Alkisah, ini cerita salah satu dari empat yang tiap
minggu kukirim ke sagusaka (satuminggusatukarya).
Weeeesss! Ada beberapa pilihan untuk cerita yang bisa
dikembangkan sesuka hati, termasuk genre pun sesuka hati. Jadi, aku ambil
cerita tentang seseorang yang setiap hari senin pagi selalu bertemu dengan
wanita pujaan hatinya. Namun, suatu
ketika terlihat olehnya, wanita itu memakai cincin di jari manis.
Awalnya aku ingin tulis ke arah misteri, tapi di
tengah cerita kok malah mulai berbau-bau horor. Alhasil, jadilah genre horor.
Walaupun kagak horor-horor banget laaa.
Dan cerita ini juga yang kupilih untuk dibukukan di
antalogi. Insyaa Allah berjalan lancar ya. Aamiin ya Rabbal'alamiin.
Okelah! Kagak usah banyak cuap-cuapnya. Kita cekidot aja, yuuuks....
"Jadi, kita akan ke
mana?"
Mata sayunya menatapku
penuh cinta. Luar biasa! Akhirnya aku bisa memilikinya. "Tidak masalah jika
aku bawa ke mana saja, 'kan?" Aku tersenyum sambil menggamit hidung
mancungnya.
Dia mengangguk dan balas
tersenyum padaku. Senyum yang indah, dengan lesung di pipi kirinya, yang sejak
beberapa bulan ini selalu kupuja. Hasratku langsung merekah. Kupeluk tubuhnya,
hangat. Tidak ingin kehilangan kesempatan yang ada, lalu kukulum bi....
Byuuurr!!!
Frans batuk-batuk dan
terduduk, membungkuk akibat air yang masuk ke hidung.
"Ohok. Ohok. Ohok.
Yaelah, Nyaaaak. Kagak beginian juga caranye bangunin aye. Ohok. Ohok."
Nyak melenggos kesal
langsung menuju dapur. "Lain kali seember gue siram badan lu. Sono. Sholat
Subuh! Udah azan dari tadi."
***
Frans menguap. Halte masih
sepi. Hanya ada dia, Uda Ujang dan dua gadis SMU. Wanita itu belum tiba. Wanita
yang sudah sepekan ini hadir di mimpi-mimpinya. Pertemuan mereka yang intens di
setiap senin pagi selama beberapa bulan ini membuat Frans merasakan sesuatu
yang lain.
Frans merapikan pakaiannya
yang kusut. Tadi dia tidur sebentar di pos jaga sebelum Kang Darma dan Wiro
datang menggantikan sif jaga mereka. Paling tidak, biasanya
Uda Ujang selalu membuat sarapan di dapur percetakan, di samping pos jaga,
sebelum mereka pulang. Jadi, Frans merasa tidak terlalu buru-buru untuk sampai ke rumah.
Dia tidak ingin merepotkan Nyak.
Matahari mulai meninggi.
Frans celingukan melihat kanan kiri. Beberapa bus dengan tujuannya
masing-masing sudah datang silih berganti. Bahkan Uda Ujang sudah pulang lebih
dulu. Namun, Frans belum melihat wanita itu.
Akhirnya, bus tujuan rumah
mulai terlihat. Langkah Frans terasa berat ketika memasuki tangga pintu. Entah
mengapa setelah mimpi-mimpi itu hatinya sangat rindu. Jika hari ini tidak
bertemu, dia harus menunggu waktu sepekan lagi. Pemuda itu berdiri loyo sambil
memegang besi di tengah lorong bus. Pandangannya kuyu menatap halte yang mulai
sepi. Namun, saat bus mulai berjalan pelan.... Tidak! Tunggu dulu! Itu dia! Wanita itu duduk di sudut bangku halte, tersenyum
manis menatap Frans yang berlalu.
***
Suara bising mesin
pencetak surat kabar hari ini membuat Frans pusing. Padahal sudah dua tahun dia
bekerja di sana. Saat ini kondisinya tidak fit. Sudah beberapa hari tidurnya
tidak nyenyak, selera makan pun hilang.
Percetakan surat kabar
tempat dia bekerja sebagai satpam mulai terlihat lengang. Sebagian sudah
pulang, sebagian lagi untuk divisi marketing dan mesin masih terlihat seliwiran
menunggu cetak surat kabar yang akan terbit besok.
Frans berjalan menelusuri
sisi mesin-mesin yang sedang bekerja. Hari ini dia mengambil sif
pagi menggantikan Wiro yang sedang sakit. Setelah itu lanjut sif
malamnya.
"Oiii! Oiii!
Fransisko Zaelani!"
Pemuda itu pun menoleh dan
melihat Dino, rekan sejawatnya yang bertugas di dalam gedung "Ape!"
"Lu dipanggil budeg
amat ya. Jijai banget gue. Entar barengan lagi kita nonton drakor ya."
"Ah, kagak. Kepala
gue mumet."
"Mikirin apa, sih?
Kepala dipasang buat mikir bukan buat mumet."
Frans diam saja. Malas
membalas candaan Dino.
"Jatuh cinte lu, yeee?" Dino
berjalan sejajar dengan pemuda jangkung itu setelah mereka keluar gedung.
Menurut Dino, gelagat Frans memang seperti orang yang sedang jatuh cinta.
"Kagak." Wajah
Frans memerah. Tangannya langsung melambai ketika Uda Ujang tiba di post depan
gerbang.
