Bukan Desember Biasa
Ada kutipan yang pernah kubaca
dari M. Aan Mansyur,
masa lalu tidak pernah hilang,
ia ada tetapi tidak tahu jalan
pulang,
untuk itu ia menitipkan surat,
kadang kepada sesuatu yang tidak kita
duga,
kita menyebutnya kenangan.
Tidak
ada yang spesial sebenarnya di bulan Desember, hampir sama seperti bulan yang
lain. Mungkin hanya kebetulan saja Allah kasih banyak hal di bulan desember
ini. Ternyata sudah jauh juga aku melangkah. Sudah empat puluh lima tahun
berlalu ketika seorang ibu yang tidak mengerti apa-apa melahirkanku. Pasti
berat sekali baginya melahirkan dan membesarkanku, karena aku pun sekarang
seorang ibu. Dan sungguh, aku sungguh-sungguh rindu padanya. Semoga Allah
melapangkan kubur dan menerima segala amal ibadah beliau. Aamiin aamiin aamiin
ya Rabbal'alamiin. 😭
Menjalani
takdir Allah yang dirasa berat atau tidak enak bagi jiwa juga membutuhkan
kesabaran. Ada empat cara orang menyikapi ujian atau musibah dari Allah.
Ada
orang yang jika mendapatkan ujian dari Allah, dia marah. Dia berburuk sangka
pada Allah. Lisannya memprotes keadilan Allah. Dia mengamuk dan melakukan
perbuatan buruk untuk menunjukkan kemarahannya atas ketetapan Allah.
Naudzubillahi min dzalik.
Ada
orang yang jika mendapat ujian dari Allah, dia bersabar. Dia tahan hati, lisan
dan perbuatannya dari hal-hal yang Allah benci.
Ada juga orang yang ketika
diberi musibah dari Allah, dia ridha menerimanya. Dia sikapi ketetapan Allah
seakan-akan itu bukan sebuah musibah.
Ada
juga orang yang menerima ujian dari Allah dengan bersyukur. Dia ikuti petunjuk
Nabi shallallahu'alaihi wa sallam, manakala mendapati sesuatu yang tidak
menyenangkan beliau mengucapkan : "Alhamdulillah 'ala kulli
haal" Segala puji bagi Allah pada setiap keadaan.
Sabar
itu sungguh tidak mudah. Namun, jika kita dapat melakukannya, kita punya
peluang mendapat pahala dari Allah tanpa batas. Allah berjanji : "Hanya
orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas." (QS.
Az-Zumar : 10)
Begitulah
hidup dan kehidupan. Perjalanan waktu yang kemungkinan banyak menghabiskan dosa
dan penyesalan. Beruntung bagi mereka yang melewati masa kanak-kanak dengan
aman. Karena proses pembentukkan indentitas dirinya ketika remaja cenderung
positif. Aku pernah kanak-kanak dan remaja. Kini anak-anakku telah melewati
masa kanak-kanak dan menjalani masa remajanya.
Kuncinya
ada pada pemahaman dan penghayatan terhadap diri. Sejak belia seorang anak
sudah distimulasi, dikondisikan, dicontohkan dan dibimbing untuk aware
terhadap dirinya. Jika keluarga menanamkan nilai pada anak sejak dini tentang
siapa dia, untuk apa dia dilahirkan di dunia ini, ke mana tujuan akhirnya, juga
diberi role model yang baik dalam adab untuk diteladani, insya Allah,
mestinya proses pembentukkan identitas dirinya menjadi lebih mudah.
Allahu'alam.
Dalam
hidupnya, manusia pasti pernah mengalami kegagalan, pernah berada di titik
terendah kehidupannya, kecewa, sedih dan hancur. Apa pun itu. Bahkan aku pun
pernah mengalaminya. Pikiran-pikiran buruk sering menguasaiku. Wajar! Karena memang
Allah menciptakan semua rasa itu agar kita bisa kembali pulang dan berbelas
kasih pada-Nya. Allah masih sayang padaku. Dia tidak pernah jauh, aku yang
selama ini menjauh.
Tidak
ada yang namanya tersesat, yang ada hanya salah pilih partner perjalanan. Tidak
ada yang namanya salah jalan, yang ada hanya salah dalam memilih tujuan. Jika
yang kita nikmati hasil, maka kita akan kecewa sebelum memulai. Bila proses
yang kita nikmati, maka keseluruhan perjalanan adalah kebahagiaan.
Orang gagal bukan karena tak bisa, tapi tak mau. Karena bila sudah tak mau, ribuan alasan akan dikarang, jutaan dukungan justru mengekang. Begitu juga dengan rasa dan perasaan. Kelak pada saatnya, akan ada seseorang yang sangat bangga telah memilikimu. Cinta bukan melepaskan tapi merelakan, bukan memaksa tapi memperjuangkan, bukan menyerah tapi mengikhlaskan, bukan merantai tapi memberi sayap, dan sudah seharusnya cinta itu saling menerima kekurangan.
