya. Lalu, tiba-tiba dia datang dan seenaknya
mengatakan,
"Abang
tahu kamu udah punya pacar. Abang juga udah punya. Tapi Abang rela putuskan pacar
Abang kalau kamu minta balik."
APA?!
AKU YANG MINTA BALIK?!
Hiiiiii!!
Seketika
aku merinding. Aku memutuskannya karena dia tipe pacar penjajah.
Aku
memasang wajah datar dan berharap dia segera bergegas keluar. Tapi aku lupa, dia
juga tipe manusia yang diusir dulu baru antenanya nyala.
Lalu,
terbersit olehku, dia menerjang dan memelukku erat. Hiiiiii! Posisiku siap sedia
untuk lari.
๐
Harike05
DEMI APA?
"Satu! Dua! Satu! Dua! Yak! Mundur
ke belakang dua langkah! Yak! Tarik tangan ke atas! Satu! Dua!"
Napas Una mulai ngos-ngosan. Namun, semangat
untuk terus berlatih semakin membara. Apalagi bila mengingat kejadian dua minggu
silam.
"Eh,
lihat cewek itu! Sepertinya dia naksir kamu, Rey. Sering kali curi-curi pandang
ke arahmu."
"Ish!
Berkaca dulu. Lihat tuh body, gempal juga berlemak." Matanya sinis ketika mengatakan
itu.
Walau
sayup terdengar oleh Una, tetapi kata-kata itu menusuk relung hatinya.
Reynold,
pemuda kalem semester lima fakultas ekonomi, tidak disangka bermulut tajam. Bodoh
sekali untuk seorang Una jatuh hati kepadanya.
Lalu,
di sinilah sekarang dia, menikmati latihan-latihan yang cukup menyiksa.
Hari
demi hari dan tidak terasa sudah seratus hari, Una merasakan hasilnya. Tubuhnya
ramping dan wajahnya imut berseri.
Hingga
suatu hari di kampus....
"Kamu
ya, yang namanya Una?"
Dede,
teman si Reynold bedebah ini datang dan menghampiriku!
Una
mengangguk.
"Itu...Reynold
kirim salam. Sebenarnya aku ju...."
"Sore,
Una. Maaf ya, lama nunggunya?" Seorang lelaki macho (macamcoro ๐) meraih
tangan wanita itu dan direkatkan di dadanya yang bidang.
Seketika
Dede ngacir entah ke mana. Una tersenyum tipis dan berbisik ke arah Dedi, "biasa
aja kaleeee, kagak usah lebaiii." Una melepaskan tangannya.
"Biar
lebih meyakinkan lho, Markonah!"
"Aah!
Diem lu!"
Una
berjalan santai menuju parkiran mobil dan membiarkan instruktur senamnya terus mengoceh.
===bersambung===