"Heh! Cerita, siape,
sih, wanita beruntung itu?" Dino menyikut lengan Fans sambil
terkekeh-kekeh.
"Beruntung kepala lu
peyang! Benahi sono lantai dua, entar lu kena semprot Pak Ali. Nyahok lu!"
Dino meringis dan mau tak
mau kembali masuk ke dalam gedung. Menurutnya memang wanita yang disukai Frans
pasti beruntung. Frans blasteran Betawi Inggris, walau dari nenek buyutnya.
Postur tubuhnya yang jangkung serta kulitnya yang agak sedikit putih ditambah
dengan jambang ala Jhon Lennon adalah daya tarik tersendiri bagi rekan
sejawatnya yang satu itu. Syukur saja Frans tidak memiliki kumis seperti sang
legenda, Benyamin S. Dino terkekeh-kekeh sendiri.
Dino baru selesai
memeriksa lantai dua dan hendak pulang ketika seseorang mencegatnya di depan
pintu gerbang gedung mesin.
***
Frans terjaga setelah
setengah jam ketiduran di pos. Uda Ujang pergi sebentar guna bersemedi mencari
wangsit ke samping gedung. Sesekali pemuda itu menguap. Mengatur duduk dan
posisi badannya. Mulutnya langsung mengatup ketika seseorang berdiri menatap tajam
dari balik jendela kaca. Wanita itu tersenyum.
Frans melangkah keluar.
"Kok malam-malam, Neng?"
Wanita itu masih tersenyum. "Beli makanan, Bang.
Nungguin teman." Dia menunjuk warung nasi di seberang jalan di depan pintu
gerbang tempat Frans berjaga. Tangannya melambai ke arah seorang wanita yang
berdiri di depan warung.
Frans melihat ke arah
seberang dan membalas senyum teman wanita itu. Pemuda itu agak gugup. Harapannya
menjadi kenyataan. Wanita yang tiap senin pagi selalu berpapasan dengan dia,
saat ini sedang berbincang-bincang ramah dengannya.
Frans ingin memulai
percakapan ketika dari kejauhan terdengar sirine ambulance dan diikuti tiga mobil polisi. Mereka memperhatikan
kebisingan itu sampai suaranya menghilang.
"Kamu tinggal di
dekat sini ya, Neng?"
"Iya, Bang. Saya
indekos dengan teman di belakang pabrik tekstil di sebelah sana." Wanita
itu menunjuk ke arah barat gedung bank swasta yang berada di depan pabrik surat
kabar.
"Jadi, Neng, tiap
senin pagi...."
"Dewina. Nama saya
Dewina, Bang."
Frans tertegun dan menatap
lekat wajah Dewina. Lesung pipinya manis sekali. Memang seorang dewi. Irama
jantungnya mulai tidak karuan.
Dewina melambaikan tangan
ke arah seberang jalan dan mulai beranjak. Frans melihat cincin di jari manis
wanita itu.
"Terima kasih, Bang,
sudah temani saya ngobrol."
Frans cuma mengangguk dan
tersenyum.
***
Malam semakin larut. Frans
melongo berpangku tangan di depan televisi yang terus menyala. Pikirannya
melanglang buana. Hanya karena melihat cincin di jari Dewina, membuat hati pemuda
itu menjadi hampa. Inginnya terlalu berlebihan, terlalu tinggi sehingga dia
lupa dasar pijakan.
"Woi! Woiiii!
Fransisko Zaelani!" Uda Ujang menepuk bahu Frans.
Pemuda itu malas menoleh.
"Hmm?"
"Surat dari siapa tuh?"
Tanya Uda Ujang,
dagu dan mulutnya mengarah ke saku jaket yang tergantung di samping pintu pos.
Frans melihat surat itu.
Dia hampir lupa dengan surat yang tadi sore disampaikan Dino. Kata Dino, wanita
berlesung pipi itu memintanya untuk menyampaikan surat ini kepada Frans.
Keningnya berkerut
sejenak, merasa ada kejanggalan yang membuat pemuda itu malas berpikir.
Kemudian Frans berdiri dan mengambil surat itu dari saku jaketnya. Ada sesuatu
di dalam amplop selain surat. Frans penasaran dan mulai merobek sisi atas
amplop.
"Ya ampun.
Kejadiannya di sekitar sini. Bagaimana bisa?" Suara heboh Uda Ujang
mengalihkan pikiran Frans. Uda Ujang memaksimalkan volume televisi. Frans
menatap layar kaca sambil tangannya merobek sisi atas amplop.
...tahui tubuh korban yang membusuk
berusia dua puluh dua tahun dan bernama Dewina Sari. Polisi sedang mengusut
pelaku dengan meminta setiap keterangan dari teman-teman korban, baik yang
berada di rumah kost maupun di tempat korban bekerja. Demikian breaking news
kali ini. Kita akan kembali lagi di breaking news selanjutnya.
Frans tertegun menatap layar kaca. Rahangnya mengeras dan buku jarinya terkepal menggenggam cincin milik Dewina.
Semangat untuk terus berkarya kak!
BalasHapusJadi itu yang dilihat Frans hantu ya? 😣
Tengkayu, mba zakia, udh mampir, 😄
HapusKlo bkn arwah yg diliat kagak asik, mba 😂
Kirain si dewina manusia, sayang si frans gak kebalas cintanya
BalasHapusDrpd patah hati beneran, mba, 😂
HapusSemangat yaaak kak atas buku Antologi nya! :))
BalasHapusTengkayu, mas do 😄
Hapus