Aku
pernah memandangi seseorang dengan penuh rasa ingin memiliki. Bagiku, apa pun yang
ada padanya adalah hal yang mampu membuat diri ini merasa tercukupi. Aku juga
pernah menggenggam seseorang dengan begitu erat. Bagiku, apa pun yang
menyakitinya adalah semua hal yang juga dapat menyakitiku.
Namun,
mencintai itu takdir. Kita tidak dapat merencanakan akan jatuh cinta untuk
siapa. Allah yang punya rencana. Segala sesuatu berawal dari niat. Kita akan
bertemu dengan apa yang kita cari. Bila kita cari keburukan, maka kita akan
mendapatkan keburukan. Bila sebaliknya, kita mencari kebaikan, maka kebaikan
pula yang kita dapatkan. Seperti hati yang telah diniatkan dengan baik, insyaa
Allah yang datang pun tetap yang baik.
Baik
atau buruk, kita tetap bisa belajar dari semua orang. Lalu, pernahkan kita
merasa kesulitan menyebutkan kebaikan orang tua? Bukan karena minim atau
tiadanya kebaikan mereka. Justru karena terlalu banyak yang menyesaki kepala
sehingga malah sulit mengungkapkannya. Walhasil, hanya sanggup menyatakan
kesimpulan globalnya saja, yaitu kebaikan mereka tak terhingga.
Sebut
saja satu pengorbanan ibu kepada kita, melahirkan. Kata melahirkan
sesungguhnya tak pernah benar-benar mampu memberikan gambaran besarnya
pengorbanan. Sebab, kata melahirkan hanyalah ringkasan sebuah proses
perjuangan mati-matian.
Sangat
mungkin kata itu tak memberi kesan apa-apa bagi mereka yang tak pernah secara
langsung menyaksikan atau ikut mendampingi proses melahirkan. Andai kita
menghayati bagaimana perjuangan seorang ibu yang melahirkan, mungkin dari situ
akan muncul lebih besar rasa cinta dan penghargaan. Seharusnya....
Kemudian,
sebut saja bagaimana pengorbanan seorang bapak kepada kita untuk bisa memberi
nafkah. Macam-macam sepak terjang seorang bapak saat bekerja di luar rumah. Ada
kalanya seorang bapak mendapat pekerjaan yang enak dan mudah. Namun, banyak
pula di antara mereka yang mesti menjalani posisi di bawah yang harus siap
menerima perintah. Bahkan, tak jarang mesti tabah menerima muntahan caci dan
sumpah serapah. Semua itu beliau tahan, demi memenuhi hak anak dan istri di
rumah.
Rasanya
memang akan terlalu banyak jika harus menyebutkan satu per satu kebaikan orang
tua. Kesimpulan yang paling mudah dengan mengatakan : "kebaikan mereka tak
terhingga." kita katakan itu dengan penghayatan yang sebenar-benarnya.
Mudah-mudahan, setelah itu, tumbuh semakin besar bakti kita kepada orang tua
dan semakin ringan lisan kita mendoakan kebaikan bagi keduanya.
Lalu,
aku pun kadang sering melamun dan termangu. Membias kilas balik dosa dan
kesalahan yang dulu sering kubuat. Tak seorang pun tahu kapan ajal tiba.
Umumnya, orang cenderung menganggap saat itu masih lama. Apalagi ketika dia
masih muda. Seakan dia menyangka maut pasti datang menurut kronologis usia.
Iya.
Tak seorang pun tahu kapan ajal tiba. Namun, yang pasti, hal itu semakin dekat
seiring bertambahnya usia. Sebab, perputaran hari dan pergantian tahun
hakekatnya adalah isyarat bahwa umur kian menipis quotanya.
Namun,
anehnya, sebagian orang saat ini justru bergembira dengan merayakan
berkurangnya jatah usia mereka. Padahal, orang shalih dahulu kala, manakala
penghujung hari tiba, mereka selalu teringat dosa dan merasa betapa minim bekal
mereka untuk menghadap Allah Ta'ala. Di antara mereka ada yang setiap menjelang
tidur pun sibuk menghitung-hitung amal dan dosanya.
Amirul
Mukminin Umar bin Khattab radhiyallahu'anhu berkata, "Hendaknya kalian
menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang
diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk hari besar
ditampakkannya amal."
Tak
seorang pun tahu kapan ajal tiba. Hal itu bisa datang kapan saja. Semoga kita
tidak lalai darinya. Termasuk aku.
Reminder me 😢
* diinspirasi oleh tulisan
seseorang yang sangat kukagumi kerendahan hatinya dan sedikit kajian dari Ustad
Felix Siau, semoga Allah Ta'ala selalu melindungi kita semua. Aamiin ya
Rabbal'alamin.
Semangat, mbak....
BalasHapusbtw, aku juga pembaca tulisan ustdz Felix Siauw, baik di IG maupun buku-buku beliau..
Mantap, mas 👍
Hapus